Berita Nasional

(Seputar Ditjen Perbendaharaan)

Pokok - Pokok Pengarahan Direktur Pengelolaan Kas Negara Pada Sosialisasi TSA Pengeluaran Dan TNP Di Denpasar Tanggal 10 Juli 2009

Pengelolaan Kas Negara telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengelolaan Kas Negara yang semula hanya bersifat administratif, berubah kepada prinsip pengelolaan kas yang baik. Prinsip pengelolaan kas pemerintah dimaksud mengadopsi prinsip-prinsip dasar pengelolaan kas yang modern dan best practices, yang antara lain meliputi adanya perencanaan kas yang baik, pengelolaan dan monitoring atas rekening-rekening pemerintah sehingga dapat meminimalisir float fund, serta pemanfaatan (seoptimal mungkin) dana kas yang belum digunakan (idle cash).

Dengan adanya pengelolaan kas yang baik maka pemerintah diharapkan dapat mencapai hal-hal sebagai berikut :

1.    Tersedianya dana dalam jumlah yang cukup dan dalam waktu yang tepat untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan.
Penggunaan dana yang dimiliki pemerintah menjadi efisien, efektif, dan optimal.
Tersedianya sumber pembiayaan yang paling efisien untuk pemerintah.

2.    Penyetoran penerimaan negara secepat mungkin ke R KUN di BI.

Selanjutnya, diterbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah sebagai landasan operasional pengelolaan kas bagi Bendahara Umum Negara untuk mengelola kas negara sesuai dengan prinsip pengelolaan keuangan yang baik, yang meliputi aspek: perencanaan kas melalui cash forecasting, arus kas masuk, arus kas keluar, pengelolaan kas kurang dan kas lebih, pelaksanaan rekening tunggal perbendaharaan, dan pelaporan.

Berkenaan dengan pengelolaan kas negara, beberapa bidang penting yang telah diterapkan antara lain meliputi :

1.    Perencanaan Kas
2.    Treasury Single Account (TSA)
3.    Lelang Bank Operasional I
4.    Treasury Notional Pooling (TNP)
5.    Pengelolaan Uang Negara di Bank Indonesia
6.    Bank Indonesia Government Electronic Banking (BIG-eB)
7.    Pengelolaan Rekening Lainnya, dan
8.    Pelaporan Pengelolaan Kas Negara.

1. Perencanaan Kas

Perencanaan Kas bertujuan untuk memastikan bahwa negara memiliki kas yang cukup untuk membiayai kewajiban negara dalam pelaksanaan APBN. Untuk mewujudkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah menerbitkan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor : SE-02/PB/2006 tanggal 6 Januari 2006, tentang : Penyampaian Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Kas (perencanaan kas) Instansi/Satuan Kerja Pemerintah Pusat/Daerah serta Surat Edaran Nomor : SE-38/PB/2008 tentang Penyampaian Laporan Realisasi dan Perkiraan Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2008 yang dilengkapi dengan Aplikasi IT-nya.

Untuk dapat menyusun perencanaan kas yang baik peran semua jajaran DJPBN sangat diperlukan, mulai dari KPPN, Kanwil DJPBN dan Kantor Pusat DJPBN. Selanjutnya disampaikan bahwa peran KPPN sebagai lini terdepan dalam penyusunan perencanaan kas sangat strategis dan keberhasilan penyusunan perencanaan kas sangat ditentukan KPPN. Oleh sebab itu, komunikasi Kantor Pusat dan KPPN akan ditingkatkan.

Pada akhir tahun 2006 telah dibentuk Tim Cash Planning Information Network (CPIN) yang bertugas melakukan koordinasi dan pengumpulan berbagai data/informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas di tingkat kantor pusat yang beranggotakan dari Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Tim ini telah berperan dalam mewujudkan perencanaan kas yang semakin baik, akurat, dan tepat waktu.

