Kamis (13/9) bertempat di hotel Maqna kota gorontalo, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI menggelar seminar Edukasi Keuangan Inklusif dalam rangka peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan terkait keuangan inklusif.
Acara ini dihadiri Para Asisten, Kadis Sosial, PMD, Koperasi/UKM dan BPKAD, Pimpinan Instansi Vertikal, OJK, Civitas Akademika perguruan tinggi, dan Para pimpinan perbankan/asuransi serta LKBB se-Propinsi Gorontalo. Dalam welcoming remarks Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Gorontalo yang juga selaku Kepala Perwakilan Kemenkeu, Ismed Saputra, mengucapkan terimakasih atas dipilihnya gorontalo menjadi salah satu lokasi dilakukannya seminar tersebut.
Mengingat salah satu tugas kanwil DJPB adalah melakukan monitoring dan koordinasi terkait penyaluran KUR dan Kredit Ultra Mikro. Hal tersebut terkait perluasan akses kepada masyarakat untuk pembiayaan melalui perbankan dan lembaga keuangan bukan bank. Keuangan inklusif adalah kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal seperti tabungan, kredit, asuransi dan pasar modal.
Dalam sambutan sekaligus membuka acara seminar, Wakil Gubernur Gorontalo, Idris Rahim menyambut baik pelaksanaan Seminar Edukasi Keuangan Inklusif. Ia menilai edukasi semacam ini perlu terus dilakukan agar pemahaman keuangan lebih merata di seluruh lapisan masyarakat. “Rendahnya keuangan inklusif ini menjadi tugas dan tanggungjawab kita bersama untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat. Sebab setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan kemudahan akses terhadap produk finansial,” ujar Idris.
Wagub Idris menilai pemanfaatan produk perbankan sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendorong program penanggulangan kemiskinan. Selain itu, keuangan inklusif diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antar warga dan daerah. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional di mana presentasi penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 27,03 persen. Untuk Provinsi Gorontalo baru mencapai 19,51 persen, atau berada di urutan ke 32 dari 34 provinsi.
Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI, Ayu Sukorini menjelaskan, secara global World Bank menggelar survei untuk memperbandingkan 140 negara untuk Global Financial Indeks. 150 Ribu orang disurvei pada tahun 2017 lalu. Seminar ini diharapkan dapat meningkatkan akses produk keuangan salah satunya melalui transaksi keuangan nontunai kepada masyarakat dan pemerintah daerah.
“Tingkat keuangan inklusif di Indonesia yang dihitung kepemilikan rekening pada lembaga keuangan formal baru mencapai 48,9%, sementara dunia secara rata rata 69 persen dan negara-negara di ASEAN 50,64%. Artinya kita masih cukup tertinggal dengan negara lain,” terang Ayu. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia. Di antaranya dengan menerbitkan Perpres no. 82 tahun 2016 tentang strategi nasional keuangan inklusif.
Strategi kebijakan fiskal pemerintah lebih banyak diarahkan untuk program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Di antaranya dengan penyaluran program bantuan sosial nontunai yang lebih tepat sasaran, peningkatan akses permodalan dan daya saing UMKM serta optimalisasi dana Badan Layanan Umum (BLU).
Acara diskusi Panel menghadirkan Pembicara, Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan - Menko Perekonomian, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan - Kemenkeu, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran - Bank Indonesia, Dan Asisten Deputi Kompensasi sosial - Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Pemaparan para narasumber diikuti seluruh peserta dengan baik terbukti banyaknya pertanyaaan dan masukan yang disampaikan oleh peserta seminar. acara ditutup pukul 12.30 dengan penyerahan plakat dari perwakilan kemenkeu kepada seluruh narasumber.