Gedung Prijadi Praptosuhardjo III B Lantai 2
JI. Wahidin II No. 3, Jakarta Pusat 10710

Pengajuan SPM UP

Uang Persediaan adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepaada Bendahara Pengeluaran untuk membiayayi kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan mekanisme  Pembayaran LS.
Dasar Hukum
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.05/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah
Biaya
Rp. 0,- (nol rupiah) atau Tidak Dipungut Biaya
Ketentuan Penggunaan UP
  1. Untuk membayar pengeluaran operasional Satker atau pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS.
  2. UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran:
    1. Belanja Barang (akun 52);
    2. Belanja Modal (akun 53);
    3. Belanja Lain-lain (akun 58).
  3. UP yang diajukan berupa :
    1. UP Tunai adalah UP yang diberikan dalam bentuk uang tunai kepada Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu melalui rekening Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu.
    2. UP Kartu Kredit Pemerintah adalah uang muka kerja yang diberikan dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu.
  4. Besaran UP yang dikelola Satker sesuai dengan kebutuhan UP dalam 1 bulan paling banyak 1/12 dari pagu jenis belanja yang dapat dibayarkan melalui UP untuk masing-masing sumber dana dalam DIPA. Besaran UP paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  5. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan UP melampaui besaran dengan mempertimbangkan:
    1. frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama1 (satu) tahun; dan
    2. perhitungan kebutuan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan.
  6. Proporsi UP diatur sebagai berikut :
    1. Besaran UP tunai sebesar 60% (enam puluh persen) dari besaran UP.
    2. Besaran UP kartu kredit pemerintah sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran UP.
  7. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat memberikan persetujuan atas perubahan proporsi UP Kartu Kredit Pemerintah berupa kenaikan atau penurunan proporsi UP Kartu Kredit Pemerintah dengan pertimbangan sebagai berikut:
    1. Kenaikan
      1. kebutuhan penggunaan UP Kartu Kredit Pemerintah dalam 1 (satu) bulan yang melampaui besaran UP Kartu Kredit Pemerintah; dan
      2. frekuensi penggantian UP Kartu Kredit Pemerintah tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dalam 1 (satu) tahun.
    2. Penurunan
      1. kebutuhan penggunaan UP Tunai dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP Tunai;
      2. frekuensi penggantian UP Tunai tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dalam 1 (satu) tahun; dan
      3. terbatasnya penyedia barang/jasa yang menerima pembayaran dengan Kartu Kredit Pemerintah melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA.
  8. Pembayaran dengan UP kepada setiap penerima hak pembayaran paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
  9. Batasan besaran pembayaran dikecualikan untuk:
    1. pembayaran honorarium;
    2. perjalanan dinas;
    3. kegiatan di luar negeri;
    4. kegiatan kepresidenan/wakil presiden;
    5. kegiatan yang menyangkut rahasia negara/intelijen;
    6. Pengadaan Barang/Jasa Penyedia di luar negeri;
    7. iuran organisasi internasional;
    8. kegiatan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewa Perwakilan Rakyat Daerah;
    9. penanganan terorisme;
    10. pengadaan alat utama sistem senjata TNI/alat peralatan pertahanan keamanan; dan
    11. penanganan bencana
    12. kegiatan lain setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
  10. Satker mengajukan revolving UP tunai paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan setelah digunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen).
Sanksi
  1. Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA, dalam hal 2 (dua) bulan sejak SP2D-UP untuk keseluruhan UP Satker diterbitkan belum dilakukan pengajuan penggantian UP.
  2. Dalam hal setelah 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan belum dilakukan pengajuan penggantian UP, Kepala KPPN memotong UP sebesar 25% (dua puluh lima persen).
  3. Dalam hal 1 (satu) bulan setelah surat pemberitahuan pemotongan KPA tidak memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara, Kepala KPPN memotong UP sebesar 50% (lima puluh persen).
Alur Pengajuan UP ke KPPN
pengajuan-up.jpg
Alur Pembuatan SPM-UP pada SAKTI
alur-pengajuan-up-sakti.jpg