2. Treasury Single Account (TSA)

TSA adalah pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara melalui satu rekening. Semua uang negara tersimpan dalam rekening tersebut dan semua pengeluaran negara dilaksanakan melalui rekening yang sama. TSA diimplementasikan melalui konsolidasi seluruh rekening pemerintah di Rekening Kas Umum Negara di BI dan penerapan zero balance atas rekening pemerintah yang berada di luar BI. Dengan adanya TSA tersebut, pemerintah dapat mengendalikan saldo dan aliran kas yang dimiliki, minimalisasi uang yang menganggur, dan transparansi dalam pengelolaan penerimaan dan pengeluaran. Pelaksanaan TSA terdiri dari TSA Pengeluaran dan TSA Penerimaan, sebagaimana diuraikan sebagai berikut :

a.    TSA Pengeluaran

TSA Pengeluaran telah dilakukan secara penuh di seluruh KPPN pada pertengahan  tahun 2007, berdasar pada Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-59/PB/2007  tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekening Pengeluaran KPPN Bersaldo Nihil Dalam Rangka Penerapan TSA. Hal tersebut diperKuat dengan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE-12/PB/2009 tentang Pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana KPPN Dalam Rangka Pelaksanaan TSA Pengeluaran, yang disertai dengan aplikasi IT e-Kirana.

Seiring dengan pelaksanaan TSA Pengeluaran secara penuh sejak 2007, masih terdapat beberapa kendala dan masalah sebagai berikut :

1)    RPK BUN P sering kehabisan dana, yang antara lain disebabkan oleh :

a)    KPPN tidak mengirimkan Permintaan Kebutuhan Dana tetapi menerbitkan SP2D.
b)    KPPN mengirimkan Permintaan Kebutuhan Dana tetapi terlambat/tidak diterima Dit. PKN.
c)    KPPN menerbitkan SP2D dengan nilai melebihi Permintaan Kebutuhan Dana.
d)    BO I menarik dana dari RPK BUN P sebelum menerima SP2D.
e)    BO I menarik dana dari RPK BUN P melebihi SP2D yang diterima dari KPPN.
f)    Time frame pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana dan penerbitan SP2D tidak diatur dengan baik.

2)    Kekurangan dana sebagaimana diuraikan pada butir 1 di atas, seharusnya tidak perlu terjadi karena penyediaan dana awal sudah ditambahkan accress 20 %.

3)    Selain itu, sering terjadi peningkatan saldo RPK BUN P pada sore hari, karena :
a)    BO I menarik dana melebihi SP2D sehingga sisanya dilimpahkan ke RPK BUN P pada sore hari.
b)    BO I menarik dana RPK BUN P untuk mengamankan dana yang belum tentu digunakan, dan pada sore hari diserahkan ke RPK BUN P.

4)    Kemungkinan terjadi keterlambatan/penundaan transfer dana ke rekening yang berhak, karena :
a)    KPPN menyerahkan SP2D ke BO I setelah jam 15.00.
b)    BO I mendebet RPK BUN P akan tetapi rekening yang berhak belum dikredit karena melampaui window time RTGS BI.

5)    Gaji Induk (bulanan)
Permasalahan yang sering terjadi dalam hal permintaan Kebutuhan Dana KPPN untuk pembayaran gaji induk (bulanan) adalah :
a)    Waktu pembayaran gaji induk (bulanan), KPPN menyampaikan Permintaan Kebutuhan Dana tetapi tidak menerbitkan SPT. Akibatnya pelimpahan dana ke RPK BUN P sangat besar.
b)    Pada keesokan harinya, KPPN menerbitkan SPT akan tetapi tidak menyampaikan Permintaan Kebutuhan Dana. Akibatnya terjadi kekurangan dana, sehingga KPPN lain tidak dapat mencairkan sebagian SP2D-nya.

6)    Direktorat Pengelolaan Kas Negara
Selama ini Dit. PKN menyediakan dana awal sesuai permintaan dengan accress 20 %. Selain itu, karena aplikasi e-kirana belum maksimal digunakan oleh KPPN, sehingga Dit. PKN melakukan input berdasarkan informasi per telepon/fax dari KPPN. Jumlah input yang dilakukan Dit. PKN +/- 40 %.

Berdasarkan kajian atas kendala dan masalah yang dihadapi, Dit. PKN menyusun ketentuan dengan mengupayakan agar kendala-kendala dan masalah-masalah tersebut dapat dihilangkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :


TRAVEL THE ROAD

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, khususnya dalam pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana, semua unit terkait diharapkan dapat menerapkan aturan-aturan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan terkendali. Berkenaan dengan hal tersebut, Kepala KPPN harus mengetahui apakah Permintaan Kebutuhan Dana dan Realisasi SP2D telah diterima/masuk sistem yang ada di Dit. PKN. Selanjutnya atas dasar informasi tersebut, Kepala KPPN menerbitkan SP2D. Demikian halnya dengan Kepala Kanwil DJPB wajib memonitor seluruh KPPN di wilayah kerjanya.

