JALAN SOLO KM 8.6 NAYAN, MAGUWOHARJO, DEPOK,SLEMAN, YOGYAKARTA

KODE  POS :  55282

 

Yogyakarta, 2 Juni 2022

 

Kajian Fiskal Regional D.I. Yogyakarta Tahun 2021

 

I. Kondisi Daerah (Ekonomi, Sosial, Wilayah), Sasaran Pembangunan dan Tantangan yang dihadapi Daerah

Tema RKPD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2021 adalah “Penguatan SDM Unggul dan Percepatan Pemulihan Sosial Ekonomi Masyarakat DIY”. Sejalan dengan tema tersebut, maka maka tujuan prioritas pembangunan DIY adalah : (1) Penguatan SDM Unggul, (2) Aktivitas Perekonomian yang Berkelanjutan, (3) Penguatan Infrastruktur Strategis, dan (4) Pendukung Prioritas Pembangunan. Dalam mencapai tujuan pembangunan sebagaimana tersebut diatas, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menghadapi sejumlah tantangan. Dari sisi ekonomi, Pemda DIY dihadapkan pada tingginya angka kemiskinan dan indeks Gini. Dari sisi Sosial Kependudukan permasalahan yang dihadapi adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan permukiman/real estate sedang marak di DIY beberapa tahun ini, terutama daerah perkotaan. Selain itu, kondisi geografis DIY yang merupakan daerah dengan potensi terdampak bencana yang besar (gunung meletus, gempa dan tsunami) merupakan tantangan Pemda DIY dari sisi geografi wilayah, sehingga dalam merencanakan pembangunan wilayah, Pemda DIY harus tetap memperhatikan risiko bencana serta dilakukan mitigasi bencana. Memasuki awal tahun 2021, Pemerintah dan masyarakat global masih menghadapi pandemi Covid-19 yang belum mereda. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (disingkat dengan PPKM) yang merupakan kebijakan Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2021 untuk menangani pandemi Covid-19 di Indonesia sebagai pengganti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berlangsung di sejumlah wilayah di Indonesia, berpengaruh pada penurunan aktifitas perekonomian. Yang pada akhirnya berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, menjadikan hal ini sebagai kondisi yang extraordinary sehingga memerlukan penanganan dan langkah kebijakan yang extraordinary namun tetap akuntabel.

 

II. Perkembangan Indikator Ekonomi Makro dan Kesejahteraan

Ekonomi DIY kembali menggeliat seiring dengan mulai adanya aktivitas masyarakat. Seiring dengan dilonggarkannya PPKM di Triwulan I dan IV 2021 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi DIY secara kumulatif mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi yang positif ini mencerminkan kinerja pemerinta daerah dalam merespon kebijakan Pemerintah pusat antara lain kebijakan countercyclical di masa pandemi COVID-19 dan kebijakan struktural di tingkat pusat maupun daerah. Tren pertumbuhan ekonomi positif menciptakan optimisme bagi proses pemulihan ekonomi tingkat regional.

