Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh suatu pemeintah desa dalam menggerakkan perekonomian desa adalah pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Badan Usaha Milik Desa sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Keberadaan BUM Desa dapat meningkatkan perekonomian Desa, menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa serta meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa. Keberadaan BUM Desa dapat dijadikan sebagai penopang perekomian masyarakat desa dan menjadi penggerak sumber daya yang ada di desa agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan masyarakat desa. Ekspansi perusahaan besar, baik itu dari dalam maupun luar negeri yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan perusahaan semata, tanpa memikirkan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, dapat dibatasi dengan hadirnya BUM Desa di peDesan.
Pada rapat terbatas mengenai Dana desa di Kantor Presiden, Rabu 11 Desember 2019, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa revitalisasi Bumdes diperlukan supaya produk-produknya bisa masuk ke pasar nasional maupun internasional. Saluran distribusi produk perlu dibuka seluas-luasnya. Selain itu, Bumdes juga dinilainya perlu diberikan kesempatan untuk bermitra dengan pelaku usaha lain, utamanya pelaku usaha besar. Beliau juga menekankan bahwa alokasi dana desa perlu diarahkan ke sektor-sektor yang produktif, seperti pengolahan pascapanen, industri-industri kecil di desa, budidaya perikanan, desa wisata, dan industrialisasi peDesan. (www.pikiran-rakyat.com, 11/12/2019)
Wacana pembentukan Super holding Bumdes, layak di lanjutkan. Hal ini bertujuan agar Badan Usaha Milik Desa meningkat kinerja dan kapasitasnya. “Kalau tadi (produksi padi di holding BUMDes) dari 3.000 ton menjadi 6.000 ton. Kalau di tempat lain dari 3.000 ton menjadi 10.000 ton. Ada lagi dari 5.000 ton menjadi 200.000 ton. Nah ini kan sudah butuh jaringan, sudah butuh kalau perlu ekspor. Nah kalau sudah begitu yang disebut pak Presiden adalah dengan superholding. Kalau perlu melibatkan BUMN," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta (https://ekbis.sindonews.com, 12/12/2019).
Pendampingan terhadap BUM Desa tetap diperlukan. Baik itu oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Bimbingan teknis dari kementerian dan OPD terkait juga diperlukan agar produk yang dihasilkan oleh BUM Desa dapat bersaing dan diterima pasar. Tiap BUM Desa juga hendaknya dapat memilih usaha yang betul-betul dapat berkembang di Desa bersangkutan, dengan mempertimbangkan potensi-potensi yang ada dimasing-masing desa.
Pengembangan BUM Desa, dapat melihat penyelenggaraan OTOP (One Tambon One Product) di Thailand dan OVOP (One Village One Product) di Jepang. Program OTOP bertujuan untuk membangkitkan perekonomian Thailand dengan mengembangkan desa-desa melalui produk unggulan yang mereka miliki serta berdaya saing tinggi. Produk unggulan tersebut diolah di setiap kecamatan (tambon) yang ada di Thailand, untuk kemudian dipasarkan pada lokasi-lokasi strategis yang berada di Bangkok sehingga dapat memudahkan akses bagi masyarakat maupun wisatawan untuk memperolehnya. Beragam jenis produk unggulan yang telah berhasil dikembangkan melalui program One Tambon One Product (OTOP) antara lain : makanan, minuman, tekstil, kerajinan tangan, souvenir, perhiasan, serta tanaman obat. Pemerintah Thailand memiliki peran yang sangat penting dalam menginisiasi dan implementasi program OTOP. Di tingkat nasional, kebijakan OTOP ini berjalan melalui integrasi antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Daerah Tertinggal, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian. Seluruh pemerintah mendorong pemasaran dan promosi yang terintegrasi antara pelaku produksi komoditas OTOP produsen dengan pasar penjualan komoditas OTOP. Selain itu, dalam rangka mengintegrasikan program OTOP pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan (tambon), dan dalam tingkat desa (village) saling berkoordinasi dengan saling memperhatikan kebijakan pada skup yang lebih luas (Hafi Munirwan, 2016).