1)    KPPN
a)    Ask as you need
KPPN harus mengajukan Permintaan Kebutuhan Dana ke Dit. PKN sesuai kebutuhan.





b)    Use as you have
Dalam menerbitkan SP2D KPPN wajib memperhatikan Permintaan Kebutuhan Dana yang telah diajukan ke Dit. PKN. Dengan demikian, KPPN wajib menyesuaikan penerbitan SP2D dengan jumlah Permintaan Kebutuhan Dana.
 
c)    Follow the time frame
Dalam rangka menyampaikan Permintaan Kebutuhan Dana ke Dit. PKN dan pengiriman SP2D ke BO I, KPPN wajib mematuhi waktu yang telah ditentukan.

d)    Have a look at dashboard
KPPN wajib memonitor untuk memastikan bahwa pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana dan data Realisasi telah diterima Dit. PKN dengan melihat web DJPBN.

2)    Kanwil DJPB
a)    Know your KPPN
Kanwil DJPB wajib mengetahui kinerja seluruh KPPN di wilayah kerjanya, baik dalam hal pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana maupun data Realisasi penerbitan SP2D.

b)    Help them as they ask
Dalam hal terjadi kendala pada KPPN baik yang gagal/tidak bisa mengirimkan Permintaan Kebutuhan Dana dan data Realisasi penerbitan SP2D ke Dit. PKN, Kanwil DJPB wajib membantu KPPN dimaksud, sehingga pengiriman data dapat diteruskan oleh Kanwil DJPB ke Dit. PKN sesuai ketentuan.

c)    Have a look dashboard
Kanwil DJPB wajib memonitor untuk memastikan bahwa pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana dan data Reasilasi SP2D telah diterima Dit. PKN.
   
3)    Dit. PKN
Dit. PKN menjamin ketersediaan dana untuk memenuhi Permintaan Kebutuhan Dana senilai yang diajukan oleh KPPN.


Selanjutnya, KPPN dalam mengajukan Permintaan Kebutuhan Dana dan data Realisasi ke Dit. PKN wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1)    Pengajuan Permintaan Kebutuhan Dana KPPN
a)    KPPN wajib menggunakan aplikasi e-kirana
b)    KPPN wajib mengirim 3 kali Permintaan Kebutuhan Dana, yaitu Dana Awal, Tambahan I, dan Tambahan II.
c)    KPPN wajib mengirimkan Permintaan Kebutuhan Dana meskipun nihil, baik untuk dana awal maupun tambahan.

2)    Pengajuan Permintaan Kebutuhan Dana Awal
a)    Diterima s.d. jam 16.30 WIB
b)    Dapat lebih dari 1 (satu) kali pengiriman dengan sistem replace
c)    Kode konfirmasi 0 (nol)
d)    Pengiriman SP2D ke BO I mulai jam 07.30 WIB
e)    Diterima setelah jam 16.30 WIB menjadi Tambahan I.

3)    Pengajuan Permintaan Tambahan Kebutuhan Dana Tahap I
a)    Diterima s.d. jam 10.30 WIB
b)    Dapat lebih dari 1 (satu) kali pengiriman
c)    Kode konfirmasi A, B, dst.
d)    Pengiriman SP2D ke BO I mulai jam 11.00 WIB
e)    Diterima setelah jam 10.30 WIB, secara otomatis menjadi Tambahan Tahap II.

4)    Pengajuan Permintaan Tambahan Kebutuhan Dana Tahap II
a)    Diterima s.d. jam 13.45 WIB
b)    Dapat lebih dari 1 (1) kali perngiriman
c)    Kode konfirmasi melanjutkan permintaan tambahan sebelumnya dengan huruf, misalnya C, D, E dst.
d)    Pengiriman SP2D ke BO I mulai jam 14.00 WIB
e)    Diterima setelah jam 13.45 WIB, secara otomatis permintaan ditolak, sehingga tidak disediakan dananya.

5)    Realisasi
a)    Dikirim ke Dit. PKN jam 15.00 waktu setempat
b)    Melalui menu pengiriman realisasi harian
c)    Untuk realisasi gaji induk (bulanan) direkam secara manual berdasarkan SPT.

