O P I N I

Disclaimer: “Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan instansi/organisasi manapun.

Perikatan dalam Perjanjian Kinerja dan Sasaran Kinerja Pegawai

Oleh: Andi Dzul Ikhram Nur dan Laras Zhafira Wahyuni Putri, Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Tenggara

 

Pada bulan Januari tahun 2023, Direktorat Jenderal Perbendaharaan baik di kantor pusat maupun kantor vertikal secara serentak melakukan penetapan Perjanjian Kinerja dan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Sebagaimana disebutkan dalam KMK 300/KMK.01/2022 tentang Manajemen Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, tanggal 31 Januari merupakan tanggal paling lambat penetapan Perjanjian Kinerja dan SKP pada setiap tahunnya di lingkungan Kementerian Keuangan. Perjanjian Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara Pimpinan UPK dengan Pimpinan UPK di atasnya, sedangkan SKP merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsung atas rencana kinerja yang akan dicapai pada periode tertentu.

Pada KMK 300/KMK.01/2022, terdapat beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan KMK-467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, di antaranya penyusunan Perjanjian Kinerja hanya berlaku untuk Pimpinan UPK, sedangkan para pegawai non-pimpinan UPK cukup menyusun SKP saja. 

Penetapan Perjanjian Kinerja yang telah dilaksanakan di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan oleh para pimpinan UPK dengan pimpinan UPK di atasnya ini bukan hanya sekadar seremonial, melainkan merupakan bentuk kesepakatan dan komitmen yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai target kinerja yang terukur di tahun berjalan.

Perjanjian Kinerja yang sudah ditetapkan tadi menjadi salah satu acuan bagi para pegawai dalam menetapkan SKP. Hal ini karena keberhasilan suatu organisasi ditentukan dan dipengaruhi oleh pencapaian dari target yang telah ditetapkan dalam SKP pegawai pada organisasi tersebut. Seluruh ASN di lingkungan Kementerian Keuangan baik itu PNS, CPNS, Pegawai Tugas Belajar, PPPK, maupun pegawai yang ditugaskan. wajib memiliki dan menetapkan SKP. SKP memuat antara lain Hasil Kerja, Perilaku Kerja, dan Lampiran SKP.

Terdapat perubahan format baik pada SKP tahun ini. Salah satu perubahan format paling mencolok adalah terdapatnya penambahan perilaku kerja dan Lampiran SKP. Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap, atau tindakan yang dilakukan oleh pegawai atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Perilaku Kerja yang dicantumkan pada SKP terdiri dari nilai dasar ASN BerAKHLAK yang juga sejalan dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan `dan dapat ditambahkan dengan ekspektasi khusus pimpinan. Selain itu, juga terdapat Lampiran SKP yang berisi sumber daya yang dibutuhkan dalam mencapai target yang terdapat dalam SKP, skema pertanggungjawaban yang berisi skema pelaporan hasil kerja, serta konsekuensi, baik konsekuensi apabila target kinerja tersebut tercapai maupun tidak tercapai.

Penetapan Perjanjian Kinerja dan SKP ini juga merupakan dasar penilaian kinerja suatu organisasi dan para pegawai. Setelah menetapkan dokumen tersebut, para pegawai, baik pimpinan UPK maupun non-pimpinan UPK, secara tidak langsung mempunyai tanggung jawab dan ‘utang’ untuk minimal mencapai target yang telah ditetapkan dalam dokumen tersebut atau bahkan melampaui target.  

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1233 mengatur bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Adapun perihal persetujuan diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Prof. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu1. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeenkomst dalam Bahasa Belanda.

Syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab (causa) yang halal.

Persyaratan yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena berkenaan dengan subjek perjanjian. Sedangkan, persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian sehingga disebut syarat objektif. Perbedaan kedua persyaratan tersebut berkaitan dengan akibat hukum yang ditimbulkan, yaitu perjanjian yang dibuat batal demi hukum (nieteg atau null and ab initio) dan perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar = voidable). Apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak terpenuhi maka Perjanjian tersebut batal demi hukum atau perjanjian yang telah dibuat dinilai sejak awal sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka Perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.

Perjanjian Kinerja dan Sasaran Kinerja Pegawai, sebuah Perikatan

Perjanjian Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara Pimpinan UPK dengan Pimpinan UPK di atasnya, berisi penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Sedangkan SKP merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsung atas rencana kinerja yang akan dicapai pada periode tertentu. Berdasarkan definisi tersebut terdapat kesepakatan oleh Pegawai dengan atasan langsungnya pada SKP dan kesepakatan Pimpinan UPK dengan Pimpinan UPK di atasnya pada Perjanjian Kinerja yang merupakan syarat sah pertama suatu Perjanjian, dan tentunya Pegawai dan Atasan langsungnya serta Pimpinan UPK merupakan Pegawai yang telah memenuhi kualifikasi cakap. 

Adapun suatu hal tertentu yang dimaksud dalam SKP tersebut adalah terkait rencana kinerja yang akan dicapai dan program/kegiatan pada Perjanjian Kinerja. Sedangkan causa yang halal bermakna isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang.2 Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa Perjanjian Kinerja dan SKP merupakan sebuah Perjanjian yang sah karena telah memenuhi syarat sah Perjanjian sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian Kinerja dan SKP sejatinya diikat oleh tiga asas utama dari sebuah Perjanjian, yakni asas konsensualisme (the principle of consensualism, het consensualisme), asas kekuatan mengikatnya kontrak (the principle of the binding force of contract, de verbindende kracht van de overeenkomst), dan asas kebebasan berkontrak (principle of freedom of contract, de contractsvrijheid).3 Asas konsensualisme berisikan kesepakatan antara pihak-pihak yang berkontrak, asas kekuatan mengikat yang dimaksudkan yaitu kewajiban hukum yang pelaksanaannya wajib ditaati, sedangkan asas kebebasan berkontrak yaitu pihak-pihak yang berkontrak tidak berada dalam kondisi yang tidak bebas dalam menentukan isi kontraknya.

Berdasar pada semangat untuk menunjukkan kinerja terbaik, semoga Perjanjian Kinerja dan SKP yang telah ditetapkan oleh seluruh Pegawai pada bulan Januari lalu, dengan berdasar pada kesepakatan antara Pegawai dengan Atasannya dapat dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab dan penuh prestasi. Selamat bekerja.

 

 

Referensi:

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 1984, hal. 1.

Setiawan, Fajar Bayu, Himma Asihsalista, Nikki Ramadhani M. Pranoto. “Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalam Hukum Positif Indonesia”. Private Law. ed. 1. Maret Juni, 2013, hal. 70.

Arthur S. Hartkamp dan Marianne M.M. Tillema, Contract Law in the Netherlands, Kluwer, Deventer, 1993, hlm.34. Lihat juga J.M. van Dunne, Verbintenissenrecht Deel 1 Conractenrecht, 1e gedeelte, toetstandkoming van Overeenkomsten, Inhoud, Contractsvoorwaarden,Gebreken, Kluwer, Deventer, 1993, hlm. 7.

 

Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)