EVALUASI PENYATUAN LAPORAN KAS POSISI DAN LAPORAN ARUS KAS

Tinjauan dasar hukum
Secara hukum Laporan Arus Kas mempunyai aturan yang sangat kuat yaitu Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Pasal 30 ayat 2 yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah terdiri dari Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan catatan atas laporan Keuangan pemerintah (CALK).

Ketentuan tersebut dirinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintah dan berbagai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan yang lebih implementatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LAK adalah salah satu bagian dari Laporan Keuangan Pemerintah sebagai bentuk pertanggungjawaban (accountability report) pelaksanaan APBN dan penatausahaan keuangan pemerintah.

Laporan Kas Posisi (LKP) sebenarnya bukan bagian dari laporan keuangan (sesuai istilah akuntasi) tetapi laporan yang menunjukkan posisi kas pemerintah pada posisi tertentu. Laporan Kas Posisi ini sudah ada sebelum paket undang-undang tentang keuangan pemerintah lahir. Laporan ini merujuk pada pedoman mengenai bendahara yang diatur dalam ICW (indische comptabiliteit wet). Jadi laporan ini sudah ada sebelum standar akuntasi pemerintah ada. LKP bukan bagian dari laporan keuangan tetapi laporan kas posisi dalam rangka cash management. Jadi secara posisi hukum dan fungsi laporan tersebut agak berbeda.

Kegunaan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, sebenarnya kedua laporan tersebut mempunyai kegunaan yang sangat berbeda. LAK adalah laporan pertanggungjawaban atau accountability report sedangkan LKP adalah laporan untuk pengambilan keputusan (kebijakan) atau managerial report . LAK sebagai accountability report dituntut untuk disajikan seakurat mungkin dengan memperhatikan prinsip-prinsip akuntasi. LAK disamping merupakan konsolidasi semua transaksi, juga harus melalui proses akuntansi atau sering disebut dengan posting rule dan berbagai menu validasi pada aplikasi vera untuk membantu meningkatkan akurasinya. Sebenarnya data untuk LAK juga sudah divalidasi juga oleh aplikasi bendum. LAK sebagai bagian dari LKPP sesuai aturan diaudit oleh BPK untuk menentukan tingkat kewajarannya. Tentunya semua proses tersebut memakan waktu yang lama sehingga sulit memakai LAK untuk proses pengambilan keputusan secara cepat.

Berbeda dengan LAK, LKP merupakan managerial report yang dituntut adalah kecepatan dan akurasi jumlah uang. Pada prinsipnya,LKP sudah bisa dianggap memadai jika jumlah arus masuk dan keluar sudah sesuai serta saldo rekening sudah sesuai dengan rekening Koran. Jadi LKP tidak terlalu memperhatikan ketepatan akun atau prosedur akuntansi (posting rule). Selain kecepatan dalam penyajian, bentuk LKP pun sebenarnya dapat dirobah penyajiannya sesuai kebutuhan karena memang tidak ada dasar hukum yang mengharuskan pernyajianya dalam format tertentu seperti halnya dengan LAK. Sebagai alat pengambilan keputusan yang cepat LKP sangat baik, kelemahannya adalah pada akurasinya. Tapi disisi lain, LKP bisa lebih lengkap dibanding LAK. Hal ini terjadi jika ada transaksi yang posting rulenya diaplikasi belum tersedia, maka dia akan dicatat di LKP tapi tidak masuk dalam LAK.

Akurasi Laporan

Kecepatan dalam penyajian LKP secara langsung berdampak pada berkurangnya akurasi. Karena dikejar waktu penyampaian sering kali LKP dikirimkan dulu baru kemudian diperiksa ulang ke akuratannya. Hal ini sering mengakibatkan pengiriman berulang. Secara akuntansi kesalahan tersebut sebenarnya tidak material. Sehingga keputusan yang diambil berdasarkan data yang "salah" tersebut tetap akurat. Meskipun sekarang validasi dalam aplikasi bendum sudah semakin banyak tetap belum mampu menyaingi validitas dari LAK. Sebenarnya dengan perbaikan berbagai aplikasi tingkat keaakuratannya dapat ditingkatkan, tetapi validasi dengan pemeriksaan fisik atas dokumen yang ada memungkinkan dilakukan dalam satu hari, apalagi untuk KPPN yang besar.

Akurasi LAK lebih tinggi dibandingkan LKP karena adanya waktu untuk melakukan berbagai validasi sebelum laporan tersebut diselesaikan menjadi LKP. Sebenarnya apabila LAK harus diproduksi pada saat yang bersamaan seperti LKP dapat dipastikan akurasinya sama dengan akurasi LKP karena sumber datanya sama. Akurasi LAK meningkat secara signifikan karena telah melalui berbagai menu validasi pada aplikasi vera maupun penelitian secara manual.

LKP sebenarnya LAK

Pada prinsipnya LAK dan LKP beradal dari sumber data yang sama, sehingga secara materi/isi bisa dikatakan sama. Yang membuat LKP dan LAK seolah jauh berbeda adalah format penyajiannya. LKP mengikuti format "I-Account" sedangkan LAK mengikuti format arus kas secara prinsip akuntansi pemerintah (PSAP) serta prosedur yang sudah ditetapkan. LKP mempunyai kelebihan yang tidak bisa dikalahkan LAK yaitu LKP mempunyai saldo dan mutasinya, dari berbagai rekening milik KPPN sebagai kuasa BUN di Daerah, serta semua transaksi akan masuk ke LKP meskipun posting rule belum ada. Hal ini menjadi kelebihan LKP dalam menyajikan informasi untuk keperluan manajemen kas. Sedangkan LAK unggul dalam hal tingkat akurasi karean ada proses validasi secara aplikasi dan manual.