6)    Monitoring KPPN
a)    Warna merah, Permintaan Kebutuhan Dana belum diterima Dit. PKN
b)    Warna kuning, Permintaan Kebutuhan Dana telah diterima, namun data Realisasi SP2D belum diterima Dit. PKN
c)    Warna hijau, Permintaan Kebutuhan Dana dan data Realisasi SP2D telah diterima Dit. PKN

7)    Monitoring Kanwil DJPB
a)    Warna merah, Permintaan Kebutuhan Dana dari salah satu KPPN atau lebih di wilayah kerjanya belum diterima Dit. PKN
b)    Warna kuning, Permintaan Kebutuhan Dana dari seluruh KPPN di wilayah kerjanya telah diterima, namun data Realisasi SP2D dari satu KPPN atau lebih di wilayah kerjanya belum diterima Dit. PKN
c)    Warna hijau, Permintaan Kebutuhan Dana dan data Realisasi SP2D dari seluruh KPPN di wilayah kerjanya telah diterima Dit. PKN

8)    Kendala
Dalam hal KPPN mengalami kendala pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana dan data Realisasi SP2D, KPPN wajib melaporkan ke Kanwil DJPB, selanjutnya Kanwil DJPB mengirimkan ke Dit. PKN


b.TSA Penerimaan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah menyatakan bahwa semua pengeluaran berasal dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN), dan semua penerimaan masuk RKUN. Sejalan dengan itu, saldo rekening penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke RKUN di Bank Indonesia.

Mempedomani Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PKM.05/2008 tentang Pelaksanaan Uji Coba Pelimpahan Rekening Penerimaan Pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi Pada Hari Kerja Berikutnya, pelaksanaan uji coba H+1 dilaksanakan mulai Nopember 2008. Selanjutnya dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-49/PB/2008, terakhir diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-01/PB/2009, pelaksanaan uji coba TSA Penerimaan dilaksanakan secara bertahap. Pada bulan Juni 2009 semua Bank/Pos Persepsi telah menjalankan uji coba H+1, kecuali penerimaan PBB dan BPH TB.

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.05/2009 dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Uji Coba Rekening Penerimaan KPPN Bersaldo Nihil Dalam Rangka Penerapan TSA, maka uji coba penerapan TSA Penerimaan dilaksanakan secara bertahap. Adapun tahapan uji coba penerapan TSA Penerimaan dimaksud dilaksanakan sebagai berikut :

1)    1 Juli 2009 untuk seluruh bank persepsi/devisa persepsi/pos persepsi mitra kerja KPPN dalam wilayah kerja Kanwil DJPB Pekanbaru, Jambi, Palembang, Bengkulu, Serang, Bandung, Yogyakarta, Palangkaraya, Denpasar, Mataram, Palu, Kendari, dan Manado. Disamping itu, pada tanggal 1 Juli 2009 seluruh Bank Central Asia, Bank Nusantara Parahyangan, Bank Mega, dan Bank CIMB Niaga telah melaksanakan uji coba penerapan TSA Penerimaan untuk seluruh wilayah Kanwil DJPB.

2)    3 Agustus 2009 untuk seluruh bank persepsi/devisa persepsi/pos persepsi mitra kerja KPPN dalam wilayah kerja Kanwil DJPB Banda Aceh, Medan, Padang, Pangkalpinang, Jakarta (KPPN Jakarta II, III, dan IV), Semarang, Pontianak, Samarinda, Kupang, Ternate, dan Jayapura.

3)    1 September 2009 untuk seluruh bank persepsi/devisa persepsi/pos persepsi mitra kerja KPPN dalam wilayah kerja Kanwil DJPB Bandar Lampung, Jakarta (KPPN Jakarta I dan V), Surabaya, Banjarmasin, Makassar, Gorontalo, dan Ambon.

3. Lelang Bank Operasional I (BO I)

Dalam rangka pelaksanaan TSA Pengeluaran, dilakukan lelang untuk menentukan BO I yang diikuti oleh Bank Bank Umum. Sebelumnya, proses pemilihan BOI dilaksanakan melalui penunjukan langsung. Lelang BO I tersebut dilakukan secara kompetitif dan transparan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan pengendalian aliran kas pemerintah yang akuntabel. Mekanisme lelang BO I tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 23 ayat (2) pada Pasal 24 ayat (3) dimana pemerintah berkewajiban untuk membayar biaya sebubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh Bank Umum. Berdasarkan hasil lelang BO I yang telah dilaksanakan, pemerintah tidak perlu memberikan kompensasi atas pelayanan yang diberikan.


