Tanjungselor

Ditjen Perbendaharaan Menjawab Tantangan Revolusi Industri 4.0

Oleh: Rahmattullah

Memahami Revolusi Industri 4.0

Revolusi Industri 4.0. Akhir-akhir ini, kata ini sering kita dengar.  Banyak orang yang membicarakan tentang revolusi industri 4.0 Apa sesungguhnya revolusi industri 4.0? Prof. Klaus Martin Schwab, teknisi dan ekonom Jerman, yang juga pendiri dan Executive Chairman World Economic Forum, yang pertama kali memperkenalkannya. Dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution (2017), ia menyebutkan bahwa saat ini kita berada pada awal sebuah revolusi yang secara fundamental mengubah cara hidup, bekerja dan berhubungan satu sama lain.

Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan berkembangnya Internet of/for Things, kehadirannya begitu cepat. Banyak hal yang tak terpikirkan sebelumnya, tiba-tiba muncul dan menjadi inovasi baru, serta membuka lahan bisnis yang sangat besar. Munculnya transportasi dengan sistem ride-sharing seperti Go-Jek, Uber, dan Grab. Kehadiran revolusi industri 4.0 memang menghadirkan usaha baru, lapangan kerja baru, profesi baru yang tak terpikirkan sebelumnya.

Revolusi Industri 4.0 pada Sektor Pemerintahan

Istilah Revolusi Industri 4.0 tidak hanya diterapkan dalam bidang industri manufaktur saja, namun dapat lebih luas sampai dengan ranah pemerintahan. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi seperti Cloud Computing mau tidak mau, suka tidak suka, harus diadopsi oleh pemerintah agar dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih mudah, murah dan cepat serta akuntabel. Cepatnya aliran data dan minimnya kesempatan untuk “bermain” dengan data akan menghasilkan cara kerja yang lebih efisien dan mempersempit ruang untuk berbuat kecurangan. Dengan semakin majunya teknologi, dunia fisik, digital dan biologis akan semakin dekat. Teknologi dan platform baru akan semakin memungkinkan warga suatu negara untuk terlibat dalam pemerintahan, menyuarakan pendapat, mengkoordinasikan upaya mereka, bahkan dapat digunakan untuk menghindari pengawasan otoritas publik (Schwab 2016).

Pada penelitian lain, perubahan yang dihasilkan oleh revolusi industri harus selalu diikuti oleh perubahan tata kelola pemerintahan agar dapat mengimbangi perkembangan yang terjadi (Tunzelmann 2003). Pada Revolusi Industri 1.0, dimana sumber daya kunci adalah tenaga kerja, tata kelola pemerintahan yang diterapkan adalah market governance. Perubahan tata kelola terjadi juga pada Revolusi Industri 2.0, saat mesin mulai membantu proses industri. Pada Revolusi Industri 2.0, pemerintahan mengedepankan proses manajerial sehingga tata kelola yang diterapkan adalah sistem hierarkis. Untuk Revolusi Industri 3.0, di era informasi yang berlimpah, pemerintah menerapkan tata kelola kolaborasi dan jaringan. Saat ini Revolusi Industri 4.0 telah di depan mata, pemerintah pun harus merubah tata kelolanya menggunakan konsep digital-era governance (Dunleavy, et al. 2005) dimana open government menjadi suatu hal yang perlu untuk menghadapi kebutuhan masyarakat di era ini.

Lantas, bagaimana dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan? Menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0, Ditjen Perbendaharaan telah melakukan berbagai inovasi dalam rangka meningkatkan layanan kepada stakeholders.  Beberapa diantaranya, sebagai berikut:

  1. Implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN)

SPAN menjadi komponen terbesar modernisasi pengelolaan perbendaharaan  negara dengan memfasilitasi kebutuhan proses pelayanan mulai dari sisi hulu, yaitu penganggaran hingga hilir berupa penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat. SPAN merupakan sistem aplikasi untuk mendukung otomatisasi sistem dari pengguna anggaran yang ada di setiap Kementerian Negara/Lembaga. SPAN mengembangkan konsep database yang terintegrasi dengan otomatisasi proses bisnis untuk meminimalisir kesalahan input manual. SPAN terbagi menjadi enam modul, yaitu: Modul Manajemen DIPA (Spending Authority), Modul Manajemen Komitmen (Budget Commitment), Modul Pembayaran (Payment), Modul Penerimaan (Government Receipt), Modul Manajemen Kas (Cash Management), dan Modul Akuntansi dan Pelaporan (General Ledger & Accounting).

