Jakarta, djpb.kemenkeu.go.id,- Sebagaimana hampir semua negara lainnya, Indonesia juga mengalami perlambatan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19 yang berpengaruh pada berbagai bidang kehidupan. Sebagai responsnya, pemerintah Indonesia menggunakan kebijakan dan instrumen fiskal untuk melindungi rakyat dan mendorong pemulihan ekonomi. APBN tahun anggaran 2020 mengalami perubahan yang signifikan untuk mengakomodasi kebijakan tersebut, dengan kebijakan countercyclical yaitu membelanjakan APBN untuk melindungi masyarakat yang terdampak dan mengungkit perekonomian yang merosot akibat COVID-19 melalui program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Realisasi Pelaksanaan APBN 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (06/01).
"Belanja bantuan sosial (bansos) mengalami kenaikan luar biasa. Tahun lalu Rp112 triliun, tahun ini Rp205,1 triliun atau naik 82,3%. Antara lain untuk Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, dan bansos tunai, meningkatkan bantuan premi iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah. Berbagai belanja bantuan sosial ini bisa menahan laju lonjakan kenaikan kemiskinan akibat dampak pandemi COVID-19. Peningkatan realisasi Bansos 2020 dalam rangka PEN ini karena menambah target dan besaran manfaat. Perlindungan sosial mampu menjangkau kelompok masyarakat yang rendah pendapatannya, bisa membantu pengeluaran rumah tangga tetap terjaga, terutama untuk kelompok 10% (masyarakat dengan peringkat kesejahteraan terbawah -red) dan 20% di atasnya. Secara net, pada 10% masyarakat terbawah justru terjadi kenaikan konsumsi, itu berarti berbagai bantuan kita berdampak," ungkap Menkeu.
Kebijakan refocusing dan realokasi belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L) tahun anggaran 2020 membantu dalam melaksanakan program yang membutuhkan pendanaan besar untuk penanganan kesehatan serta memberikan perlindungan bagi masyarakat dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Refocusing juga membawa pola baru belanja operasional K/L yang lebih efisien.
"Secara keseluruhan, program PEN terealisasi mencapai Rp579,78 triliun atau 83,4% dari Rp695,2 triliun, dengan SiLPA earmark diluncurkan tahun 2021 sebesar Rp50,94 triliun termasuk untuk pendanaan vaksin Rp47,07 triliun dan Rp3,87 triliun untuk pendanaan dukungan UMKM," jelas Menkeu.
Adapun realisasi belanja negara keseluruhan tahun anggaran 2020 sementara mencapai Rp2.589,9 triliun (94,6% dari pagu Perpres 72/2020), atau tumbuh 12,2% dari realisasi tahun 2019. Belanja negara tersebut terdiri atas realisasi belanja Pemerintah Pusat Rp1.827,4 triliun (92,5% dari pagu Perpres 72/2020), atau tumbuh 22,1% dari tahun sebelumnya dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp762,5 triliun (99,8% dari pagu Perpres 72/2020)."Tahun 2021 dampak dari COVID-19 masih akan terasa, tetapi ada optimisme dengan adanya vaksin. Untuk tahun 2021 Belanja Negara didesain sebanyak Rp2.750 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.954,5 triliun dan TKDD Rp795,5 triliun. Aturan tetap dijaga dengan sebaik mungkin, tetap melakukan konsultasi, komunikasi, dan pembahasan dengan DPR dan aparat penegak hukum agar bisa mengawal program emergency yang perlu dilakukan secara cepat. Juga ada monitoring dan evaluasi. Kita berharap momentum pemulihan akan tetap terjaga," pungkas Menkeu.