Pernyataannya lugas, tempo bicaranya cukup berapi-api. Itulah yang terkesan dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh Kepala Biro Keuangan Departemen Sosial Emmy Widayanti kepada Hendy S. Yudhiyanto dari perbendaharaan.go.id dalam sebuah perbincangan singkat ketika berlangsung Rapat Koordinasi Penyelesaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2008 di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Apa pendapatnya tentang opini BPK atas laporan keuangan pemerintah, dan dan bagaimana upayanya mengoptimalkan kinerja organisasi yang dipimpinnya, simak saja perbincangan kami selengkapnya berikut ini.
Tadi Dirjen Perbendaharaan mengatakan bahwa kita harus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah. Kalau menurut Ibu seberapa relevan hubungan antara opini yang diberikan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan- red.) atas laporan keuangan dengan kinerja institusi kita sesungguhnya?
Saya sependapat dengan pak dirjen (Dirjen Perbendaharaan- red.). Opini itu bagi saya tidak sekedar instrumen untuk mengetahui laporan keuangan itu baik atau tidak, tetapi itu juga adalah alat memotivasi. Kementerian/ lembaga kan menginginkan opini WTP (wajar tanpa pengecualian- red.). Ketika kami tahun 2006 mendapatkan opini disclamer, itu luar biasa pengaruhnya terhadap kinerja internal kami. Kami pada waktu itu langsung merefleksi diri, ada apa ini kok kita hanya mendapatkan opini disclaimer. Kami resah, karena berarti ada yang belum optimal. Kami kemudian melakukan berbagai upaya di internal Depsos.
Kita kan tahu kalau SAI (Sistem Akuntansi Instansi- red.) itu gabungan antara SAK (Sistem Akuntansi Keuangan- red.) dan SIMAKBMN (Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara- red.). Kami melakukan penguatan pada para pengelola keuangan seperti bendahara, pengelola akuntansi, penerbit SPM, sampai dengan kepala satker sebagai KPA. Kami adakan pembinaan kepada mereka. Alhamdulillah, walaupun belum WTP, tetapi pada tahun 2007 Depsos sudah WDP (wajar dengan pengecualian- red.). Pengecualiannya itu ada di aset.
Bagi Depsos itu sudah luar biasa. Itu motivasi baru bagi kami, agar bagaimana di tahun 2008 kami bisa mencapai WTP. Kami juga langsung dihimbau oleh BPK untuk membuat action plan (AP). AP kita tahun 2008 adalah WTP walaupun kami melihat dari beberapa hal kami menemukan belum sepenuhnya optimal.
Kami berupaya keras untuk merealisasikan action plan itu. Namun jujur, kami merasa sangat berat untuk menjadi WTP karena itu tidak mudah, terutama dari segi aset. Depsos kan pernah dilikuidasi pada tahun 1999, aset kita banyak yang diserahkan dan kocar-kacir, diserahkan lagi, dan juga berperkara. Tahun 2008 kemarin kita sudah banyak melakukan sertifikasi aset yang berperkara. Apalagi sekarang rekon tidak hanya ke DAPK (Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan- red.) seperti dulu. Sekarang rekon aset ke DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara- red.),dan rekon uang ke DAPK.
Saya optimis bisa WTP tapi kami di Depsos merasa masih banyak PR yang harus diselesaikan. Untuk mendapatkan penghargaan kemarin saja kita didatangi oleh tim independen dari dari BPK. Saya diwawancarai, dokumen-dokumen kita diperiksa.
Maaf, penghargaan apa itu Bu?
O ya, jadi selain termotivasi dari disclaimer menjadi WDP, kami juga termotivasi dengan menjadi salah satu dari tiga departemen yang memperoleh penghargaan ketika BPK mengadakan ulang tahun pada tanggal 15 Jnuari 2009 kemarin. Dua departemen yang lain adalah Departemen Pertahanan dan Departemen Perindustrian. Jadi hanya ada tiga departemen yang mendapatkan penghargaan khusus atas upaya pencapaian kualitas laporan keuangan menuju yang lebih baik. Artinya, dari disclaimer menjadi WDP, bagi kami yang sudah merasakan disclaimer, adalah pencapaian yang luar biasa.