  1. Penerapan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI)

SAKTI adalah aplikasi yang dibangun guna mendukung pelaksanaan  SPAN pada tingkat instansi dalam hal pengelolaan anggaran, komitmen, pembayaran, bendahara, persediaan, aset tetap, general ledger, dan pelaporan, dengan memanfaatkan sumber daya dan teknologi informasi.

SAKTI merupakan gabungan dari beberapa aplikasi yang telah digunakan pada tingkat satuan kerja (satker) sebelumnya. Seperti aplikasi RKAKL, SAS, Persediaan, SIMAK-BMN dan SAIBA. Selain menggabungkan beberapa aplikasi yang dahulunya terpisah-pisah, juga mengadopsi proses bisnis yang baru sesuai dengan proses bisnis yang dianut oleh SPAN.SAKTI terdiri atas delapan modul, yaitu (1) modul penganggaran, (2) modul komitmen, (3) modul pembayaran, (4) modul bendahara, (5) modul persediaan, (6) modul aset tetap , (7) modul pelaporan, dan (8) modul administrator.

Modul-modul tersebut mengakses satu database bersama, sehingga tidak lagi terjadi duplikasi data seperti pada aplikasi sebelumnya. Karena SAKTI mengadopsi proses bisnis yang dianut oleh SPAN, maka interaksi antara satker dan KPPN akan meningkat. Untuk mengakomodasi peningkatan interaksi tersebut, disediakan jembatan komunikasi antara satker dan KPPN berupa Portal SPAN dan SMS Gateway. Fasilitas ini dapat digunakan satker untuk menyampaikan data dan menerima informasi dari SPAN.

Sehubungan dengan pola komunikasi tidak langsung ini, maka proses pengecekan atas keabsahan suatu dokumen dikerjakan oleh sistem. Petugas Front Office (FO) KPPN tidak perlu lagi melakukan pengecekan manual terhadap keaslian suatu tanda tangan pejabat. Tanda tangan tersebut digantikan dengan penggunaan PIN Pejabat yang hanya diketahui oleh pejabat yang bersangkutan. Oleh karena itu, tanggung jawab dan risiko atas penyalahgunaan PIN menjadi tanggung jawab pejabat dimaksud. Saat ini, penerapan SAKTI secara penuh untuk seluruh modul baru diterapkan pada sakter-satker lingkup Kementerian Keuangan. Satker-satker di luar Kementerian Keuangan, baru diterapkan untuk modul admin dan penganggaran.

  1. Penerapan e-rekon dan LK

E-Rekon dan LK adalah aplikasi berbasis web yang dikembangkan dalam rangka proses rekonsiliasi data transaksi keuangan dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Aplikasi e-rekon dan LK memiliki dua fungsi, yaitu rekonsilasi dan penyusunan laporan keuangan. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang di proses pada sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. Rekonsiliasi dilaksanakan untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya perbedaan pencatatan yang dapat berdampak pada validitas data yang disajikan pada laporan keuangan.

Rekonsiliasi data laporan keuangan dilaksanakan antara Bendahara Umum Negara (BUN) dalam hal ini KPPN selaku Kuasa BUN dengan satuan kerja pada Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Melalui e-rekon dan LK, proses rekonsiliasi dilaksanakan secara mandiri.

Penggunaan single database pada e-rekon dan LK menyebabkan tidak diperlukan lagi rekonsiliasi pada tingkat wilayah sampai tingkat K/L. Kemudian, data valid hasil rekonsiliasi yang tersimpan dalam database e-rekon dan LK akan digunakan untuk menyusun laporan keuangan. Aplikasi e-rekon dan LK juga dilengkapi dengan fitur-fitur yang mendukung analisa dan telaah laporan keuangan.