UP Tunai (Rupiah Murni)

Syarat Pengajuan UP Tunai Rupiah Murni
Satker harus sudah menyelesaikan kewajiban administrasi Tahun Anggaran Sebelumnya, antara lain :
  1. Sisa UP/TUP tahun anggaran sebelumnya sudah nihil;
  2. Sudah melakukan rekonsiliasi UAKPA bulan Desember TA sebelumnya;
  3. Sudah menyampaikan LPJ Bendahara bulan Desember TA sebelumnya;
  4. Sudah menyampaikan syarat-syarat awal tahun anggaran (SK Pejabat Pengelola Keuangan & Spesimen Tanda Tangan)
Syarat Pengajuan SPM-UP
  1. Surat Pernyataan UP dari KPA kemudian diupload di dokumen pendukung Surat Pernyataan UP.
  2. Surat Persetujuan Porsi UP Kartu Kredit Pemerintah (KKP) kemudian diupload di dokumen pendukung LAINNYA.
  3. Surat Pernyataan akan Menyelesaikan Rekonsiliasi (jika SPM UP diajukan sebelum open period rekonsiliasi bulan Desember dibuka) kemudian diupload di dok. pendukung LAINNYA.
  4. Copy persetujuan rekening dari KPPN (untuk rekening bendahara baru) kemudian diupload di dok. pendukung LAINNYA.

UP Kartu Kredit Pemerintah (KKP)

