Oleh : Danan Dwi Mulyono, S.H.,M.Si.
Almarhum kakek saya dulu pernah melarang saya untuk kuliah di Fakultas Hukum, alasan beliau cukup sederhana, yakni mengutip sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam salah satu hadits yang artinya kurang lebih berbunyi “Qadhi (penentu keputusan) itu ada tiga, satu di surga dan dua di neraka. Yang di surga adalah Qadhi yang tahu kebenaran lalu memberikan keputusan dengannya. Sedang Qadhi yang tahu kebenaran lalu zhalim dalam keputusannya, maka ia di neraka. Begitu pula, Qadhi yang memberi keputusan tanpa ilmu, ia di neraka” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kutipan cerita pengalaman penulis di atas bukan bertujuan membahas apalagi mempertentangkan pendapat kakek saya tersebut di atas, melainkan ingin membuka khazanah pemikiran kita bahwa, siapapun dan dengan profesi sebaik atau sehebat apapun tetap bisa terjebak pada kesalahan, termasuk pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang kita kenal dengan APBN.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ketika memberikan sambutan dalam kegiatan Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2019, menyampaikan “Harus dipastikan bahwa penggunaan anggaran memberikan manfaat yang optimal dan seluas-luasnya bagi masyarakat. Artinya, fokus pada outcome bukan sekedar output”. Selanjutnya beliau juga menyampaikan pesan antara lain ; 1) Persiapkan program-program untuk 2019 dengan baik, dan manfaatkan e- procurement, e-catalog di LKPP; 2) Alokasi anggaran harus fokus untuk kegiatan utama, bukan habis untuk kegiatan-kegiatan pendukung ; 3) Pastikan semua program berjalan dengan maksimal dan baik ; 4) Setiap rupiah dari APBN 2019 ini harus betul-betul digunakan untuk kepentingan rakyat ; 5) Optimalkan dukungan dari aparat pengawas intern, dan pastikan APBN kita ini dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat dari pusat sampai ke tingkat desa.
Salah urus dana APBN tidak selalu didominasi oleh niat jahat, tapi bisa juga karena ketidaksiapan serta kekurangfahaman para pengelola anggaran. Untuk itu diperlukan pemahaman yang baik tentang tata kelola APBN terutama bagi Satuan Kerja (Satker) yang mendapat amanah untuk mengelola dana APBN yang tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Mari kita simak dan renungkan bersama cara atau strategi yang jitu dalam pencairan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) agar tidak salah urus. terutama bagi pejabat perbendaharaan di masing masing Satker di bawah Kementerian/Lembaga atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah.
Meneliti kebenaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
DIPA sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran negara setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Alokasi dana yang tertuang dalam DIPA merupakan batas tertinggi pengeluaran negara yang berlaku untuk 1 (satu) tahun anggaran, yakni mulai 01 Januari sampai dengan 31 Desember. Pada awal tahun anggaran atau sebelum melakukan kegiatan yang berakibat pada pengeluaran negara, atau setelah diterimanya DIPA, para pengelola anggaran diwajibkan untuk melakukan reviu atau penelitian atas segala aspek yang tertuang dalam DIPA untuk memastikan kebenaran alokasi, kegiatan maupun akun (mata anggaran). Ketika terdapat kesalahan, maka dapat
segera melakukan revisi agar pelaksanaan kegiatan selanjutnya dapat berjalan dengan lancar.
Penetapan Pejabat Perbendaharaan Secara Lebih DIni
Yang dimaksud dengan Pejabat Perbendaharaan adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) dan Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu (BP/BPP). Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-190/MK.05/2012 tanggal 29 November 2012 Tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Keterlambatan dalam penetapan Pejabat Perbendaharaan akan berakibatnya terhambatnya kegiatan yang mengakibatkan pengeluaran negara. Kalau Surat Keputusan (SK) Penetapan Pejabat Perbendaharaan dianalogikan dengan Surat Ijin Mengemudi (SIM) bagi pengguna kendaraan tentu sangat berbeda, karena satu-satunya cara Satker mencairkan dana DIPA adalah berurusan dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan (KPPN) dan tidak ada jalan alternatif apalagi jalan tikus untuk menghindari petugas KPPN. Tegasnya, jangankan SK untuk KPA atau PPK, ketiadaan SK Petugas Pengantar SPM-pun tidak akan dilayani oleh petugas KPPN.