4. Treasury Notional Pooling (TNP)

Dalam upaya melaksanakan TSA, dana yang berada pada Bendahara Pengeluaran seyogyanya di-sweep ke BI. Namun demikian, hal tersebut belum dapat dilaksanakan karena adanya kendala teknis perbankan. Untuk menjembatani hal tersebut, dilaksanakan Treasury Notional Pooling (TNP) yaitu sistem untuk memonitor dan menghitung total saldo seluruh rekening Bendahara Pengeluaran tanpa harus melakukan pemindahbukuan. Dengan adanya TNP Bendahara Pengeluaran, pemerintah dapat memonitor seluruh rekening Bendahara Pengeluaran, memantau jumlah uang yang ada pada mereka secara aktual, dan memperoleh pendapatan bunga yang cukup baik.

Menindaklanjuti TNP Bendahara Pengeluaran, telah disusun Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan TNP Bendahara Penerimaan. Dengan adanya TNP baik untuk Bendahara Pengeluaran maupun Bendahara Penerimaan, pemerintah dapat memonitor seluruh rekening pada seluruh Bendahara Satker Kementerian/ Lembaga, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan bunga yang lebih baik.

5.  Pengelolaan Uang Negara di Bank Indonesia

Mempedomani Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Nomor : 17/KMK.05/2009
Nomor : 11/3/KEP.GBI/2009 tanggal 30 Januari 2009 tentang Koordinasi Pengelolaan Uang Negara, ditetapkan bahwa Saldo Kas Minimal uang negara rata-rata harian termasuk hari libur di RKUN di BI sebesar Rp. 2 triliun, dan $ 1 juta untuk rekening valas USD dan non USD. Atas kelebihan uang negara di atas jumlah minimal di RKUN, Bendahara Umum Negara (BUN) dapat menempatkan pada Rekening Penempatan di BI, yang dikelompokkan dalam Rekening Penempatan Rupiah, Rekening Penempatan Valas USD dan Rekening Penempatan Valas Non USD.

Adapun tingkat bunga atas penyimpanan uang negara pada RKUN sebesar 0,1 % per tahun, dan tingkat bunga atas penempatan uang negara di Rekening Penempatan di BI adalah sebesar 65 % dari BI Rate per tahun, sedangkan untuk valas USD sebesar 65 % dari Fed Fund Rate, dan Valas Non USD sebesar 65 % dari home currency valas dimaksud.

6. Bank Indonesia Government Electronic Banking (BIG-eB)

Dalam rangka monitoring dan transaksi atas dana pemerintah yang berada di BI, Departemen Keuangan dan BI telah menyepakati untuk menciptakan BIG-eB. BIG-eB merupakan sistem layanan sebagai media pendukung pelaksanaan TSA untuk mendapatkan informasi dan melakukan transaksi secara elektronik dan online atas rekening pemernitah yang berada di BI. Pada saat ini, penggunaan BIG-eB masih terbatas pada fitur yang bersifat informational, sedangkan fitur yang bersifat transactional, meskipun sudah siap digunakan namun belum dilaksanakan karena membutuhkan kesiapan infrastruktur pendukung dan pengujian terhadap tingkat keamanan transaksinya.
BIG-eB juga merupakan pengembangan metode transaksi dan informasi yang berbasis teknologi sebagai perubahan atas metode traksaksi yang sebelumnya melalui Bilyet Giro/Check dan perolehan informasi melalui rekening koran.



7. Pengelolaan Rekening Pemerintah Lainnya

Hal lain yang merupakan domain pengelolaan kas negara adalah pengelolaan rekening pemerintah lainnnya. Berdasarkan temuan BPK tahun 2004 s.d. 2006 ditemukan 4.643 rekening pemerintah di seluruh Kementerian/Lembaga dengan nilai Rp.32.351.621.689,- yang tidak dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL). Temuan ini menjadi sinyalemen tidak tertibnya pengelolaan rekening dalam penyelenggaraan pemerintah yang berpotensi adanya penyelewengan penggunaan uang negara. Untuk itu Menteri Keuangan mengeluarkan kebijakan penertiban rekening pemerintah pada seluruh Kementerian Negara/Lembaga melalui :
a.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja
b.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.05 /2007 tentang Penertiban Rekening Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga
c.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.05/2007 tentang Pengenaan Sanksi Dalam Rangka Pengelolaan dan Penertiban Rekening Pemerintah pada Kementerian Negara/ Lembaga/Kantor/Satuan Kerja.

Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, saat ini telah dilakukan penertiban dan penertiban ijin rekening lainnya, dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan transparansi keuangan negara serta untuk memenuhi amanat undang-undang yang menjadi landasan reformasi pengelolaan keuangan negara. Menteri Keuangan melakukan langkah-langkah penertiban rekening pemerintah pada seluruh Kementerian/Lembaga. Penertiban surat persetujuan/pembekuan rekening lainnya dilakukan mulai tahun 2007 dengan rincian sebagai berikut :

a.    Surat persetujuan rekening lainnya yang ditertibkan pada tahun 2007 sebanyak 885 rekening lainnya dari 13 Kementerian Negara/Lembaga
b.    Surat persetujuan rekening lainnnya yang ditertibkan pada tahun 2007 sebanyak 2.741 rekening lainnya dari 33 Kementerian Negara/Lembaga
c.    Dengan demikian, hingga akhir 2008 telah ditertibkan 3.626 rekening lainnya pada 33 Kementerian Negar/Lembaga.
d.    Pembekuan rekening lainnya pada tahun 2008 sebanyak 3.074 rekening lainnya pada 34 Kementerian Negara/Lembaga.

8. Pelaporan

Untuk keperluan managerial report yang berkaitan dengan pengelolaan kas negara, dilakukan pembuatan Laporan Realisasi Anggaran (Buku Merah) yang diterbitkan setiap minggu. Buku Merah merupakan flash report yang disusun dengan sistem aplikasi buku merah yang mengkonsolidasikan data Laporan Kas Posisi seluruh KPPN di Indonesia. Buku Merah digunakan untuk memantau dan memperoleh informasi kas secara cepat yang diperlukan untuk pengendalian kas. Data dimaksud dapat digunakan sebagai acuan bagi pimpinan untuk mendapatkan gambaran realisasi APBN secara umum sehingga dapat dijadikan sebagai alat pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan di bidang pengelolaan keuangan negara. Sebagai ilustrasi, pada saat tutup tahun anggaran 2008, Menteri Keuangan telah dapat mengetahui jumlah akhir realisasi penerimaan dan pengeluaran negara pada tanggal 31 Desember 2008 pukul 21.00 WIB. Hal tersebut merupakan sebuah prestasi besar dalam pengelolaan informasi keuangan negara yang belum pernah dapat dilakukan pada periode sebelum reformasi birokrasi Departemen Keuangan.

PERTANYAAN

1.    Kabid PP Kanwil DJPB Mataram
Bentuk rekening apakah yang harus dibuka oleh Bendahara, rekening tabungan atau rekening giro?
Berapa standar digit untuk rekening BRI ?
Apakah dibenarkan Gubernur NTB menerbitkan surat edaran yang mengarahkan agar semua satker di wilayahnya membuka rekening di Bank NTB ?

2.    Kabid PP Kanwil DJPB Palangkaraya
Apakah masih terdapat transaksi penerimaan/pengeluaran negara melalui Kantor Pos, karena setiap transaksi harus melalui Sentral Giro/Sentral Giro Gabungan ?
     Untuk daerah terpencil, apabila bank penerima belum online akan sulit memonitor tenggat waktu sampai ke rekening yang ditunjuk dalam SP2D, apakah ada sanksi bila terjadi keterlambatan ?
Kapan semua KCP BRI dan BRI Unit online ?

3.    Kabid PP Kanwil DJPB Kupang
Dalam rangka TNP, bagaimana cara Kanwil DJPB dalam memonitor rekening Bendahara di KPPN lingkup kerjanya?
KPPN dalam mengirim laporan rekening Bendahara ke Kanwil DJPB sering terjadi perubahan, sehingga laporan yang disampaikan oleh Kanwil DJPB ke Dit. PKN juga mengalami perubahan, bagaimana Kanwil bisa yakin bahwa laporan sudah benar ?

4.    Kasi Bendum KPPN Nunukan
Apakah bank yang masih Kantor Cabang Pembantu bisa menjadi bank persepsi ?
Apakah Kantor Cabang Pembantu bisa menjadi BO II untuk membayar gaji induk ?