Konsep OVOP ini pernah sukses diterapkan di Jepang dengan istilah Isson Ippin Undo. Konsep ini diinisiasi oleh Dr. Morihiko Hiramatsu di Provinsi Oita pada tahun 1979. Dalam konsep OVOP, masyarakat diberikan pemahaman untuk dapat menghasilkan barang-barang terpilih dengan nilai tambah yang tinggi. Diharapkan satu desa mampu menghasilkan satu produk utama yang kompetitif dan mampu bersaing ditingkat global namun produk tersebut tetap memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Produk yang dihasilkan adalah produk yang terutama memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusia. Terdapat 3 (tiga) prinsip utama. Pertama, Local yet Global yang bermakna menghasilkan produk atau jasa yang bernilai lokal (lokalitas) dan dapat diterima secara global, dilaksanakan dengan cara meningkatkan kualitas produk melalui proses pelatihan teknis serta peningkatan mutu produksi dan desain. Kedua, Self reliance and creativity yakni memanfaatkan potensi yang dimiliki secara kreatif dengan usaha-usaha yang mandiri. Ketiga, Human resource development, yaitu mengembangkan kapasitas dan kompetensi masyarakat agar memiliki semangat untuk kreatif dan mampu menghadapi berbagai tantangan perkembangan zaman. Di Jepang, gerakan OVOP secara nyata mampu menggerakkan perekonomian masyarakat sekaligus meningkatkan pemerataan kesejahteraan. Angka kesejahteraan penduduk Oita meningkat drastis. Dengan hasil yang memuaskan ini, maka ditirulah konsep OVOP oleh perfektur/provinsi lainnya (Rudi Mulyanto, 2019).
Melihat potensi yang besar yang ada didesa dan fokus pada pengembangan produk, dapat menjadi kunci suksesnya sebuah BUM Desa. BUM Desa juga dapat bermitra dengan pelaku UMKM yang ada didaerah masing-masing dalam rangka pengembangan dan pemasaran produk. Harapannya, keberadaan BUM Desa di Desa dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Desa dan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa BUM Desa yang berhasil dapat menjadi contoh bagi BUM Desa yang lain. Di Klaten Jawa Tengah, ada BUM Desa Tirta Sejahtera misalnya yang mengelola unit jasa wisata. BUM Desa Tirta Sejahtera ini berlokasi di Desa Pluneng Kecamatan Kebonarum Kabupaten Klaten. Berdiri sejak 2015, BUMDes Tirta Sejahtera mempunyai usaha utama dibidang perairan yaitu Umbul Pluneng dan Umbul Tirto Mulyani. Sejak dikelola menjadi BUM Desa pada 2018 lalu, Umbul Pluneng mampu menyumbang 344,9 juta ke desa. Saat ini BUM Desa Tirta Sejahtera ini mempunyai omzet sekitar 10 milyar dan mempekerjakan 24 karyawan. Pengelolaan yang baik mulai dari perekrutan karyawan, pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel, mekanisme kerja dan penetapan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) menjadikan BUM Desa ini layak dijadikan contoh oleh BUM Desa yang lain. Di Bandung Barat, Jawa Barat ada Bumdes Karya Mandiri milik Desa Cibodas yang dapat dicontoh oleh Desa lain. BUM Desa Karya Mandiri di Cibodas memiliki usaha di bidang air, gedung olah raga/gedung serba guna, dan pengelolaan kios desa. Untuk air bersih, BUM Desa punya sekitar 2.300 konsumen. Unit usaha itu jadi pendapatan asli daerah primadona Desa Cibodas, karena bisa menghasilkan Rp 7,5 juta per bulan. Kedua BUM Desa ini dapat menjadi contoh bagi BUM Desa yang lain.
Pemerintah juga perlu turun tangan langsung terkait pemberian dukungan untuk berkembangnya BUM Desa. Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah diantaranya mendorong masyarakat untuk menggunakan produk-produk BUM Desa dan membantu promosi serta pencarian pasar untuk produk-produk BUM Desa. Hal ini bertujuan agar produk-produk BUM Desa dapat terserap oleh pasar. Harapannya, keberhasilan BUM Desa, dapat menggerakkan perekonomian di Desa, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Keberhasilan BUM Desa juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Oleh : Toding Luther (Kepala KPPN Mamuju)