Saya katakan juga, kinerja departemen salah satunya dilihat dari kinerja laporan keuangannya. Pak menteri pun berkomitman tinggi untuk itu. Beliau selalu men-support, baik sarana-prasarana sampai kebutuhan SDM, seperti misalnya dengan memerintahkan kepada Biro Kepegawaian untuk merekrut akuntan. Depsos sedang memperbanyak SDM berlatar belakang ekonomi dan akuntansi, yang akan ditempatkan di satker-satker yang strategis, termasuk di Biro Keuangan sendiri. Jadi penguatan SDM tidak hanya melalui pelatihan saja, tetapi juga lewat rekrutmen.
Itu memotivasi kami dalam memperkuat SDM pengelola keuangan, juga pengelola program. Kami yakin dua fungsi itu tidak bisa terlepas satu sama lain. Bagi kami pengelola program juga penting karena biar pun pengelolaan keuangannya baik, tetapi pengelolaan programnnya tidak, itu juga tidak akan dapat berhasil baik. Keduanya harus bersinergi.
Di samping penguatan SDM, kami juga memperkuat proses pengelolaan keuangannya itu sendiri. Yang tidak kalah penting, kami juga mendorong bagaimana agar semua satker dapat segera menindaklanjuti temuan-temuan dari auditor, baik auditor internal maupun eksternal. Itu akan menentukan rapor Depsos.
Di samping itu, kami juga mengupayakan penguatan sarana dan prasarana. Sebagai contoh, tadi sempat disinggung oleh pak dirjen (Dirjen Perbendaharaan- red.) kalau kami di departemen itu kan ada program yang tergabung di dekonsentrasi. Di situlah memang kelemahan kami , sehingga kenapa dulu kami disclaimer. Jadi selain penataan aset, yang membuat kami disclaimer adalah laporan keuangan dekon.
Dekon ini menjadi masalah yang tidak sederhana lagi. Perlu pengelolaan SDM dan sarana/ prasarana. Bahkan tahun kemarin kita penuhi alat-alat kerja mereka. Kita beri mereka laptop dengan printernya. Di Depsos itu ada 4 satker atau 4 program yang didekonkan. Dulu UAW (Unit Akuntansi Wilayah- red.) itu adanya di kantor gubernur, tetapi itu tidak jalan, disclaimer terus. Baru setelah ada PMK 171 (Peraturan Menteri Keuangan nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat- red.) kita boleh menunjuk salah satu satker itu sebagai UAW. Alhamdulillah, akhirnya terbentuk, kemudian kita support lagi dengan sarana dan prasarana.
Saya di Biro Keuangan mulai tahun 2006. Waktu itu untuk memperoleh data aset sangat susah. Tim dari BPK sempat mengingatkan bahwa persedian barang banyak menjadi temuan di hampir semua kementerian/ lembaga. Akhirnya kami melakukan stock opname tuntas yang melibatkan 40 orang untuk barang persediaan untuk bencana. Ketika saya bilang kepada BPK bahwa Depsos sudah melakukan stock opname BPK senang dan mengatakan baru Depsos yang melakukan itu.
Kami mempunyai keyakinan kalau yang lain bisa kenapa kami tidak. Memang, belum ada departemen yang WTP karena memang departemen itu kan organisasinya besar dan asetnya banyak. Sampai saat ini hanya tiga departemen yang WDP, Depsos salah satunya
Terlepas dari prestasi Depsos dan beberapa departemen yang sudah baik penyusunan laporan keuangannya, ternyata penyusunan laporan keuangan konsolidasi untuk level pemerintah pusat, yaitu LKPP, masih terkendala. Selain kendala di intern departemen, seperti tadi diungkapkan oleh pak Dirjen Perbendaharaan, ada proses rekon yang harus dilakukan kementerian/ lembaga dengan Depkeu yang belum sepenuhnya optimal dilakukan. Bagaimana tanggapan Ibu atas kondisi tersebut?