Capaian berbagai indikator yang menggambarkan aspek kesejahteraan rakyat di DIY berada pada kondisi yang baik. Sebagian besar angkanya berada di atas level nasional. Perkembangan indikator Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) triwulan IV[1]2021 mencapai Rp38,81 triliun dan Atas Dasar Harga konstan 2010 mencapai Rp27,46 triliun. Perekonomian DIY selama 2021 tumbuh sebesar 5,53 persen (c-to-c). Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 2,68 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha jasa lainnya dan hanya dua lapangan usaha yang mengalami kontraksi. Sementara dari sisi pengeluaran, semua komponen tumbuh positif, kecuali net ekspor antar daerah. Sedangkan secara year on year (y-on-y) perekonomian DIY tumbuh sebesar 2,82 persen dan tumbuh sebesar 3,68 persen (q-to-q) Struktur ekonomi DIY tahun 2021 didominasi oleh lapangan usaha industri pengolahan, informasi dan komunikasi, dan konstruksi. Sementara dari sisi pengeluaran, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih mendominasi dengan kontribusi 64,32 persen, disusul oleh pembentukan modal tetap bruto 32,83 persen, dan pengeluaran konsumsi pemerintah 15,45 persen. Tingkat Inflasi di wilayah DIY pada tahun 2021 pada level 2,29 persen, sesuai dengan sasaran inflasi yang ditetapkan pada 3±1 persen (yoy). Sepanjang tahun 2021, inflasi tertinggi terjadi di bulan Desember yang mencapai 0,71 persen. Inflasi tersebut disebabkan oleh kombinasi dari tarikan permintaan (demand pull) maupun dorongan penawaran (cost push). Secara umum tarikan permintaan pada Desember 2021 mengalami lonjakan, utamanya pada saat hari raya natal dan tahun baru, sehingga mendorong naiknya volatile food di DIY. Dari sisi dorongan penawaran, faktor kenaikan harga energi global mulai berimbas pada harga komoditas dalam negeri (imported inflation). Beberapa komoditas seperti minyak goreng (5,5%; mtm) dan bahan bakar rumah tangga (1,2%; mtm) tercatat mengalami peningkatan di akhir 2021. Terkait angka kemiskinan, persentase penduduk miskin DIY tercatat selalu berada di atas rata-rata Nasional. Persentase penduduk miskin di DIY yang sebesar 11,91 persen per September 2021, berada pada posisi 11 dari 34 provinsi di Indonesia. Dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, DIY menjadi provinsi dengan angka persentase kemiskinan terbesar. Dengan berbagai skema bantuan Pemerintah yang diberikan untuk masyarakat, laju kemiskinan di Wilayah DIY diharapkan lebih dapat ditekan lagi. Indeks Gini di DIY periode September 2021 tercatat 0,436, berada diatas rata-rata Nasional yang sebesar 0,381. Capaian tersebut menempatkan DIY sebagai provinsi dengan tingkat ketimpangan tertinggi di Indonesia. Di masa Pandemi Covid-19, terlihat bahwa peningkatan rasio gini di Kawasan perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY kondisi Agustus 2021 sebesar 4,56 persen, meningkat 0,01 poin berbasis persen dibanding TPT Agustus 2020. Angka ini lebih rendah dari TPT Nasional kondisi Agustus 2021 (7,29 persen). Wilayah dengan TPT tertinggi adalah Kota Yogyakarta (9,13 persen).

Nilai Tukar Petani DIY terus mengalami penurunan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, Di tahun 2021 NTP DIY tercatat sebesar 97,38, Kembali menurun jika dibandingkan rata-rata tahun 2020 (101,52) dan tahun 2019 yang sebesar 102,57. Pandemi Covid-19 menyebabkan hasil panen tidak terserap secara maksimal di pasaran. Turunnya daya beli masyarakat, adanya pembatasan sosial berskala besar, dan faktor kelancaran distribusi menjadi penyebab turunnya NTP di tahun 2021 Nilai Tukar Nelayan (NTN) rata-rata NTN DIY tahun 2021 sebesar 115,83, meningkat signifikan jika dibandingkan ratarata tahun 2020 (106,66) dan tahun 2019 (101,9) Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan bagi nelayan berupa: (i) insentif jaring pengaman sosial berbentuk bantuan sosial, PKH, bantuan sosial tunai, BLT Desa, paket sembako dan subsidi listrik gratis, (ii) subsidi bunga kredit, (iii) stimulus modal kerja, dan (iv) instrumen kebijakan non fiskal berupa kelancaran supply chain dengan menyediakan sarana produksi perikanan.

 

III. Perkembangan dan Pengaruh Fiskal di Daerah (APBN dan Daerah) – Program dan Output Strategis di Daerah

Membaiknya perekonomian di DIY tahun 2021 mempengaruhi penerimaan perpajakan. Realisasi pendapatan negara hingga 31 Desember 2021 sebesar Rp 7,46 triliun atau 96,07 persen dari target APBN 2021 yang sebesar Rp 7,77 triliun atau tumbuh 2,62 persen dibandingkan dengan tahun 2020. Penerimaan pajak menjadi kontributor utama sebesar 65,84 persen diikuti PNBP 34,15 persen dan hibah 0,01 persen. PPh masih masih mendominasi penerimaan perpajakan, sedangkan sumber utama PNBP berasal dari Penerimaan BLU. Sementara itu, penerimaan cukai dan bea masuk mencapai Rp 486,86 miliar atau 107,1 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2021 sebesar Rp454,5 miliar. Dari sisi belanja, realisasi APBN sampai dengan 31 Desember 2021 berasal dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat yang mencapai 12,06 triliun (98,85 persen), naik sebesar 19,79 dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama di tahun 2020, realisasi Belanja Pemerintah Pusat tertinggi adalah Belanja pegawai Rp4.575,31 miliar diikuti oleh Belanja Barang Rp3,89 triliun, Belanja Modal Rp3,22 triliun, Belanja Bansos Rp16,04 miliar. Adapun Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana desa telah terealisasi 100,56 persen dari pagu (Rp10,12 triliun) dengan rincian realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) Rp5,19 triliun (100 persen) realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) mencapai Rp381,55 miliar (155 persen). Realisasi Dana Transfer Khusus terdiri dari DAK Fisik Rp570,30 miliar (89,88) dan DAK Non Fisik Rp1,93 triliun (99,23 persen), dan realisasi Dana Otonomi Khusus Keistimewaan Rp1,320 miliar (100 persen) dan Dana Insentif Daerah (DID) Rp326,02 miliar (100 persen) serta Dana desa Rp460,45 miliar (100 persen). Adapun realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) melebihi pagu karena adanya kelebihan pembayaran pajak daerah tahun sebelumnya (tahun 2019) yang dibayarkan di tahun 2021.

