Kita sudah melalui tahun anggaran 2018 dan beberapa hari lagi kita juga akan melewati batas akhir Triwulan I Tahun Anggaran 2019. Lalu bagaimana dengan kondisi keuangan, khususnya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, di Provinsi Sulawesi Tengah tercinta ini? Apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan harapan dan target serta berdampak positif terhadap geliat ekonomi di Sulawesi Tengah, apalagi setelah daerah ini mendapat cobaan gempa bumi, tsunami dan likuifaksi yang dahsyat pada September lalu? Data keuangan APBN khususnya Provinsi Sulawesi Tengah dikelola oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah. Penulis mencoba menggambarkan kondisi dana APBN yang digelontorkan oleh Pemerintah Pusat untuk Sulawesi Tengah dari data-data yang berhasil dihimpun dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah.
Bila kita flashback ke tahun 2018, Provinsi Sulawesi Tengah sangat tangguh dalam mengeksekusi dana APBN yang digunakan untuk membiayai program-program dan kegiatan-kegiatan pemerintah. Hal ini terlihat dari total realisasi APBN yang diserap, yaitu sebesar 94,14 % dan berhasil melampui target nasional sebesar 90 %. Namun demikian, kendala bencana alam menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan belanja modal khususnya di wilayah Palu, Sigi dan Donggala yang sangat terdampak dengan adanya bencana tersebut. Pada akhir tahun 2018, tercatat bahwa belanja modal dapat direalisasikan sebesar 89,21 % hampir mendekati target nasional 90 %. Bagaimana dengan tahun anggaran berjalan saat ini?
Dana APBN untuk Sulawesi Tengah menunjukkan tren yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan untuk tahun 2019 ini, pagu awal wilayah Sulawesi Tengah mengalami kenaikan hampir 10 % daripada pagu awal tahun 2018, yaitu 10,441 Triliun di tahun 2018 menjadi 11,452 Triliun di tahun 2019. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya penambahan anggaran lagi di bulan-bulan berjalan mengingat dana APBN yang diterima saat ini merupakan hasil rencana penganggaran sebelum terjadinya bencana. Namun yang semestinya mendapat perhatian lebih dari kita semua adalah bagaimana kualitas penyerapan anggaran tersebut, tidak hanya seberapa besar anggaran yang diterima.
Tren penyerapan anggaran di Sulawesi Tengah yang dianalisis oleh penulis dengan mengambil data realisasi lima tahun sebelumnya menggambarkan bahwa penyerapan anggaran cenderung rendah di awal tahun, bahkan masih rendah di Triwulan I, kemudian sedikit meningkat saat mendekati hari raya Idul Fitri dan setelahnya cenderung menurun lagi. Kemudian, penyerapan anggaran akan meningkat drastis di akhir tahun anggaran, sehingga terkesan terjadi penumpukan di akhir tahun anggaran. Hal ini sepertinya akan terulang kembali di tahun 2019 ini. Data yang penulis dapatkan sampai dengan pertengahan Maret 2019 menunjukkan bahwa realisasi anggaran masih berada di bawah 4 %, masih jauh dari target nasional untuk Triwulan I sebesar 15 %. Padahal dari sisi manajemen keuangan negara, belanja pemerintah merupakan salah satu faktor utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintah daerah, termasuk di Sulawesi Tengah, untuk berkomitmen dalam melaksanakan APBN dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi demi terciptanya masyarakat adil dan makmur.