Penggabungan LKP dan LAK ?

Sebelum melakukan penggabungan LKP dan LAK sangat perlu untuk meneliti lebih lanjut hal-hal berikut ini, yang menentukan bisa atau tidaknya LKP dan LAK menjadi satu laporan :

1. Sumber data dan mekanisme pelaporan

Apabila LKP dan LAK digabungkan tidak ada yang berubah pada sumber data. Data tetap didapatkan dari satker dan bank/pos persepsi yang diolah oleh berbagai aplikasi KPPN. Dengan penyatuan database antara bendum dan vera semakin jelas bahwa sumber data sama. Perubahan yang diperlukan mungkin dalam mekanisme pelaporan. Hal ini seharusnya tidak sulit karena sistem/mekanisme yang ada sekarang sudah mendukung jika ada yang harus disesuaikan. Jadi tidak ada masalah dalam hal sumber data dan mekanisme pelaporan di tingkat KPPN. LAK dan LKP tidak akan berbeda jauh, jika semua SOP berjalan dengan efektif maka LKP dan LAK hampir sama. Tapi jika ada posting rule suatu transaksi, tapi akun untuk transaksi tersebut telah tersedia dan dilaksanakan oleh KPPN maka transaksi tersebut akan masuk ke LKP dan tidak masuk ke LAK.

2. Pihak yang membutuhkan LAK / LKP

Pada level KPPN penggunaan LKP dan LAK tidak terlalu intensif. LKP dan LAK cenderung hanya dipergunakan oleh internal KPPN sebagai alat pengujian dan pelaporan internal.

Pada level nasional, saat ini pengguna utama LKP adalah Dit. PKN. Setelah data LKP diolah oleh Dit. PKN maka dihasilkan adalah Laporan realisasi anggaran yang disebut dengan "Buku Merah". Buku tersebut disusun dengan isi sama dengan LRA tapi dalam format "I-Account" dengan lampiran daftar realisasi per akun ditambah dengan berbagai lampiran lain. Karena dapat dihasilkan dengan sangat cepat dan cukup akurat penggunanya sangat luas. Buku tersebut sangat dipergunakan oleh DJA, BKF, DJPU, DJP, Menteri Keuangan dan berbagai pihak lain dalam membuat keputusan. Format "I-Account" sangat berguna sehingga sampai saat ini format tersebut masih dipertahankan. Hal lain yang membuat LKP sangat dibutuhkan adalah kemampuannya menyajikan data saldo rekening milik BUN dan mutasinya.

Disisi lain, LAK yang dihasilkan oleh KPPN sebagai bagian dari LKPP BUN-D dipergunakan oleh Dit. APK untuk membuat laporan keuangan nasional (LKPP-BUN). LKPP tersebut dapat dikatakan lebih banyak dipergunakan sebagai alat pertanggungjawaban dari pada pengambilan keputusan karena proses pembuatannya yang memakan waktu. Pihak yang paling berkepentingan tentunya adalah BPK.

3. Format laporan

Pertanyaan yang harus dijawab selanjutnya jika LKP dan LAK menjadi satu adalah apakah semua pihak yang memerlukan laporan (para stakeholder) dapat memuaskan kebutuhan mereka dengan satu format laporan. Jika dijadikan menjadi satu laporan maka secara legal bentuk yang dipakai adalah format Laporan Arus Kas karena jelas dasar hukumnya. Pada tingkat KPPN format laporan tidak terlalu menjadi masalah, tetapi ditingkat nasional LKP dan LAK yang telah disatukan tersebut akan terpaksa dipecah lagi seperti yang ada sekarang untuk memenuhi kebutuhan user.

4. Pihak yang bertanggungjawab untuk membuat laporan

Pada tingkat KPPN tentunya pembuat laporan tetap sama. Di tingkat KPPN LKP dan LAK dapat disatukan dalam satu laporan dan satu ADK dan dikirim kepada siapa saja yang membutuhkan, tetapi pada tingkat nasional jika "I-Account" dan LAK disatukan perlu kejelasan siapa yang akan bertanggungjawab untuk membuat laporannya.

5. Kecepatan dan Akurasi

Apabila LAK dan LKP disatukan, apakah kemampuan penyajiannya akan secepat LKP atau melambat seperti LAK. Pertimbangan kecepatan versus akurasi akan menjadi krusial untuk dipikirkan. LKP dan LAK bisa disatukan tentunya dengan harapan akan tetap cepat dan juga akurat.

Kesimpulan

  1. Pada tingkat KPPN penyatuan LKP dan LAK sangat mungkin. Seperti yang telah dibahas diatas sebenarnya LKP dan LAK adalah serupa. Penyatuan kedua laporan tersebut tidak merubah sumber data dan dapat menggunakan mekanisme yang telah ada. Karena format LAK sudah diatur dengan jelas maka secara otomatis jika LAK disatukan dengan LKP maka laporan yang keluar adalah LAK. Untuk mengakomodasi data yang tidak tertampung di LAK (tapi ada di LKP) diantaranya laporan saldo dan mutasi rekening KPPN, maka perlu diciptakan mekanisme baru misalnya dengan menambahkan lampiran.
  2. Pada tingkat nasional tampaknya hasil akhir LKP dan LAK akan sulit untuk disatukan karena kepentingan user yang berbeda.

Oleh : Wibawa Pram Sihombing

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)