Jenis-Jenis KKP
  1. KKP Perjalanan Dinas Jabatan digunakan untuk pengeluaran yang termasuk dalam komponen biaya berjalanan dinas. Batas maksimal untuk jenis kartu ini adalah Rp20 juta untuk masing masing kartu. KKP-PD dapat dipergunakan untuk :
    1. pembayaran biaya transport (tiket, dll);
    2. penginapan; dan/ atau
    3. sewa kendaraan dalam kota.
  2. KKP Belanja Operasional serta Belanja Modal yang biasanya dipegang oleh Pejabat Pengadaan satker, digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional kantor (belanja barang) dan belanja modal dengan maksimal pembayaran kepada 1 rekanan paling banyak sebesar Rp50 juta. Batas maksimal untuk jenis kartu ini adalah Rp50 juta dan dapat dinaikkan sampai dengan Rp200 juta. KKP-BO dapat dipergunakan untuk :
    1. belanja barang operasional, antara lain belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya;
    2. belanja barang non operasional, antara lain belanja bahan dan belanja barang non operasional lainnya;
    3. belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi;
    4. belanja sewa;
    5. belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, dan belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya;
    6. belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, antara lain belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus non-pertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya;
    7. belanja pemeliharaan lainnya, antara lain belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya; dan/ atau
    8. belanja modal.
Batasan Belanja Menggunakan Dana UP-KKP
  1. Batasan belanja (limit) KKP dalam rangka keperluan belanja operasional dan belanja modal untuk pertama kali diberikan paling banyak sebesar Rp50 juta untuk setiap kartu kredit dalam 1 (satu) bulan.
  2. Batasan belanja (limit) KKP dalam rangka keperluan belanja perjalanan dinas jabatan untuk pertama kali diberikan paling banyak sebesar Rp20 juta untuk setiap kartu kredit dalam 1 (satu) bulan.
  3. Total batasan belanja (limit) KKP Satker paling banyak sebesar UP Kartu Kredit Pemerintah yang telah disetujui.
  4. Total besaran UP-KKP, penggunaan UP-KKP dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP KKP.
  5. Pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP-KKP adalah paling banyak 40% dari pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP.
  6. Penggunaan KKP untuk keperluan belanja barang operasional serta belanja modal dilakukan dengan nilai belanja paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk 1 (satu) penerima pembayaran untuk transaksi pengadaan barang/jasa yang merupakan produk dalam negeri yang disediakan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui sarana:
    1. katalog elektronik dan toko daring yang disediakan oleh LKPP; dan
    2. marketplace berbasis platform pembayaran pemerintah.
Pelaksanaan Pembayaran dengan KKP
  1. Pemegang KKP melakukan belanja, dengan ketentuan sebagai berikut :
    1. Belanja menggunakan KKP dilakukan sesuai jenis KKP-nya
    2. Sebelum melakukan pembayaran menggunakan KKP, terlebih dahulu harus dipastikan bahwa transaksi menggunakan KKP tersebut tidak dikenakan charge oleh merchant (toko/penyedia barang/jasa).
    3. Pemegang KKP mengumpulkan dokumen berupa :
      • Tagihan (e-billing)/Daftar Tagihan Sementara;
      • Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas/Perjanjian/Kontrak; dan
      • Bukti-bukti pengeluaran (kuitansi/bukti pembelian).
    4. Daftar Tagihan Sementara sebagaimana dimaksud di atas, dihasilkan dari sistem perbankan Bank Penerbit KKP.
    5. Kuitansi/bukti pembelian disertai dengan faktur pajak, Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau Bukti Penerimaan Negara (dalam hal pajak telah disetor Penyedia Barang/Jasa) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    6. Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, Pemegang KKP membuat :
      • Daftar Pengeluaran Riil (DPR) kegiatan operasional dan belanja modal dengan KKP; dan/atau
      • Daftar Pengeluaran Riil (DPR) kegiatan perjalanan dinas jabatan dengan KKP.
    7. DPR sebagaimana dimaksud di atas, dibuat menggunakan Aplikasi SAKTI.
  2. Pengujian Oleh PPK :
    1. Pemegang KKP menyampaikan DPR Kegiatan Operasional dan Belanja Modal dan/atau DPR Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan dilampiri dokumen, berupa Tagihan (e-billing) / Daftar Tagihan Sementara, Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas/Perjanjian/ Kontrak; dan bukti-bukti pengeluaran (kuitansi/bukti pembelian), kepada PPK paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah Tagihan (e-billing) / Daftar Tagihan Sementara diterima dari Bank Penerbit KKP.
    2. Berdasarkan DPR Kegiatan Operasional dan Belanja Modal dan/atau DPR Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan beserta dokumen sebagaimana tersebut di atas, PPK melakukan pengujian terhadap :
      • Kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN;
      • Kebenaran materiil dan perhitungan bukti-bukti pengeluaran;
      • Kebenaran perhitungan Tagihan (e-billing) / Daftar Tagihan Sementara termasuk memperhitungkan kewajiban penerima pembayaran kepada negara;
      • Kesesuaian perhitungan antara bukti pengeluaran dengan tagihan (e-billing) / daftar tagihan sementara;
      • Kesesuaian jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan KKP; dan
      • Kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa dalam perjanjian/ kontrak, dokumen serah terima barang/jasa, dan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa.
    3. Berdasarkan hasil pengujian, PPK mengesahkan sebagian/seluruhnya bukti-bukti pengeluaran dan menerbitkan Daftar Pembayaran Tagihan (DPT) KKP melalui SAKTI.
  3. Penolakan Bukti-Bukti Pengeluaran oleh PPK :
    1. Dalam hal terdapat bukti-bukti pengeluaran yang tidak memenuhi ketentuan, PPK menolak bukti-bukti pengeluaran yang disampaikan oleh Pemegang KKP;
    2. Penolakan bukti-bukti pengeluaran tersebut disampaikan kepada Pemegang KKP melalui Surat Pemberitahuan Penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah DPR dan dan dokumen lampirannya diterima.
    3. Surat Pemberitahuan Penolakan sebagaimana dimaksud, dibuat sesuai dengan format yang ditetapkan dalam PMK-196/PMK.05/2018.
  4. Penerbitan SPBy oleh PPK :
    1. Berdasarkan DPT KKP yang telah diterbitkan, PPK atas nama KPA menerbitkan SPBy paling lambat 2 hari kerja setelah DPT KKP ditetapkan.
    2. PPK menyampaikan SPBy kepada BP/BPP paling lambat 1 hari kerja setelah diterbitkan, dilampiri dengan dokumen sebagai berikut :
      • Surat Tugas/Perjalanan Dinas/Surat Perjanjian/ Kontrak;
      • Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan oleh PPK;
      • Faktur pajak dan/atau SSP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
      • Nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang telah disahkan oleh PPK;
      • DPT-KKP yang telah ditetapkan oleh PPK; dan
      • Tagihan (e-billing)/ Daftar Tagihan Sementara.
  5. Pengujian SPBy oleh Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
    1. Berdasarkan SPBy beserta lampirannya yang diterima dari PPK, BP/BPP melakukan :
      • Pengujian SPBy;
      • Pengujian ketersediaan dana UP KKP; dan
      • Penyusunan daftar pungutan/potongan/pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy.
    2. Pengujian SPBy meliputi :
      • Penelitian kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
      • Pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi : Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran, Nilai tagihan yang harus dibayar; Jadwal waktu pembayaran; dan Ketersediaan dana yang bersangkutan.
      • Pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian/kontrak; dan
        Pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit).
  6. Penerbitan SPP GUP-KKP

