Jakarta
Pagi itu aku terbangun dengan suara alarm handphone yang entah sudah berapa lama berbunyi. Anak yang terjaga hingga larut dan tanggung jawab untuk mempersiapkan acara kantor pagi ini membuat waktu tidurku berkurang dari biasanya. Saat mata ini terbuka, layar hp yg pertama dilihat ialah waktu yg telah menunjukkan pukul 7 pagi. Tak lama setelah itu, hp berbunyi lagi, kali ini adalah panggilan telepon dari atasan yang mengingatkanku untuk menyiapkan acara sosialisasi hari ini. Masih dengan setelan piyama, serta tatanan wajah dan rambut ala pulau kapuk, aku bergegas mencari peralatan tempur WFH. Sebuah laptop yang sudah tersambung ke internet, pencahayaan untuk menghilangkan kesan baru bangun tidurku dan sedikit camilan sisa kemarin sebagai sarapan telah siap di ruang kerja dadakan itu. Aku siap memulai pagi ini dengan berselancar di dunia per-zoom-an. Ya, waktu itu aku menyiapkan meeting room untuk acara sosialisasi di kantorku. Sebut saja namaku Putri, aku adalah salah satu pegawai di Jaksix, itu nama beken dari kantorku, nama resminya adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Tipe A1 Jakarta VI. Seperti kantor lain pada umumnya, dimasa pandemi ini kantorku juga menerapkan work form home, namun karena dasarnya kita adalah kantor pelayanan, masih ada beberapa pegawai yang ditugaskan untuk bekerja dikantor atau istilah kekiniannya work from office. Kantor ini masih tergolong muda, karena baru berusia 7 tahun sejak diresmikan tahun 2013. Sedangkan aku baru 2 tahun bekerja disini, tepatnya disubbagian umum. Keseharianku dalam bekerja biasanya membantu atasanku mengerjakan pekerjaan terkait keuangan, kepegawaian, dan administrasi umum lainnya, seperti persiapan acara sosialisasi, dan sebagainya. Rekan kerjaku pada subbagian umum berjumlah 5 orang, masing-masing berperan baik dalam tusinya. Pada akhir tahun kemarin, aku juga ikut tergabung dalam Tim Task Force, sebutan bagi kumpulan orang yang siap membantu tugas Front Office seksi Pencairan Dana, untuk sedikit membantu mengecekkan dokumen SPM yang diajukan satuan kerja pada aplikasi espm. Kembali ke waktu pagi itu, zoom meeting dimulai. Ruang kerja dadakanku saat wfh bersebelahan dengan suamiku yang juga sedang mengikuti zoom meeting di room lain, sedangkan anakku masih tertidur lelap di kamar kami. Walaupun serumah, tapi kalau sedang wfh, kami memang selalu tersekat dengan berbagai aktivitas yang berbeda. Singkat cerita, acara zoom pagi ini telah berakhir dengan ucapan terima kasih oleh kepala kantor. Melihat anakku yang masih terlelap, aku berencana melanjutkan pekerjaan lain yang telah menunggu. Namun saat melihat pesan masuk dari whatsapp, kabar mengejutkan membuatku terlupa dengan semua pekerjaan lain yang ingin aku kerjaan, kakakku positif covid. Dia tertular dari teman kantornya saat sedang kerja di pabrik. Seketika suasana hati membeku, seakan terdiam, tidak dapat berkata-kata. Waktu itu kami bingung mau melakukan apa dulu. Yang kupikir saat itu, hanya khawatir dengan orang tua dan anakku, karena kabar mengatakan covid lebih membahayakan bagi usia rentan dan balita. Rumahku dan rumah kakak tidak jauh jaraknya, masih dalam RT dan RW yang sama, hanya terpisah beberapa rumah denganku dan dengan orangtuaku. Langkah awal yang dilakukan kakakku yaitu melaporkan bahwa dia positif ke ketua RT.Tak lama kemudian tim satgas covid wilayah rumahku menghubungiku dan meneruskan penanganan lanjutan dengan puskesmas terdekat. Karena