Jl. Mayjen D.I. Panjaitan No. 24 Banjarmasin

Berita

Seputar Kanwil DJPb

PENGAJIAN BULANAN ":MUHASABAH DIRI"

Banjarmasin (29/12 2021) Bertempat di Mushola Al Ihsan Bidang Kerohanian Islam Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinisi Kalimantan Selatan melaksanakan kegiatan pembinaan mental pegawai berupa pengajian rutin bulanan. Acara di awali dengan sholat ashar berjamaah dilanjutkan dengan ceramah agama dengan tema Muhasabah diri menjelang akhir tahun oleh Ust H Mohammad Mobarok, S.HI., M.Si dengan pembaca ayat suci Al-Qur’an ust Fuad

Dalam ceramahnya beiau menyampaikan materi tentang muhasabah diri dengan menyampaikan pertanyaan apakah sebenarnya kita sudah bertaqwa. Untuk mencapai derajad taqwa tidak cukup hanya menyatakan dirinya berislam dan beriman tetapi juga ihsan tiga2 nya merupakan satu kesatuan yang harus ada pada diri seorang muslim. Iman tidak cukup hanya diucapkan dan dibenarkan dalam hatinya tetapi perlu amal sholeh/kebaikan  yang dilaksanakan secara ihsan merasa diawasai oleh Allah, semat-mata mengharap ridho-Nya dan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap akhlaqnya mampu menjauhkan dari perbuatan mungkar. Banyak kita jumpai orang yang rajin sholat, puasa, haji tetapi dihatinya masih tersimpan rasa sombong atau riya suka menyakiti saudaranya , apa yang dilakukannya belum memberikan perubahan prilakunya.

Muhasabah atau introspeksi diri adalah kata yang hakikatnya sering disalahpahami oleh mayoritas orang. Mereka beranggapan introspeksi diri adalah mengingat perbuatan dosa yang telah dilakukan, dengan menyesali (nadamah) dan menangisinya (buka’). Padahal, pengertian tersebut bukanlah termasuk ke dalam muhasabah. Namun itu adalah salah satu dari syarat-syarat taubatan nasuhan (taubat yang murni). Merujuk kepada hadits Rasulullah saw. Tentang hakikat muhasabah, akan kita temukan yang dimaksud dengan muhasabah adalah memaksakan diri dan menundukkannya agar taat melaksanakan semua perintah Allah SWT. sebagai bekal di akhirat (Asep Sulhadi, 2007). Sesuai dengan konsep ini maka kita harus mengarahkan diri kita untuk selalu tunduk dengan perintah Allah SWT. dan Rasul-Nya, Muhammad saw. Dengan demikian diharapkan kita mampu melakukan muhasabah diri (introspeksi) yang hakiki. Sehingga kita dapat mengontrol semua tindakan kita agar selalu berada di jalan yang diridhoi Allah SWT.

Merujuk kepada pengertian introspeksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dsb) diri sendiri; mawas diri. Kita dapat simpulkan bahwa muhasabah itupun berarti sebuah upaya untuk menilai semua tindakan kita secara menyeluruh yang kemudian mengilhami manusia untuk melakukan perbaikan (ishlah). Dengan demikian kita akan selalu dalam kondisi yang stabil karena perbuatan kita terkontrol melalui muhasabah yang secara kontinyu kita lakukan. Muhasabah pada prinsipnya adalah koreksi terhadap tindakan kita selama ini dan berusaha melakukan renovasi menuju akhlak yang lebih baik. Dan mengekang nafsu kita dari hal-hal yang berbau maksiat serta memaksakan diri untuk tunduk dan taat terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya

 Ada sebuah kisah menarik yang dapat kita petik hikmahnya. Hiduplah seorang tabi’in shaleh yang bernama ‘Atha as-Salami. Suatu hari Atha bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh si penjual kain, kemudian penjual kain itu berkata, “Wahai Atha, sesungguhnya yang engkau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya.” Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Karena menurut ‘Atha kain itu sudah ia tenun dengan baik dan bagus serta tidak ada cacatnya. Melihat Atha menangis, penjual kain itu berkata, “Wahai Atha sahabatku, aku mengatakan yang sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak jadi membelinya. Kalaulah karena itu (cacatnya kain tenunan) engkau menangis, maka biarlah aku akan tetap membeli kainmu itu dan membayarnya dengan harga yang pas.”

Tetapi tawaran itu dijawab Atha, “Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis dikarenakan kainku ada cacatnya? Ketahuilah, sesungguhnya aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis karena menyangka bahwa kain yang telah kubuat berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi dimatamu sebagai ahli tenun terlihat ada cacatnya. Begitulah aku menangis kepada Allah, dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang kulakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya. Tetapi, mungkin dalam pandangan Allah sebagai ahlinya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis.

Ada dua hikmah yang dapat kita ambil dari kisah diatas. Pertama, kita harus sering melakukan muhasabah terhadap segala amal kebaikan yang telah kita kerjakan. Karena boleh jadi amalan yang selama ini kita anggap baik justru tidak artinya di sisi Allah SWT. Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam kitabnya yang berjudul Ruhaniyatud-Da’iah menjelaskan hakikat muhasabah sebagai berikut, “Hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amal untuk mendapatkan ridha Allah atau apakah amalanya disusupi sifat ria’?. Kedua, jangan bersandar kepada amal yang telah kita lakukan untuk dapat masuk kesurganya Allah SWT. Kita harus bersandar kepada rahmat dan ampunan Allah SWT.

Oleh karena itu, selayaknya jika kita harus selalu merasa randah dan menanggap bahwa ibadah kita masih jauh dari kesempurnaan. Sebab bisa jadi amalan yang kita lakukan selama ini tidak berarti apa-apa di sisi Allah karena kesombongan dan kelalaian hati kita. Sehingga kita bisa melakukan ibadah dengan semaksimal mungkin dengan niat yang tulus untuk mencapai cinta Tuhan (mahabbah).

Begitu pentingnya muhasabah dalam hidup ini maka sudah sewajarnya kita selalu melakukannya setiap waktu. Terlebih setiap selesai melakukan suatu amal perbuatan supaya perbuatan sehari-hari (amaliyyah yaumiyyah) kita diterima dan bersih rasa sombong dan riya’ yang dapat menggugurkan pahala. Dengan membiasakan diri bermuhasabah berarti kita telah berusaha meningkatkan kualitas iman kita kenuju kesempurnaan. Bahkan kita pun akan menjadi orang yang beruntung di hari perhitungan amal (yaum al hisâb) nanti karena sedikit banyak kita telah memperhitungkan (membuat perhitungan) amal kita di dunia. Insya Alla.

Umar bin Al Khatab pernah berkata, ”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (hâsibû qobla an tuhâsabû)”. Oleh karenanya kita harus selalu mengintrospeksi amal kita dari waktu ke waktu secara terus menerus sebelum pada akhirnya nanti kita akan dihisab di akhirat. Dengan demikian kita akan mendapatkan kesempurnaan ibadah dan mampu menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dan akhirnya, semoga kita menjadi golongan orang yang selalu berbenah diri, memperoleh catatan amal dari sebelah kanan serta mendapat ampunan dari Allah SWT. atas dosa yang telah kita perbuat. Amin ya Robbal ‘âlamîn. Wallâhu a’lamu bi ash shawâb.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

Search