Berita Nasional

(Seputar Ditjen Perbendaharaan)

Amanat Direktur Jenderal Perbendaharaan Kepada Para Pejabat Eselon IIi Yang Baru Dilantik

“Sebagai agent of change, Anda diminta untuk bisa mengkomunikasikan kepada orang-orang di unit Anda nantinya,terutama kepada para staf, tentang makna perubahan di Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan bagaimana implementasinya”, demikian pesan inti yang disampaikan oleh Dirjen Perbendaharaan, Bpk. Herry Purnomo dalam kesempatan pengarahan setelah melantik 112 pejabat eselon III, hari Selasa 5 Agustus 2008 di gedung Prijadi, Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan. Di bagian lain, beliau menjelaskan tentang kondisi perubahan yang terus berlangsung di Ditjen Perbendaharaan dan berdampak pada kriteria promosi, budaya baru dan posisi strategis Ditjen Perbendaharaan, pengelolaan SDM dan tantangannya serta fungsi Kanwil dan KPPN.



Kriteria Promosi dan Penempatan

Saat ini, banyak tunas baru generasi muda yang lolos dalam assestment pejabat eselon III. Hal ini merupakan sesuatu yang menggembirakan karena itu pertanda kita telah melakukan suatu proses regenerasi” tandas beliau. Promosi didasarkan pada hasil Assesment yang dilakukan secara objektif berdasarkan kriteria kompetensi yang telah ditentukan, bukan karena kedekatan. Lima besar hasil assessment ditempatkan di Pulau Jawa. Mengapa? Salah satu tujuannya adalah untuk mendorong para pegawai dan pejabat untuk selalu mengasah kemampuan. Lantas, bagaimana bagi mereka yang tidak lolos seleksi, tetapi mereka adalah pegawai yang berkualitas, apakah berarti dunia telah berakhir? Menurut beliau, tidak lolos seleksi bukan akhir segalanya karena Ditjen Perbendaharaan masih membuka kesempatan dengan melalui proses tertentu.

Selain itu, disebutkan pula bahwa banyak jabatan yang kosong yang perlu diisi di level eselon III dan IV. Sebuah kondisi yang paradoksal. Di tengah berlebihnya jumlah pegawai Ditjen Perbendaharaan, kita masih kekurangan pegawai yang memenuhi syarat kompetensi dan integritas. Jika dilihat dari hasil assessment pejabat, nilai yang memenuhi kriteria kelulusan rata-rata berkisar 30 sd 35 % dari jumlah peserta. Keadaan ini merupakan sebuah tantangan yang harus dipecahkan bersama.

Ke depan, kita juga mengalami tantangan eksternal dengan kebijakan dari Menteri Keuangan untuk mengadakan “Open Bidding System” yang artinya, perekrutan pejabat eselon diumumkan secara terbuka dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dan dimungkinkan adanya lintas unit eselon I. Untuk uji coba, hal ini dimulai dengan rekrutmen Direktur Transformasi Perbendaharaan yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Demikian pula, untuk memenuhi asas keadilan, ke depannya akan dilakukan assessment untuk para Kepala Kantor Wilayah.

Budaya Baru dan Posisi Strategis Ditjen Perbendaharaan.

Sebagai sebuah organisasi yang berasal dari proses merger dan splitting, Ditjen Perbendaharaan mengalami sebuah proses pembauran yang tak terelakkan. Namun, proses pembauran tersebut diyakini oleh beliau, saat ini telah berakhir. Tak ada lagi monopoli atau pun dikotomi eks BAKUN, DJA, dan lainnya. Dalam hal penempatan pun demikian pula. Latar belakang akademis tertentu tidak ditabukan untuk memegang tanggung jawab tertentu. Seorang sarjana hukum, misalnya. Ia juga bisa menjalankan tugas di bagian Verifikasi dan Akuntansi. Karena menurut beliau, integritas, kemampuan analisis, dan kompetensi lebih dipentingkan daripada faktor yang lainnya.

Berkaitan dengan budaya kerja , Dirjen memberikan sebuah motto “Pertahankan budaya lama yang masih baik, dan ambillah budaya baru yang lebih baik”. Salah satu contoh budaya lama yang baik adalah budaya kekeluargaan yang sangat kental. Sebagai institusi yang memiliki instansi vertikal di daerah, rasa kekeluargaan warga Ditjen Perbendaharaan lebih baik jika dibandingkan yang lainnya. Kemana-mana kita akan mengenal dan dikenal orang. ”Ibu itu bagaimana kabarnya? Bapak itu sekarang bertugas di mana”? Adalah sapaan umum jika kita bertemu kolega di suatu kesempatan.