Apakah kelebihan permintaan kebutuhan dana tidak masalah ?
Untuk cash forecasting, apakah aplikasi peran 2008 masih ada, dan bagaimana dengan aplikasi peran tahun 2009 ?
Dalam hal terjadi kendala, kami selama ini langsung menghubungi Dit. PKN, tidak ke Kanwil DJPB, apakah dibenarkan ?

5.    Kasi Kanwil DJPB Surabaya
Bagaimana perlakuan TNP atas rekening Bendahara Pengeluaran terhadap BLU ?
Perlu dilakukan penertiban sehingga tidak ada lagi bendahara yang membuka rekening tabungan, tidak dengan giro ?
Apakah hanya UP/TUP saja yang masuk dalam TNP,  bagaimana dengan LS ?

6.    Kasi Bendum KPPN Barabai
Realisasi permintaan kebutuhan dana untuk gaji induk tidak sama dengan penerbitan SP2D, karena SP2D diterbitkan sebelum tanggal 1 bulan berikut,  bagaimana yang benar dengan realisasi dalam hal ini ?

7.    Kasi Bendum KPPN Singaraja
Jumlah jasa perbandaharaan yang harus dibayar oleh BO I kiranya perlu ditinjau ulang, apa dasar perhitungannya ?

8.    Kasi Bendum KPPN Sampit
Mengapa RPK BUN P sering kehabisan dana pada siang hari ?

9.    Kasi Bendum KPPN Kotabaru
Bagaimana cara untuk menghitung kebutuhan esok hari, berdasarkan SPM yang telah diterima KPPN atau SP2D yang sudah net ?

TANGGAPAN

1.    Rekening yang harus dimiliki Bendahara adalah rekening giro. Apabila Bendahara terlanjur memiliki rekening tabungan maka harus ditutup terlebih dahulu dengan ijin Kepala KPPN. Selanjutnya Bendahara membuka rekening giro. Perubahan rekening tersebut dilaporkan oleh Satker ke KPPN, dan KPPN melakukan perbaikan data base rekening Satker dalam lingkup kerjanya.

Berdasarkan informasi dari BRI, rekening BRI yang baru terdiri atas 15 digit. Dengan demikian Bendahara yang memiliki nomor rekening yang  tidak 15 digit perlu disesuaikan/ diperbaiki.

Kita tidak berwenang menanggapi surat edaran Gubernur NTB tentang himbauan kepada Satker untuk membuka rekening di BPD NTB. Seharusnya yang keberatan adalah bank umum yang lain, karena kebijakan dimaksud menutup kesempatan bank-bank lain untuk mengelola dana Satker.

2.    Berdasarkan ketentuan, transaksi penerimaan/pengeluaran APBN masih dapat dilaksanakan melalui Kantor Pos.

Memang diakui bahwa untuk daerah terpencil, infrastruktur IT belum memadai sehingga banyak bank belum on line, sehingga sulit untuk memonitor apakah dana yang ditransfer oleh BO I sesuai SP2D telah sampai ke yang berhak. Sesuai ketentuan sampai saat ini  belum ada sanksi terhadap BO I dan bank penerima atas keterlambatan masuknya dana ke rekening yang berhak.

Berdasarkan informasi dari BRI, BRI telah mencanangkan bahwa mulai 1 Oktober 2009 semua KCP BRI dan BRI Unit sudah on line.

3.    Kanwil DJPB wajib memonitor perkembangan rekening Bendahara seluruh Satker di KPPN lingkup kerjanya, dan setiap ada perubahan wajib mengetahui berdasarkan laporan dari KPPN lingkup kerjanya.

Agar laporan rekening Bendahara Pengeluaran dari Kanwil DJPB diyakini kebenarannya, Kanwil DJPB wajib berperan aktif dan selalu melakukan konfirmasi atas perubahan data dari KPPN lingkup kerjanya. Setiap ada perubahan rekening Bendahara Pengeluaran, KPPN harus memberitahukan ke Kanwil DJPB, selanjutnya Kanwil akan memperbaiki data basenya sehingga sesuai dengan perubahan yang disampaikan oleh KPPN.

