Mewujudkan Gerakan Zero Retur SP2D

Oleh: Solikhin, Kepala Seksi Bank KPPN Purwokerto

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen kebijakan fiskal perlu dikelola dengan sebaik-baiknya untuk mendukung peningkatan kemakmuran rakyat dan tercapainya tujuan bernegara. Pengelolaan APBN yang baik diharapkan dapat mendukung pertumbuhan perekonomian yang lebih efisien dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan sekaligus dapat menjalankan fungsi stabilisasi dalam menghadapi tantangan yang mengancam stabilisasi negara. Tujuan mulia APBN harus didukung dengan pengelolaan APBN secara efektif dan efisien. Efektivitas dalam pengelolaan APBN dilaksanakan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang paling optimal, antara lain untuk membiayai kegiatan pemerintah, termasuk penyediaan barang dan jasa publik, pembangunan infrastruktur, dan program sosial.

Salah satu penghambat efektivitas pengelolaan APBN adalah retur Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), yang berarti terdapat penolakan atau pengembalian atas pemindahbukuan dan/atau transfer pencairan dana dari bank penerima kepada bank pengirim. Retur SP2D dapat terjadi karena adanya kesalahan nama rekening, nomor rekening, atau rekening inaktif (dormant) yang mengakibatkan kegagalan bank dalam mentransfer dana ke rekening penerima. Dengan adanya retur berarti proses penyelesaian tagihan belanja negara masih belum selesai. Dan menyebabkan terjadi keterlambatan dalam pencairan dana, karena pihak penerima tagihan tidak mendapatkan hak pembayarannya secara tepat waktu. Hal ini dapat berdampak makro terhadap pertumbuhan ekonomi maupun keberlangsungan bisnis pihak ketiga penerima dana. Selain itu, dana yang masih ‘menggantung’ atau mengendap ini akan menambah idle cash, sehingga dapat mengganggu pengelolaan kas yang optimal.

Meskipun tren retur SP2D dari tahun ke tahun semakin menurun, keterjadian retur masih tetap ada. Oleh karena itu, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) masih harus terus memberikan edukasi kepada satuan kerja (satker) di wilayahnya dengan semangat Gerakan Zero Retur. Gerakan ini memberikan semangat bagi KPPN untuk mencegah terjadinya retur di masa yang akan untuk memastikan dana yang disalurkan tidak mengalami keterlambatan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh satker sebelum mengajukan tagihan belanja ke KPPN antara lain dengan optimalisasi peran masing-masing pengelola keuangan mulai dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Bendahara Pengeluaran, Pejabat Penanda tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), hingga staf pengelola keuangan. Hal ini dibutuhkan untuk pelaksanaan check and balance dalam pengujian tagihan, termasuk pengujian kebenaran atas data supplier yang berisi nama dan rekening penerima pembayaran. Setidaknya terdapat tiga cara yang dapat dilakukan oleh pengelola keuangan untuk memastikan kebenaran data supplier.

Cara yang pertama adalah dengan meminta salinan buku tabungan atau rekening koran penerima untuk dicocokkan dengan dokumen tagihan. Dengan adanya salinan buku tabungan atau rekening koran penerima dana, langkah awal untuk menghindari adanya retur SP2D. Namun, meskipun telah dilakukan pencocokan data supplier dengan dokumen tagihan ini, masih dimungkinkan terjadi retur. Hal ini bisa saja terjadi karena masih terdapat kemungkinan rekening penerima dana tersebut sudah tidak aktif. Oleh karena itu, cara yang kedua dilakukan oleh pengelola keuangan adalah melakukan pengujian apakah rekening penerima tersebut masih aktif dengan berkoordinasi dengan pihak bank atau dengan meminta surat keterangan bahwa rekening tersebut masih aktif. Selain itu, cara lain yang dapat dilakukan oleh pengelola keuangan adalah melakukan pengujian terhadap rekening penerima melalui internet banking. Pengelola keuangan dapat mengecek di internet banking atau cash management system (CMS) dengan mencoba untuk melakukan transfer ke rekening penerima. Apabila data yang ada di internet banking telah sama dengan data penerima tagihan, kemungkinan besar SP2D akan segera diterima oleh yang berhak.

Meskipun demikian, masih terdapat celah terjadinya retur SP2D. Hal ini dimungkinkan karena terdapat beberapa bank yang mempunyai unit layanan syariah yang belum membedakan identifikasi rekening unit syariah maupun yang konvensional pada saat pengecekan di internet banking. Oleh karena itu, pengelola keuangan perlu berhati-hati dan jika diperlukan agar tetap melakukan koordinasi dengan pihak bank. Dengan adanya strategi untuk memastikan kebenaran data supplier dilakukan oleh setiap pengelola keuangan satker, diharapkan di masa datang retur SP2D tidak lagi terjadi.

 

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi, bukan cerminan sikap atau pendapat instansi dan organisasi.