Terdapat kenaikan defisit di tahun 2021 sebesar 14,15 persen ( Rp14,79 triliun). Adanya kenaikan realisasi belanja negara sebesar 10 persen hanya diimbangi kenaikan pendapatan sebesar 2,62 persen sehingga menyumbang kenaikan defisit tersebut. Kenaikan belanja tersebut dikarenakan efek belanja modal yang bersifat multiyears yang merupakan efek refocusing belanja di tahun 2020 serta kebijakan akselerasi belanja K/L tahun 2021untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2021 meningkat sebesar Rp 2,06 triliun (54,71 persen) dan 30.514 debitur (24,30 persen) dibandingkan dengan tahun 2020. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha di DIY memanfaatkan KUR untuk meningkatkan produktivitas usaha terutama di masa pandemi Covid-19 ini untuk menjembatani percepatan pemulihan ekonomi Penyaluran Kredit Ultra Mikro (Kredit UMi) tahun 2021 di wilayah DIY mengalami penurunan sebesar 38,92 persen dibanding penyaluran di tahun 2020. Penerapan PPKM level 4 di DIY sangat berdampak terhadap capaian penyaluran UMi karena Sebagian besar debitur dan calon debitur UMi adalah level usaha mikro yang sangat berpengaruh omsetnya dengan adanya PPKM. Selain itu adanya kebijakan skema kredit Supermikro yang disalurkan perbankan Terkait kinerja APBD, dalam kurun waktu 3 tahun 2019-2021 Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami fluktuasi, dimana pada tahun 2019 mencapai Rp4,74 triliun sementara pada tahun 2020 mengalami penurunan 11,64 persen menjadi Rp 4,19 triliun dan di tahun 2021 mengalami kenaikan 2,5 persen dibanding tahun 2020 menjadi Rp4,30 triliun. Fluktuasi penerimaan ini dipengaruhi dengan adanya Pandemi COVID-19 yang mulai masuk di Indonesia per Maret 2020 yang berdampak pada kegiatan masyarakat dengan kebijakan penerapan Work From Home dan Study at Home. Hal tersebut sedikit banyak hal ini mempengaruhi Pajak Daerah dikarenakan banyak bidang usaha yang menutup kegiatan usahanya Selama kurun waktu tahun 2019-2021, pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat merupakan penyumbang kontribusi paling tinggi terhadap Pendapatan Daerah dengan porsi 67 persen dari total pendapatan Daerah. Pendapatan transfer di tahun 2021 sebesar Rp 9,78 triliun secara persentase sedikit mengalami penurunan sekitar 0,04 persen dibanding tahun 2020 Surplus/defisit APBD Pada tahun 2021 surplus APBD sebesar Rp 666,93 miliar naik 19,52 persen dibandingkan tahun 2020. Surplus APBD secara umum disebabkan karena pendapatan daerah lebih besar dari belanja daerah. Hal ini membuktikan semakin menguatkan adanya fenomena dana idle yang terjadi di daerah.