Belanja pemerintah seharusnya berperan sebagai countercyclical dalam keuangan negara. Artinya adalah belanja pemerintah dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di saat belanja masyarakat cenderung turun, dan begitupun sebaliknya. Kejadian ini biasanya terjadi di awal-awal tahun anggaran di mana tingkat belanja masyarakat masih menunjukkan angka yang kurang signifikan. Saat hal tersebut dialami, seharusnya belanja pemerintahlah yang dioptimalkan untuk bisa senantiasa memacu pertumbuhan ekonomi. Namun yang terjadi di beberapa daerah, termasuk Sulawesi Tengah, belanja pemerintah kurang optimal dalam menjalankan peran countercyclical tersebut.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa saat ini kita menggunakan konsep anggaran yang berdasarkan kinerja. Hal ini berarti bahwa pengukuran kualitas anggaran tidak hanya dianggap baik saat belanja itu selesai dilaksanakan atau saat kegiatan produksi barang/jasa/layanan pemerintah selesai direalisasikan. Namun pelaksanaan anggaran akan dianggap baik saat anggaran dimaksud dapat menghasilkan output dalam bentuk barang/jasa/layanan pemerintah, yang selanjutnya akan memberikan outcome atau manfaat, hingga akhirnya akan memberikan impact atau dampak bagi masyarakat di suatu daerah. Prinsip manajemen pengeluaran pemerintah pun menyebutkan bahwa sebaiknya pemerintah sudah mulai mendorong dan menggerakkan belanja pemerintah sejak dimulainya awal tahun anggaran. Karena diharapkan output tersebut sudah dapat direalisasikan pada Triwulan I dan II, sehingga masyarakat sudah dapat menikmati outcome/manfaatnya pada Triwulan II sampai dengan Triwulan IV dan merasakan impact/dampak dari dana APBN dimaksud pada Triwulan III dan IV. Jadi akan sangat disayangkan bila terjadi penumpukan anggaran di akhir tahun yang berakibat masyarakat tidak dapat menikmati hasil APBN pada tahun berkenaan karena untuk tahun berikutnya pemerintah sudah memiliki program-program lain yang telah direncanakan. Inilah tantangan bagi satuan kerja di Sulawesi Tengah untuk dapat berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui optimalisasi belanja pemerintah demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tengah. Bagaimana cara dan teknis pelaksanaannya di lapangan?
Tentunya diperlukan komitmen dan tanggung jawab penuh dari semua pihak dalam menjalankan APBN ini. Hal yang biasanya terjadi adalah pergantian pimpinan atau pejabat yang terkadang menghambat eksekusi program-program yang telah direncanakan. Memang pergantian pimpinan adalah salah satu hal yang tidak bisa dihindari dalam tata kelola pemerintahan, namun ada baiknya bila pergantian pejabat/pimpinan segera diikuti dengan tertib administrasi dan adaptasi yang cepat dari pejabat yang baru untuk segera menjalankan program-program yang telah direncanakan sebelumnya. Kalaupun memang diperlukan perubahan kegiatan atau program, sebaiknya segera dikomunikasikan dan dikoordinasikan agar dana anggarannya dapat segera disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Selain itu, diperlukan juga sinergi dan koordinasi yang kuat antara kantor pusat dengan kantor daerah dalam menetapkan petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan kegiatan. Diperlukan komunikasi aktif dari kantor daerah untuk segera mendapatkan juknis dimaksud, dan sebaiknya jangan pasif menunggu hingga juknis dimaksud disampaikan oleh kantor pusat. Begitu juga dengan kantor pusat, sebaiknya saat dokumen pelaksanaan anggaran telah disetujui, baiknya dilampirkan sekaligus dengan juknis pelaksanaan kegiatan yang mudah dipahami, dilaksanakan dan akuntabel serta memuat jadwal kegiatan selambat-lambatnya pada akhir Triwulan I sehingga keterlambatan pelaksanaan kegiatan dapat dihindari.
Akhir kata penulis mengajak semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan APBN untuk berkomitmen penuh dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanat APBN demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tengah yang lebih baik lagi. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Data Penulis:
Nama : Satrio Dimas Hendrawan
TTL : Semarang, 11 April 1984
Alamat : Perumahan Dinas Kanwil Ditjen Perbendaharaan Sulawesi Tengah Jl. S. Parman 45 G
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Kristen
Pekerjaan : Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran, Kanwil DJPb Prov Sulteng
No HP : 0812 8637 7184
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Pendidikan : MBA (Western Michigan University, USA)