Saya sependapat dengan pernyataan beliau (Dirjen Perbendaharaan- red.) tadi. Tetapi saya kira harus dibangun komitmen bersama secara menyeluruh, tidak hanya dalam hal rekon saja. Ibarat suatu komunitas warnanya biru semua, apabila kita kehendaki warnanya menjadi putih semua, harus merupakan komitmen kita semua. Sama juga dengan kementerian/ lembaga, kalau kita menginginkan WTP, komitmen untuk itu harus kita canangkan dan kita upayakan dengan sungguh-sungguh.
Ditjen Perbendaharaan jangan sungkan-sungkan untuk mengingatkan, menghimbau, memberikan pendampingan, memberikan asistensi dan advokasi. Depkeu, saya kira tidak akan bisa maju sendiri tanpa kementerian/ lembaga yang juga ikut maju. Kita ini kan sebetulnya baru merdeka dalam aspek keuangan pada tahun 2003, setelah terbitkan Undang Undang Keuangan Negara, di mana sebelumnya yang kita pakai adalah regulasi produk pemerintah kolonial.
Kita yang satkernya hanya ratusan saja banyak persoalan yang muncul. Tahun ini persoalan A muncul, berikutnya persoalan A selesai, persoalan B muncul. Kemudian Persoalan B selesai persoalan C muncul. Coba bayangkan, Diknas, Depag, atau Dephan yang jumlah satkernya ribuan.
Depsos sendiri menerapkan asas reward dan punishment untuk pengelolaan keuangan satker dekon. Ada yang tidak kami berikan dana untuk bencana karena mereka tidak serius ketika memberikan usulan, atau banyak temuan hasil pemeriksaannya. Kalau rapornya bagus, dana dekon bisa kita berikan lagi atau kita tingkatkan jumlahnya, tetapi kalau jelek kenapa harus diberikan lagi.
Bisa berbagi kisah sukses Bu, bagaimana caranya Depsos memotivasi para pegawainya sehingga mereka mau men-support dalam rangka memperoleh kinerja yang optimal?
Pada tanggal 14 Februari kemarin ada pertemuan yang dihadiri oleh 2.000 orang dalam rangka kita bersyukur dengan telah terbitnya Undang Undang Kesejahteraan Sosial baru, yaitu UU nomor 11 tahun 2009, sekaligus mendeklarasikan logo dan semangat baru Depsos. Di forum tersebut pak menteri menyebutkan nama saya dan seluruh jajaran Biro Keuangan, serta mengucapkan terima kasih atas prestasi kami dalam hal pengelolaan keuangan. Saya katakan pada saat itu, prestasi yang kita peroleh bukan kerja seseorang atau sekelompok orang, tetapi komitmen dan kesungguhan dari seluruh jajaran Depsos. Jadi intinya adalah komitmen kita bersama. Bisa saja Biro Keuangan sudah teriak-teriak tapi kalau unit-unit yang lain, satker-satker, tidak berkomitmen ya susah, karena laporan keuangan itu adalah kumpulan dari semua unit. Ketika kita dapat WDP langsung kita buat surat pemberitahuan kepada seluruh jajaran Depsos sekaligus menyampaikan ucapan terima kasih. Jadi, setelah semua satker memberikan warna, kita juga langsung memberikan apresiasi.
Kalau kita mendapat bimbingan dari Depkeu, kita selanjutnya juga mengadakan bimbingan di internal Depsos. Itu saya kira sangat efektif. Apalagi laporan keuangan juga kita tayangkan, sehingga kelihatan mana yang rajin dan mana yang tidak. Di forum pertemuan nasional kami serahkan penghargaan kepada dinas yag berprestasi berupa plakat yang diserahkan oleh menteri. Seperti tahun ini, kita memberikannya kepada tiga dinas, yaitu Gorontalo, Sulsel, dan Yogyakarta. Saya yakin, mereka semua akan termotivasi, yang belum mendapatkan pun akan berupaya lebi baik untuk memperolehnya. Sementara itu jalan, kami sedang memikirkan metode lain lain untuk memotivasi para staf.
- Wawancara
- Dilihat: 8281