Sedangkan budaya baru yang hendaknya terus di kembangkan adalah budaya egaliter, kesahajaan , inovatif, pembelajar, dan professional. Budaya egaliter berarti bahwa tidak perlu ada sekat-sekat jabatan, tetapi filosofinya adalah bahwa kita semua pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Kesahajaan, mengandung arti apa adanya. Contohnya, apabila ada pejabat ke daerah (termasuk beliau sendiri), pegawai di daerah tidak perlu memaksakan diri untuk mencarikan akomodasi/transportasi yang bagus.Inovatif mengandung pemahaman agar kita senantiasa berinovasi, kreatif, dan penuh terobosan jika menghadapi permasalahan yang bergerak begitu cepat. Pembelajar berarti selalu termotivasi untuk mempelajari hal-hal baru untuk dapat dikategorikan sebagai SDM yang professional.

Berbicara tentang posisi Ditjen Perbendaharaan, saat ini memegang posisi penting sebagai: regulator, cash manager, administrator, ”lender”, service provider, dan pembina. Sebagai regulator, Ditjen Perbendaharaan berperan penting pada siklus pelaksanaan s.d. pertanggungjawaban APBN, penerusan pinjaman, investasi, dan pembinaan keuangan Badan Layanan Umum . Banyak peraturan yang kita keluarkan dan banyak satker yang kita bina. Cash manager terkait dengan penyaluran kas, penampungan kas, dan pengelolaan idle cash. Posisi administrator terkait dengan penyelesaian dokumen DIPA, LKP, Buku Merah, LKPP, RDI/RDP/SLA dan program penjaminan yang dilaksanakan dengan PLN dan kredit program. Cash management bukan saja berkenaan dengan ketersediaan kas, tetapi juga mengelola investasi jangka pendek. Sebagai “Lender”, Ditjen Perbendaharaan memberikan penerusan pinjaman ke Pemda/PDAM atau BUMN. Sebagai service provider h kita memberikan pelayanan penyelesaian DIPA, SP2D, BAR, Revisi/Dispensasi, Laporan Realisasi, dan aplikasi IT yang bisa dinikmati oleh pihak eksternal. Terakhir, Ditjen Perbendaharaan juga berfungsi sebagai Pembina/guru untuk meningkatkan kapasitas Satker dalam penguasaan bidang Perbendaharaan dan aplikasi IT.

SDM, Pengembangan, dan Tantangannya

“Kondisi SDM kita saat ini telah berlebih. Namun, kita menghadapi masalah kompetensi dan integritas dibandingkan kebutuhan,”tutur beliau. Di lain sisi, lingkungan eksternal juga telah berubah. Pengisian jabatan di masa mendatang memakai asas terbuka dan kompetitif. Sistem baru seperti SPAN yang berbasis IT terus dibangun. Tuntutan perubahan moral, khususnya penelusuran kasus suap-menyuap di berbagai institusi terus mencuat. Dengan demikian, kita dituntut untuk menjadi “agent of change” dan pembawa misi organisasi. Untuk mewujudkan hal itu, yang harus dipersiapkan adalah kompetensi (knowledge and skill) dan integritas (komitmen dan kredibilitas moral). “Kita harus berubah. Jangan membuat tindakan immoral yang memalukan. Laksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab!”urai beliau.

Berkenaan dengan peningkatan kualitas SDM, saat ini telah dilakukan upaya pengembangan internal, pengembangan eksternal, dan learning organization. Secara internal, kita telah melakukan pelatihan/pembekalan secara umum melalui BPPK. Namun, kita belum puas. Lantas, dibentuklah Treasury Learning Center (TLC) untuk membekali dan meningkatkan kualitas SDM. Sementara outsourcing ke pihak ke tiga untuk hal-hal yang memerlukan keahlian khusus seperti Legal Drafting, Tehnik Negosiasi, Bahasa Inggris, Financial Risk Management dsb. Program pendidikan tinggi bergelar telah diprogramkan baik dalam negeri (PTN terpilih) maupun luar negeri. Termasuk dalam pendidikan tinggi bergelar ini adalah pendidikan atas inisiatif sendiri yang pemilihan jurusannya harus lebih terarah disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Terakhir adalah Learning Organization yang meliputi: assessment, fasilitas e-learning (yang didalamnya dapat berisi bank soal assessment), dan diskusi GKM untuk mendiskusikan dan menyamakan persepsi sebuah ketentuan yang berlaku.

