Surat Keputusan mengenai pengenaan sanksi disiplin terhadap beberapa pegawai KPPN di lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat telah dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Hal tersebut menindaklanjuti temuan pelanggaran (gratifikasi) dari Tim Irjen Kemenkeu beberapa waktu lalu. Hendy S. Yudhiyanto dan Novri H.S. Tanjung dari perbendaharaan.go.id melakukan wawancara dengan Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat, Jean A.E. Rombot. Bagaimana tanggapan beliau tentang pengenaan sanksi disiplin tersebut, berikut ini perbincangan kami dari Kota Bandung.
Bila kita mengingat kembali kejadian sebelumnya, apa pendapat Bapak mengenai temuan pelanggaran dari Tim Irjen Kemenkeu pada KPPN di lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat?
Fenomena ini enggak enak sebetulanya, tapi itulah kehidupan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepan, tapi minimal kita sudah berusaha maksimal.
Apa pendapat Bapak mengenai SK pengenaan sanksi disiplin yang diberikan kepada beberapa pegawai tersebut?
Pada saat kami terima, langsung kami bawa. Surat Keputusan itu Saya sendiri yang sampaikan kepada mereka, disaksikan Kepala Kantor.
Ini adalah sebuah pelajaran. Ada contoh yang dibebas tugaskan, ada contoh yang dipensiun dinikan, ada yang hukuman berat, sedang dan ringan. Dan sudah kami laksanakan.
Apakah Bapak melihat ada indikasi pelanggaran yang sama di KPPN lain?
Saya tidak mau berprasangka buruk. Tapi minimal, sebagaimana saya ingin berbuat baik, mengapa orang lain tidak ingin berbuat baik sebagaimana yang sudah saya sampaikan.
Ini adalah oknum, bukan institusi. Karena kan kita belajar berubah dari tahun 2007, semenjak KPPN Percontohan. Tapi memang sebenarnya merubah mindset itu tidak semudah membalik telapak tangan. Kalau yang masih muda masih enak, tapi kalau yang sudah lama, luar biasa berat. Tapi harus, dan harus berubah.
Menurut pengamatan Bapak, sejauh mana perubahan yang terjadi pada KPPN di lingkup Jawa Barat khususnya?
Kita pengen berubah kok! Yang penting kan nawaitu (niat. red). Kalau kita hanya bersilat lidah, lidah kalau bertulang bisa patah. Tapi kita tunjukan juga bahwa kita ingin berubah di Jawa Barat ini.
Harus berani, kalau tidak dari hatinya enggak bisa. Tapi kalau dia ingin berubah, bisa. Karena itu harus merefleksikan dalam perbaikan perubahan pola hidup. Coba kalau biasanya tiap hari makan ayam, sekarang sekali sebulan makan ayam, itu gambarannya. Namanya manusia, tidak pernah ada orang yang merasa puas dalam kehidupan, selalu kurang. Itukan kontradiksi kehidupan. Sekarang kita tahan ini, untuk bisa merealisir keinginan yang diharapakan oleh pimpinan ditingkat pusat, baik Dirjen maupun Menteri Keuangan, bahwa kita bisa menjadi contoh reformasi birokrasi. Jadi, orang yang berhasil adalah orang yang bisa menyesuaikan setiap perubahan yang kita hadapi.
Apa yang akan Bapak lakukan kedepan dalam menjaga konsistensi perubahan yang terjadi?
Dulu suara saya bagus, enggak parau-parau. Sekarang parau karena kebanyakan ngomong (pembinaan. red).Capeknya itu. Sekarang bengkak saya punya kaki karena kebanyakan di mobil. Setiap datang selalu saya ajak untuk dialog, dan memberikan arahan, jauhkan kita dari gratifikasi. Harus tidak henti-hentinya kita berikan pengarahan, dan penjelasan kepada mereka, karena seringkali namanya orang sering lupa. Disatu sisi kalau kita datang mereka juga merasa bangga dijabanin (tengok). Jadi kita memperhatikan, karena itu anak-anak kita.
Bagaimana harapan Bapak kedepan, sehingga kejadian yang lalu tidak terjadi lagi?
Kita kan sudah buat fakta integritas, antara pegawai dengan kepala kantor, kemudian ada juga fakta integritas antara kantor dengan kantor. Nah, kalau masih saja begitu, berarti kan dia sudah menyalahi komitmen yang sudah dibuat.