Dapat diinformasikan bahwa Dit. PKN akan menyampaikan nomor rekening Bendahara Pengeluaran di wilayah kerja Kanwil DJPB dan KPPN untuk digunakan sebagai acuan atas rekening-rekening yang masuk TNP. Kemudian Kanwil DJPB dan KPPN melakukan validasi dan rekonsiliasi. Dengan demikian Kanwil DJPB dan KPPN senantiasa mereview data seluruh rekening, untuk selanjutnya menyampaikan updatingnya ke Dit. PKN   

4.    Bank yang masih berstatus Kantor Cabang Pembantu tidak dapat menjadi bank persepsi, karena ada kewajiban untuk menyampaikan Rekening Koran dan akan kesulitan dalam NTPN. Namun demikian, kalau sudah on line boleh menerima setoran negara, tetapi NTPN tetap dari Kantor Cabang bank berkenaan.
Kantor Cabang Pembantu diperkenankan menjadi BO II untuk membayar gaji induk, dan KPPN sebagai kuasa BUN di daerah berwenang memberi ijin.

Permintaan Kebutuhan Dana dan Realisasi seharusnya sama. Kalau terjadi kelebihan permintaan seminimal mungkin.

Perencanaan kas merupakan tugas pokok kita ke depan, oleh sebab itu aplikasi peran akan tetap berlaku dan aplikasi peran 2009 masih dalam proses penyelesaian.

Dalam hal terjadi kendala di KPPN dalam mengirimkan Permintaan Kebutuhan Dana dan realisasi ke Dit. PKN, maka KPPN wajib memberitahukan ke Kanwil DJPB, selanjutnya Kanwil DJPB yang mengirimkan ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara, dengan demikian kalau terjadi kendala KPPN jangan langsung menghubungi Dit. PKN.

5.    Untuk saat ini TNP baru mencakup rekening Bendahara Pengeluaran, sedangkan rekening BLU masih dalam pengkajian apakah ikut TNP atau tidak.

Harus ada peran aktif dari KPPN dan Kanwil DJPB agar seluruh Bendahara Satker dalam lingkup KPPN di wilayahnya dalam membuka rekening hanya di rekening giro.

Yang masuk TNP tidak hanya UP/TUP dalam rekening Bendahara Pengeluaran, tetapi termasuk LS yang masuk rekening Bendahara Pengeluaran.

6.    Realisasi dalam konteks kebutuhan dana pada hekekatnya merupakan penarikan dana dari RPK BUN P - BO I. Dengan demikian informasi penting yang hendak diperoleh adalah perbandingan antara jumlah permintaan kebutuhan dana yang diajukan dengan jumlah realisasi yang ditarik oleh KPPN dari RPK BUN P &ndash BO I. Misalnya KPPN mengajukan Permintaan Kebutuhan Dana ke Dit. PKN pada tanggal 29 Juni 2009 termasuk Gaji Induk  bulan Juli 2009, maka realisasi dalam konteks &rdquo kebutuhan dana&rdquo adalah SP2D Non Gaji Induk dan SP2D Gaji Induk. Mengingat Gaji Induk tidak disampaikan ke BO I maka dokumen yang digunakan untuk menghitung realisasi adalah SP2D dan SPT. Perlu diingat bahwa dana &rdquoSPT&rdquo dimaksud masih berada di BO II. 

7.    Jasa perbendaharaan yang dibayar oleh BO I per SP2D/SPT sudah ditentukan dalam kontrak antara Ditjen Perbendaharaan dengan Pimpinan Kantor Pusat Bank Operasional yang bersangkutan. Seandainya akan diubah sudah barang tentu diperlukan ralat atas kontrak yang sudah ada.

8.    RPK BUN P sering kehabisan dana antara lain disebabkan oleh :
a.    KPPN tidak mengirimkan Permintaan Kebutuhan Dana tetapi menerbitkan SP2D.
b.    KPPN mengirimkan Permintaan Kebutuhan Dana tetapi terlambat/tidak diterima di Dit. PKN.
c.    KPPN menerbitkan SP2D dengan nilai melebihi Permintaan Kebutuhan Dana.
d.    BO I menarik dana dari RPK BUN P sebelum menerima SP2D.
e.    BO I menarik dana dari RPK BUN P melebihi SP2D yang diterima dari KPPN.

9.    Tata cara penghitungan Permintaan Kebutuhan Dana esok hari adalah berdasarkan SPM yang telah diterima KPPN dari jam 14.00 s.d. 16.30 waktu setempat, ditambah dengan perkiraan SPM yang akan diterima KPPN dari Satker pada

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)