Hal baru yang disampaikan oleh Dirjen pada kesempatan itu adalah berkenaan dengan mentoring dan grooming. Mentoring dan grooming adalah sebuah metode pengembangan SDM yang mewajibkan atasan untuk menyiapkan kader di bawahnya. Atasan perlu membina talenta bawahan yang meliputi: kedewasaan (wisdom), karakter/moral, dan kemampuan analisis/teknis. Menurut Dirjen, adalah kewajiban atasan untuk menciptakan kadernya. Kewajiban pimpinan untuk menjamin tenaga di bawahnya menjadi lebih mampu.”Membina anak buah agar maju lebih saya pilih daripada segepok duit. Ilmu yang manfaat itu yang dibawa mati” tegas beliau.

Di bagian lain Dirjen juga menyinggung tentang beberapa tulisan di milis yang bernuansa “penuh ketidaksabaran” yang isinya “suudzon” bahwa Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan tidak melakukan langkah-langkah dan pola yang terencana untuk kepentingan mereka. Sekali lagi, beliau bertitip pesan kepada para pejabat untuk bisa membina dan membentuk karakter moral para pegawai yang lebih yunior. ”Beritahukan kepada anak muda bahwa kita telah berbuat untuk mereka”. Para pegawai lulusan Tugas Belajar agar diberi kesempatan dan penugasan yang memadai agar bisa belajar memahami tugas secara cepat. Namun demikian, tetap harus manusiawi, bukan terus menerus dibebani tugas yang overload. Selain itu, usulan mutasi/promosi harus disertai alasan yang objektif sehingga terbentuk career path bagi pegawai tersebut.

Fungsi Kanwil dan KPPN

Kanwil merupakan perpanjangan tangan Ditjen Perbendaharaan di daerah dan mewakili sebagian tugas Menteri Keuangan. Selain itu Kanwil juga menjadi Pembina KPPN untuk menjamin terlaksananya fungsi KPPN sebagai kuasa BUN dan satker BA 15, termasuk terlibat dalam penyiapan bahan untuk penyusunan LKPP.

Sedang KPPN memiliki empat pilar yang saling berkaitan. “Chemistry antara perbendaharaan, bendum, verak, dan umum harus selalu diciptakan”pesan beliau. Dengan chemistry yang baik dan dalam suasana yang guyub maka peran strategis dalam cash planning, penyaluran dana, rekonsiliasi transaksi, dll. akan berjalan lebih sempurna.

Quick Win and Not Only Quick Win

Banyak yang mengeluhkan bahwa kita telah mulai berubah, tetapi pihak eksternal belum berubah. Pikiran kita masih mendua. “Biarkan saja di luar belum berubah. Kita harus berubah” ungkap beliau. Kita hendaknya meninggalkan kebiasaan lama yang serba permissive (serba boleh), kita harus mengikuti kebiasaan baru yaitu mengikuti aturan yang berlaku.

Beliau mengungkapkan, KPPN Percontohan merupakan bukti reformasi birokrasi. Perubahan tidak hanya pada SOP, tapi yang lebih utama adalah mind setnya. Di Jatim, KPK pernah masuk dan dilaporkan bersih secara keseluruhan. Diharapkan di Jateng dan tempat-tempat lainnya juga demikian.

Untuk mereka yang tidak tidak mau berubah atau tidak tahan dengan perubahan, mereka harus bersedia mundur. Selain itu, sebagai pejabat harus berani berkata TIDAK. Jika pergi ke daerah, beliau dan pejabat lain tidak perlu dibayari . “Kalau saya ke daerah jangan dimanjakan. Kalau perlu dibawa ke restoran Padang saja. Kalau dulu dibayarin oleh bank, sekarang tidak mau, bayar sendiri-sendiri. Bukan sok suci, tapi keadaan mengharuskan kita berubah” terang beliau. Beranilah mengatakan tidak, tetapi jangan pernah memfitnah karena organisasi ini memiliki mekanisme pengecekan.

Semoga amanat tersebut dapat dilaksanakan dengan pikiran dan hati terbuka bagi para pejabat yang baru dilantik.

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)