Ketepatan Waktu Penyampaikan Data Kontrak ke KPPN
Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OM-SPAN) merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam rangka memonitor pelaksanaan anggaran baik belanja maupun pendapatan. Khusus untuk KPPN Palu, dalam periode tahun anggaran 2018 menurut data OM-SPAN terdapat 2.966 kontrak yang disampaikan oleh satker mitra kerja ke KPPN Palu, dan yang terlambat menyampaikan data kontrak sebanyak 842 kontrak dengan berbagai alasan antara lain KPA/PPK sedang dinas luar kota, belum memahami prosedur, data dari penyedia belum lengkap, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu dalam rangka mendukung tata kelola pelaksanaan anggaran yang lebih baik dan tertib. satker diharuskan menyampaikan data kontrak paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak ditandatangani kontrak tersebut ke KPPN, selanjutnya KPPN mencatanya ke dalam kartu pengawasan kontrak. Dalam hal terjadi addendum atau pembatalan kontrak, Satker dapat mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor : PER-
58/PB/2013 tentang Pengelolaan Data Supplier dan Data Kontrak dan SPAN. Di samping itu pula, Satker agar memastikan data kontrak sudah terdaftar di SPAN sebelum mengajukan SPM-LS kontraktual.
Patuh dan konsekuen dalam mengajukan Rencana Penarikan Dana (RPD)
Salah satu strategi Direktorat Jenderal Perbendaharan dalam memperbaiki tata kelola Kas Negara adalah dengan memberlakukan Rencana Penarikan Dana (RPD) untuk tagihan ke KPPN dengan nilai kotor tagihan lebih dari Rp 1.000.000.000. Fungsi utama diberlakukannya RPD diantaranya adalah untuk memberikan informasi bagi BUN/Kuasa BUN untuk pengelolaan likuiditas. Mengapa likuiditas kas sangat dibutuhkan? APBN secara sederhana adalah rencana penerimaan dan pengeluaran negara dalam setahun, artinya dana untuk membayar Surat Perintah Membayar (SPM) dari Satker dalam kondisi tertentu tidak selalu tersedia, sehingga kalau jauh-jauh hari Satker mengajukan RPD, maka Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara punya ruang dan waktu menyediakan dana dimaksud.
Tertib dan Konsisten Dalam Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP)
Kita tentu pernah mendengar Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2014, dari berbagai literasi diperoleh alasan mengapa Bank Indonesia mendorong GNNT dimaksud, diantaranya adalah untuk kemanan, kemudahan, efisiensi dan mempunyai daya terima sampai di luar negeri.
Demikian pula halnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan mendorong semua satker agar membiasakan bertransaksi non tunai terutama untuk mekanisme penggunaan Uang Persediaan, maka lahirlah program kartu kredit pemerintah (credit card corporate) yang bertujuan mirip dengan GNTT-nya Bank Indonesia, yakni antara lain : 1). Meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara 2). Meningkatkan keamanan dalam bertransaksi 3). Mengurangi potensi fraud dari transaksi secara tunai 4). Mengurangi idle cash dari penggunaan Uang Persediaan (UP).
Kita harus sama-sama menyadari bahwa, alokasi dana yang tertuang dalam DIPA adalah merupakan amanah rakyat yang harus kita jaga bersama. Karena dengan semakin baiknya manajemen idle cash, semakin besar multiplier effectnya bagi kesejahteraan rakyat. Untuk itu, diharapkan dalam mengelola UP-nya, semua satker mitra kerja KPPN Palu menggunakan Kartu Kredit Pemerintah.
Demikian strategi pencairan dana APBN tahun 2019 yang berada di Lingkup pembayaran KPPN Palu, semoga berguna dalam rangka mendukung pemerintah agar semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Palu dan Indonesia. Palu bangkit! Palu bisa!.
Penulis adalah Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal KPPN Palu.