  1. BLU Integrated Online System (BIOS) 2.0 Go Live

Merupakan sistem aplikasi berbasis web yang mengintegrasikan data layanan dan keuangan Badan Layanan Umum (BLU)  untuk penyempurnaan proses bisnis, analis data, dan pengambilan keputusan. BIOS dapat digunakan antara lain sebagai alat penyampaian dokumen usulan tarif layanan BLU, usulan remunerasi BLU, usulan penetapan BLU, ijin penggunaan saldo awal, ijin belanja di atas ambang batas, laporan pembinaan, laporan pengawasan, laporan tarif layanan BLU, laporan remunerasi BLU, laporan kinerja BLU, dokumen Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, monitoring, evaluasi dan analisis data atas kinerja layanan dan keuangan BLU, serta office automation.  Selain itu sebagai sarana komunikasi dan korespondensi dengan satker BLU, sehingga pembinaan pengelolaan keuangan BLU yang cepat, efektif, dan efisien dapat tercapai.

  1. Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN G3)

MPN-G3 merupakan salah satu sistem yang dibangun dalam rangka mengelola penerimaan negara secara jauh lebih akurat, dan tepat waktu. Juga sebagai perwujudan peningkatan layanan kepada masyarakat dalam menjalankan kewajiban membayar pajak dan penyetoran penerimaan negara lainnya. MPN-G3 mampu melayani penyetoran penerimaan negara hingga 1.000 transaksi per detik, meningkat signifkan dari hanya 60 transaksi per detik pada MPN G2.

Selain itu, penyetoran penerimaan negara pada MPN G3 juga dapat dilakukan melalui dompet elektronik, transfer bank, virtual account, dan kartu kredit yang dilaksanakan oleh agen penerimaan yang dikenal dengan lembaga persepsi lainnya seperti e-commerce, retailer, dan fintech. Pengembangan MPN-G3 dilakukan secara kolaboratif antara pihak Kementerian Keuangan dengan sejumlah bank serta pelaku fintech dan e-commerce seperti Tokopedia, Finnet Indonesia, dan Bukalapak.

Melalui MPN G-3, setiap Wajib Pajak/Wajib Bayar dapat mengakses satu portal penerimaan negara (single sign-on) agar bisa mendapatkan kode billing untuk seluruh jenis penerimaan negara yang dapat dilanjutkan pada proses penyetoran. Hal ini merupakan sebuah kemudahan bagi penyetor dibandingkan dengan harus mengakses portal yang berbeda untuk jenis penerimaan negara yang berbeda.

  1. Penerapan Kartu Kredit Pemerintah

DJPb telah mengeluarkan kebijakan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dalam pembayaran belanja negara. Kebijakan tersebut diatur dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. Penerapan Kartu Kredit Pemerintah ini akan berlaku efektif terhitung mulai tanggal 1 Juli 2019. Kartu Kredit Pemerintah merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan satker untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja negara dalam penggunaan Uang Persediaan Kartu Kredit Pemerintah.

Pemakaian kartu kredit oleh satker kementerian negara dan lembaga akan mempercepat pelaksanaan kegiatan satker yang bersangkutan. Pelaksana kegiatan (Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Pengadan atau pegawai) tidak perlu harus menunggu uang dari bendahara pengeluaran untuk melaksanakan kegiatannya.

  1. Implementasi Sistem Marketplace dan Digital Payment

Sistem marketplace merupakan sistem yang menyediakan layanan daftar penyedia barang/jasa, pemesanan barang/jasa, pembayaran, dan pelaporan secara elektronik, dalam rangka penggunaan uang persediaan yang disediakan oleh bank tempat menyimpan uang persediaan.

Sedangkan digital payment adalah pembayaran dengan mekanisme pemindahbukuan dari Rekening Pengeluaran secara elektronik dengan Kartu Debit/Cash Management System (CMS) atau pendebetan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) ke Rekening Penyedia Barang/Jasa, dalam rangka penggunaan uang persediaan melalui sistem marketplace.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah menggandeng sektor perbankan melalui bank-bank plat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara ( HIMBARA).  Untuk mendukung inovasi tersebut, bank-bank dimaksud telah menyediakan ekosistem layanan digital catalogue dan pembayaran secara daring untuk memenuhi kebutuhan belanja operasional sehari-hari di lingkungan Kementerian/Lembaga (closed loop). BRI dengan GovStore, Bank Mandiri dengan BlanjaMandiri, dan BNI dengan DIGIPro. Untuk lebih memudahkan pengguna, semua sistem tersebut dapat diakses dalam satu genggaman tangan (mobile application).(*)

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search