UP Tunai Sumber Dana PNBP

Ketentuan Khusus SPM UP Dana PNBP
  1. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran.
  2. Pembayaran UP/TUP untuk Satker Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
  3. Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000,-
  4. Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000,-
  5. Penggantian UP atas pemberian UP dilakukan setelah Satker pengguna PNBP memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP paling sedikit sebesar UP yang diberikan.
  6. Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari Satker pengguna, dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA disahkan dan berlaku efektif.
Syarat Pengajuan SPM-UP Tunai PNBP
  1. Surat Pernyataan UP dari KPA kemudian diupload di dokumen pendukung Surat Pernyataan UP.
  2. Surat Persetujuan UP dari Kepala KPPN Jakarta I kemudia diupload di dokumen pendukung LAINNYA.
  3. Bukti setor PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN (khusus untuk satker dengan PNBP Tidak Terpusat) kemudian diupload di dok. pendukung LAINNYA.
  4. Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) diupload di dokumen pendukung LAINNYA.
Formula Pencairan Dana PNBP (MP)
MP = (PPP x JS) – JPS
 

MP

:

Maksimum Pencairan.

PPP

:

Proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

JS

:

Jumlah Setoran

JPS

:

Jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan

UP Tunai Sumber Dana SBSN

Ketentuan UP Tunai untuk Dana SBSN
  1. Pelaksanaan pembayaran atas kegiatan yang dibiayai dengan SBSN pada awal tahun dilaksanakan setelah diterbitkannya surat pemberitahuan ketersediaan dana pada Reksus SBSN dari DJPb c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Dirjen Perbendaharaan.
  2. Penghentian pembayaran atas kegiatan yang dibiayai dengan SBSN dapat dilakukan jika:
    1. Reksus SBSN kosong atau tidak mencukupi; dan/ atau
    2. DJPPR menyampaikan surat permintaan penghentian pembayaran kepada Dirjen Perbendaharaan
  3. Dalam pengajuan SPM-UP SBSN, KPA memastikan SPM berkenaan diterbitkan dengan mencantumkan sumber dana/cara penarikan RM/RM.
  4. SPM UP SBSN dibuat terpisah dari SPM UP untuk UP Rupiah Murni DIPA
Syarat Pengajuan SPM-UP Dana SBSN
  1. Surat Pernyataan UP SBSN dari KPA kemudian diupload di dokumen pendukung Surat Pernyataan UP.
  2. Surat Persetujuan UP dari Kepala KPPN Jakarta I kemudian diupload di dokumen pendukung LAINNYA.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search