Dari sisi belanja konsolidasian, Realisasi belanja dan transfer konsolidasian DIY tahun 2021 mencapai Rp27,53 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat/daerah sebesar Rp26,44 triliun (96,06 persen) dan transfer sebesar Rp1,08 triliun (0,04 persen). Dari hasil perbandingan nilai Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dengan PDRB dan perbandingan nilai Investasi pemerintah dengan PDRB, diketahui kontribusi pemerintah terhadap PDRB DIY pada tahun 2021 sebesar 11,64 persen, menurun jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebesar 12,33 persen dan tahun 2019 yang sebesar 12,81 persen. Sedangkan kontribusi Pemerintah terhadap PDRB dari Investasi yang sebesar 3,30 persen, meningkat jika dibanding tahun 2020 yang sebesar 2,32 persen, namun masih lebih kecil dibanding kontribusi pemerintah di tahun 2019 yang mencapai 3,44 persen. Dalam struktur pembentuk PDRB DIY Menurut Pengeluaran tahun 2021, kontribusi PMTB mencapai 32,83 persen. Dengan demikian kontribusi pemerintah terhadap PDRB dari Investasi yang sebesar 3,30 persen jika dibanding total kontribusi PMTB hanya sebesar 10,05 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor swasta mempunyai peran yang cukup besar dalam investasi di DIY.

 

IV. Sektor Unggulan dan Potensial Regional DIY

Berdasarkan laju pertumbuhan dan daya saing yang dimiliki, sektor-sektor unggulan di DIY adalah: i) Infokom, ii) Konstruksi, dan iii) Jasa Pendidikan. Sektor Informasi dan Komunikasi sebagai sektor unggulan daerah memberikan kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja dengan menyerap sebesar 1,35 persen tenaga kerja, yaitu sebanyak 29.750 jiwa, dimana tahun 2021 telah tumbuh sebesar 7,54 persen, setelah tahun sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 14,26 persen karena pandemi Covid-19. Sedangkan kontribusi terhadap pendapatan negara, sektor infokom berkontribusi sebesar 2,72 persen. Sedangkan sektor potensial DIY adalah Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum, Jasa Pendidikan dan Infokom. sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum memberikan kontribusi sebesar terhadap perekonomian DIY (9,16 persen) dan mampu tumbuh sebesar 7,55 persen selama tahun 2021 (c to c). Dari total 2,20 juta penduduk bekerja di DIY. Kontribusi Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum memberikan kontribusi sebesar 8,56 persen tenaga kerja, yaitu sebanyak 188.480 jiwa dalam penyerapan tenaga kerja, sedangkan terhadap pendapatan negara dan daerah, sektor ini memberikan kontribusi sebesar 2,03 persen.

 

V. Harmonisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Berdasarkan hasil analisa atas harmonisasi belanja kementerian lembaga dengan DAK Fisik, DAN Non Fisik dan Dana Desa dapat ditarik kesimpulan bahwa belanja telah selaras. Salah satu contoh dalam bidang Jalan, dimana belanja KL diperuntukkan pada Jalan dengan status Jalan Nasional / penghubung antar Provinsi dan Proyek Strategis Nasional (PSN) sementara untuk DAK Fisik dan Dana Desa diperuntukkan pada status jalan antar / dalam kabupaten serta jalan permukiman yang ada di desa. Untuk DAK Non Fisik dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan seperti pembayaran BOS serta Tunjangan Profesi Guru pada PNS Daerah. Sejauh ini pelaksanaan kegiatan telah berjalan sesuai dengan kewenangan yang ada. Sebagai contoh pada penyaluran Dana BOS, ada yang disalurkan melalui Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama dimana penyaluran yang di bawah Kementerian Pendidikan disalurkan langsung dari RKUN ke Rekening Sekolah sementara untuk yang di bawah kewenangan Kementerian Agama disalurkan melalui DIPA pada satker Kementerian Agama. Demikian pula dengan pemberian tunjangan profesi guru, untuk PNS Daerah disalurkan melalui DAK Non Fisik Dana TPG PNS Daerah dan Dana Tamsil melalui Rekening Kas Umum Daerah sementara yang terdapat pada satker Kementerian Agama disalurkan melalui DIPA satker.

