Tanjungselor

-Membangun Budaya Antikorupsi-
Oleh: Rahmattullah

Hari Antikorupsi Internasional diperingati tiap tanggal 9 Desember. Hal ini dilakukan untuk memperjuangkan dan meningkatkan kesadaran akan korupsi.  Korupsi dapat menimbulkan dampak rusaknya sistem tatanan masyarakat, ekonomi biaya tinggi, sulitnya melakukan efisiensi, dan munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat.

Korupsi selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan, juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman.

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.

Berdasarkan Transparency International Indonesia (TII) menyebutkan skor Corruption Perception Index (CPI) 2018 mengalami kenaikan. Berdasarkan skor CPI, Indonesia berada di peringkat 89 dengan angka 38. Di lingkup negara-negara Asia Tenggara, peringkat Indonesia masih di bawah Malaysia yang mengantungi skor 47. Peringkat pertama adalah Singapura dengan skor 85, kedua Brunei dengan skor 63. Skor Indonesia sebesar 38  masih di bawah rata-rata angka CPI internasional sebesar 43. Semakin besar skor berarti semakin bersih dari korupsi. Berdasarkan data tersebut, artinya tingkat korupsi di negara Indonesia masih cukup tinggi dibanding negara-negara lain.

Data tersebut tidaklah mengherankan. Berbagai kasus korupsi marak terjadi di Indonesia. Mulai dari Kepala Daerah, Pimpinan Partai Politik, Ketua DPR bahkan aparat hukum sendiri tersangkut korupsi. Peristiwa ini membuat kita berpikir, apakah sudah sedemikian parahnya korupsi di negeri kita? Perilaku korupsi sudah merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan bangsa. Lantas, upaya apa yang dapat kita lakukan agar perilaku korupsi tersebut bisa enyah dari bumi nusantara yang kita cintai ini? Tentu sangat berat. Perlu upaya yang sungguh hebat untuk bisa menanggulanginya.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi (1) Greeds (keserakahan), berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang; (2) Opportunities (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan; (3) Needs (kebutuhan), berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar; (4) Exposures (pengungkapan) berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim), yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.

Menurut hemat penulis, perlu upaya panjang agar perilaku korup tidak membudaya. Salah satu upayanya dapat dimulai dari upaya pencegahan. Upaya ini dapat dibangun melalui budaya antikorupsi yang dimulai dari keluarga maupun pendidikan. Penanaman nilai-nilai anti korupsi seharusnya sudah dimulai sejak usia sangat dini. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran aktif dua institusi utama tempat anak-anak memperoleh nilai dan menerapkannya dalam kehidupan mereka. Kedua institusi ini merupakan keluarga dan sekolah.

Kenapa keluarga perlu dilibatkan? Karena keluarga merupakan tempat pertama bagi seorang anak dalam mengenyam pendidikan dan membentuk karakter. Keluarga diibaratkan sebagai sebuah pondasi awal dalam menanamkan karakter seorang anak. Ibarat sebuah rumah, apabila pondasinya kuat, maka rumah tersebut tidak mudah roboh. Demikian pula dengan seorang anak yang telah ditanamkan suatu nilai-nilai kebaikan dan kejujuran, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak saja jujur namun juga bermanfaat bagi orang lain.

Peran dari orang tua sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan antikorupsi. Dan yang tidak kalah penting adalah keteladanan dari orang tua itu sendiri. Karena saat orang tua melarang anaknya untuk berbuat jujur sedangkan ia sendiri senang berbohong, tentu sia-sia. Karena seorang anak akan dapat menilai bahwa orang tuanya sendiri pun tidak jujur. Tentu orang tua tersebut tidak lagi memiliki wibawa di mata anaknya.

Selanjutnya adalah menanamkan kepada seorang anak tentang kesederhanaan. Melalui kesederhanaan, seorang anak akan belajar tentang rasa syukur meski mungkin orang tuanya mampu untuk membelikan atau pun mewujudkan keinginannya. Melalui rasa syukur, seorang anak akan merasa cukup dengan kondisi yang ada. Dengan rasa syukur ini, pula, seorang anak tidak akan mudah tergiur untuk memiliki sesuatu yang bukan miliknya dan tergoda dengan tawaran yang lebih menggiurkan karena ia sudah terbiasa dengan pola hidup sederhana.

Tak kalah penting adalah menanamkan budaya malu. Hal ini mengingat sepertinya budaya malu sudah tidak lagi menjadi sesuatu yang dibanggakan di negara kita. Oknum-oknum yang melakukan korupsi tetap saja bisa dengan bangga mencalonkan diri dalam pemilihan umum, ataupun tampil di depan khalayak umum tanpa merasa bersalah. Budaya ini sangat erat kaitannya dengan pembentukan karakter sejak dini. Budaya “malu jika berbuat sesuatu yang tidak pantas dan tidak benar secara moral” harus ditanamkan dengan kuat kepada semua orang. Cara yang paling efektif adalah dengan melakukannya sejak dini, tidak hanya diajarkan dengan lisan namun juga ditunjukkan dengan contoh.

Selain dalam keluarga, pemerintah dapat mengambil peran aktif sebagai pembuat aturan untuk membuat semua lapisan masyarakat menerapkan pola hidup sederhana. Sebagai contoh adalah mewajibkan siswa menggunakan transportasi umum dan melarang orang tua mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah dengan kendaraan pribadi.

Ada baiknya pemerintah mencoba memaksimalkan peran para orang tua untuk mendidik karakter antikorupsi anak-anak mereka di rumah. Dalam rangka melakukan hal tersebut secara efektif, sebaiknya pemerintah mengembangkan teknik edukasi khusus untuk mensosialisasikan pendidikan tersebut kepada para orang tua dan pengajar.

Seyogyanya pemerintah mewajibkan Pendidikan Antikorupsi untuk dimasukkan ke dalam kurikulum. Adapun metode pengajaran yang sebaiknya dilakukan untuk Pendidikan Antikorupsi, selain materi di kelas, yaitu dengan praktik langsung di lapangan, misalnya dengan melakukan kunjungan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau dengan melakukan sosialisasi. Bisa juga dengan menantang anak-anak untuk membuat tulisan atau lagu mengenai korupsi di sekitar mereka dan bagaimana mereka bisa berbuat sesuatu untuk mencegah dan memberantasnya.

Mudah-mudahan melalui peran keluarga dan pemerintah dalam mengenalkan budaya antikorupsi secara dini, dapat mewujudkan generasi tidak korup di masa datang. Sehingga di masa depan, hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara merata di seluruh penjuru nusantara yang pada akhirnya berdampak kepada tingkat kesejahteraan masyarakat yang meningkat.

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search