kami termasuk kategori kontak erat, dan pernah melakukan aktivitas bersama lebih dari 15 menit, kami disarankan untuk melakukan swab PCR di puskesmas. Waktu itu, pikiranku sedang kalut, masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, namun ada kekhawatiran juga dalam diriku bagaimana kalau virus tersebut tersebar diantara keluargaku. Hingga pada hari yang ditunggu, Tim Satgas Covid-19 dari Puskesmas mengabarkan bahwa hasil swab PCR anakku adalah postif. Sedangkan keluargaku yang lain, termasuk aku dan orang tuaku negatif. Tim Satgas mengabarkan bahwa anakku harus segara di isolasi di Wisma Atlit dan tidak bisa ditemani oleh orang tuanya. Aku terdiam mimikirkan hal tersebut, bagaimana bisa anak kecil ini merawat dirinya sendiri, sedangkan makan saja masih disuapi. Disisi lain, aku dan suami terus berusaha mengupayakan bagaimana anak kami dapat didampingi oleh kami saat menjalani isolasi. Kemudian, notifikasi whatsapp berbunyi lagi, ternyata itu adalah pesan dari pihak puskesmas yang mengabarkan bahwa kami dapat menemani anak kami dengan syarat hasil swab pcr kami positif, dan harus ada dalam waktu 1x24 Jam. Karena dengan alasan kami kontak erat terdekat dengan anak kami, sehingga diperlukan tes kembali untuk memastikan bahwa kondisi kami benar adanya. Suamiku dan aku berusaha untuk mencari bantuan dimana tes swab PCR yang dapat mengeluarkan hasil tercepat. Ternyata dukungan dari lingkungan kami tidak berhenti mengalir, teman-teman kami mencoba membantu dengan caranya mereka masing-masing, ada yang mengirimkan paket berisi banyak macam buah-buahan agar asupan makanan kami terus terjaga. Ada juga yang mengirimkan kami madu dan multivitamin agar kami sekeluarga dapat terus menjaga imun dengan baik. Ada pula yang mengirimkan makanan matang dan asupan gizi lainnya agar kami terus tidak merasa kesepian. Pada hari itu, energi positif datang dari tempat yang tidak disangka-sangka. Kukira orang akan memikirkan dirinya sendiri, dan bahkan akan menjauhi keluargaku setelah ada kabar ini. Namun yang kutemukan dari fakta kejadian ini yaitu aku dan keluargaku justru malah diberikan support yang sangat baik dari lingkungan dan teman-teman. Sampai pada akhirnya kami mencoba untuk tes swab PCR kembali. Kami bertiga datang ke sebuah rumah sakti yang memberikan layanan tes tersebut dengan hasil tercepat. Aku juga mendaftarkan anakku untuk melakukan swab PCR kembali. Setelah didapatkan hasil, ternyata kami bertiga dinyatakan negatif dengan CT Value diatas 40. Tidak henti-hentinya kami bersyukur. Dalam hati ini seakan berpesta merayakan ketenangan yang dinanti. Tidak lama setelah itu, aku menghubungi pihak puskesmas hasil tes swab PCR-ku kembali. Mereka mengizinkan kami untuk melanjutkan isolasi dirumah tanpa harus datang ke Wisma Atlit atau Hotel yang ditunjuk. Demi menjaga diri dan lingkungan, serta dengan melakukan protokol kesehatan, kami memutuskan tetap melanjutkan isolasi mandiri selama 14 hari walaupn hasil menyatakan negatif. Pagi berlanjut lagi, seperti hari sebelumnya, telepon berdering lagi, ternyata kali ini bukan alarm, melainkan bunyi telepon atasanku yang meminta untuk menyiapkan zoom untuk kegiatan hari ini. Ya, status kami saat ini masih work from home, yang artinya kami tetap bekerja meski sedang dirumah. Bedanya hari ini, diawali dengan informasi bahwa biaya tesku ditanggung oleh kantor. Subbagian umum, KPPN Jakarta VI.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search