 

VI. Analisis Tematik: Peran Fiskal dalam Peningkatan Kualitas SDM, Analisis Indeks Pembangunan Manusia.

Dalam mengukur suatu kesejahteraan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang umum digunakan, salah satunya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Peran pemerintah sebagai penyusun kebijakan sangat dibutuhkan untuk memberi kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperbaiki kualitas hidup melalui keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Terkait hal tersebut, perlu dianalisis pengaruh dari realisasi belanja pemerintah, yang direpresentasikan dengan variabel Belanja Fungsi Pendidikan, Fungsi Kesehatan dan Fungsi Ekonomi serta variabel Dana Alokasi Khusus sektor Pendidikan dan Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di DIY. Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda, diperoleh hasil bahwa ; (i) Belanja Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM, artinya jika belanja pendidikan ditingkatkan maka akan meningkatkan nilai IPM di DIY, (ii) Belanja Kesehatan berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap IPM, artinya besar pengeluaran belanja pemerintah bidang kesehatan ternyata belum berpengaruh secara nyata dalam peningkatkan IPM di DIY.; (iii) Belanja Ekonomi berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap IPM, artinya jika belanja pendidkan ditingkatkan maka akan meningkatkan nilai IPM di DIY.

 

VII. Rekomendasi Kebijakan

Terkait Analisis Sektor Unggulan dan Potensial : (i) Diperlukan adanya peningkatan Belanja yang Fokus pada Sektor Potensial Provinsi DIY yaitu sektor Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum melalui APBN (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian) dan APBD melalui Dinas Kesehatan, DPKP, Disdikpora, DPUPESDM, Diskop, DP3AP2, Diskominfo, BPBD, Badan Kesbangpol, SatpolPP, Bahubda Biro Tapem, Taman Budaya, Museum Sono Budoyo, Biro Bina Bermas, Dispar, serta (ii) penerapan standar protokol kesehatan pada semua destinasi wisata secara kolaboratif dan berkelanjutan, mendorong operasionalisasi terbatas sektor pariwisata dengan penerapan protokol kesehatan secara terpadu, Penguatan pasar domestik atau wisatawan lokal dengan tetap penerapan protokol kesehatan secara ketat pada semua destinasi wisata dan komponen pendukungnya

Penerbitan rekomendasi uji coba operasional terhadap destinasi wisata, Menumbuhkan dan merangsang MICE secara bertahap di wilayah DIY, Bekerjasama dengan lintas kewenangan secara kemitraan terkait reservasi online (Visiting Jogja), dan (iii) melakukan dinamisasi pasar, dan Perbaikan skema pembinaan pada KUMKM agar naik kelas, melalui revitalisasi SiBAKUL-JOGJA, serta melakukan kolaborasi lintas sektoral, lintas kewenangan, dan lintas kepentingan. Terkait Harmonisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, direkomendasikan : (i) Perlunya keselarasan antara RPJMN dengan implementasi rincian kegiatan yang dapat dikategorikan dalam prioritas nasional, (ii) Perlunya mitigasi resiko untuk optimalisasi capaian output terkait adanya kegiatan dengan capaian output lebih rendah dibanding capaian realisasi belanjanya serta memperhitungkan kejadian force major untuk kegiatan yang memiliki resiko tinggi Terkait analisis Tematik : Peran Fiskal dalam Peningkatan Kualitas SDM, Analisis Indeks Pembangunan Manusia, atas kondisi tersebut diberikan rekomendasi : (i) Diharapkan pemerintah baik pusat maupun daerah DIY untuk mengalokasikan lebih besar belanja pada fungsi kesehatan dan ekonomi, (ii) Isu terkait IPM adalah disparitas/ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Terkait hal tersebut perlu adanya penguatan sinergi antara pemerintah pusat, pemda dan pemerintah desa untuk memetakan, atau memutakhirkan data kemiskinan secara partisipatif yang mencerminkan aspek pendapatan dan pengeluaran rumah tangga sampai level desa, peningkatan efektivitas kebijakan, program, dan anggaran yang berorientasi pada pemerataan akses masyarakat terhadap kesempatan kerja dan kebijakan pengupahan yang layak dan berpihak pada kelompok marjinal, memacu pembangunan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah pinggiran dan berbasis pedesaan. Selanjutnya diharapkan Pemda dapat mengurangi simpanan di perbankan dan menggunakan dana tersebut untuk belanja daerah, serta perlunya menemukan peluang untuk membuka lapangan usaha baru dalam sektor industri, meningkatkan kerja sama dengan perusahaan pemerintah di wilayah Provinsi DIY, dan membangun perusahaan-perusahaan lokal dengan orientasi ekspor untuk meningkatkan pendapatan daerah serta menekan angka ketimpangan pendapatan.

 

Kajian Fiskal Regional D.I. Yogyakarta Tahun 2021 selengkapnya Klik Disini!

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 IKUTI KAMI

 PENGADUAN

 

Search