Kebahagiaan berasal dari kata dasar bahagia, yang artinya suatu keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan)
Selaku manusia yang mempercayai adanya kehidupan setelah kematian, kita selalu meminta dan berharap agar kehidupan yang kita rasakan adalah kehidupan yang bahagia, baik dalam kehidupan nyata yang sedang dialami, maupun kehidupan nanti setelah kematian itu sendiri.Namun demikian tidak sedikit pula dari kita yang selalu mengeluh tentang kehidupan yang sedang kita alami, walau sesungguhnya kebahagiaan itu sebenarnya sedang kita jalani. Kita selalu mengatakan bahwa rumput di rumah tetangga lebih hijau dari rumput yang ada di halaman rumah kita sendiri.Kita selalu mengatakan bahwa penghasilan yang kita bawa pulang ke rumah masih kecil sehingga kita tak mampu mewujudkan kebahagiaan di rumah tangga kita.Kita selalu mengukur bahwa kebahagiaan hanya bisa dicapai dari besarnya penghasilan yang diperoleh. Di sinilah sebuah persepsi yang keliru terhadap kebahagiaan itu.
Berikut Saya toreh kan sebuah illustrasi yang mungkin dapat dirasakan dan lebih dimaknai, apa sebenarnya kebahagiaan itu.
Di suatu desa nun jauh dari keramaian, hiduplah satu keluarga yang sudah cukup tua yang menjalani hidupnya dengan bertani menanam padi di sawah. Setiap berangkat ke sawah, sang nenek senantiasa mempersiapkan bekal makanan yang akan dibawa untuk santap siang mereka di sawah. Dalam perjalanan menuju ke sawah milik mereka, tak jarang mereka selalu bertemu dengan orang yang sedang beraktivitas sesuai pekerjaannya masing–masing. Mereka tidak pernah menyembunyikan senyumnya setiap kali berjumpa dengan orang-orang dijalan. Untuk sampai kesawah, sang nenek dan kakek harus melewati beberapa ratus meter di jalan lintas yang banyak dilalui berbagai jenis kendaraan.
Di setiap perjalanannya menuju kesawah, mereka senantiasa melakukan obrolan-obrolan yang membuat perjalanan mereka menjadi tak terasa melelahkan. Setiap orang yang melihat mereka pasti akan merasa takjub dan iri melihat sang kakek dan nenek tersebut, karena mereka kelihatan sangat akur dan bahagia.
Suatu ketika dalam perjalanan ke sawah, kedua orang tersebut berjumpa dengan tetangganya yang sedang menaiki sepeda menuju ketempat kerjanya. Sang nenek berucap kepada suaminya,Kek..! ”Lihatlah tetangga kita yang bersepeda untuk berangkat ke tempat kerjanya itu. Alangkah bahagianya andaikan kita memiliki sepeda ya kek, yang dengannya kita bias pergi kemana pun dengan bersepeda. Tidak seperti sekarang ini. “Ya betul nek, berangkat ke sawah pun kau bias ku bonceng sehingga kau tak harus berjalan kaki seperti ini, jawab sang kakek”
Itulah sekelumit gambaran kehidupan dari sang kakek dan nenek yang setiap hari bekerja di sawah, yang pada awalnya kelihatan begitu bahagianya, namun ternyata mereka masih merasa ada sesuatu yang kurang dalam kehidupan mereka dengan menganggap bahwa tetangga yang bersepeda itu lebih bahagia daripada mereka.
Namun demikian apakah benar bahwa tetangga yang bersepeda itu sudah bahagia dengan apa yang dibayangkan oleh kakek dan nenek petani itu ?
Dalam perjalanannya menuju tempat bekerja, sang tetangga berjumpa dengan seseorang yang berangkat menuju tempat bekerjanya dengan menaiki sepeda motor. Ternyata bapak yang bersepeda pun bergumam dalam hatinya, “ betapa bahagianya diri ini andaikan aku memiliki sepeda motor seperti dia, aku akan bias kemana yang ku mau dengan bersepeda motor, tak perlu mengayuh sepeda ini, dan aku pasti akan lebih cepat sampai ke tempat tujuanku”.
Ternyata bapak yang bersepedapun merasa bahwa kehidupan yang sedang dijalaninya belumbahagia seperti bapak yang mengendarai sepeda motor.
Begitulah cara pandang masing –masing manusia selalu melihat kebahagiaan dari sisi orang lain, yang seolah –olah bahwa dirinya tak mampu mewujudkan kebahagiaan karena masih merasa kekurangan saja. Lalu bagaimana perasaan yang dialami bapak yang mengendarai sepeda motor ? Dalam perjalanan ketempatnya bekerja, beliau berpapasan dengan sebuah kendaraan kendaraan roda empat tahun lama yang bodynyapun sudah tak begitu nyaman dipandang mata, di sana-sini sudah keropos dan warnanya yang sudah kusam. Ternyata bapak yang bersepeda motorpun bergumam dalam hatinya, “ betapa bahagianya diri ini andaikan aku memiliki mobil seperti dia walaupun seperti itu, aku akan bias kemana yang ku mau tanpa harus merasakan panas di hari yang sedang panas dan tetap dapat berjalan tanpa terkena hujan apabila hari sedangt urun hujan”.
Demikian lah hari demi hari berjalan dan terus berjalan, setiap pagi semua berangkat bekerja dan sore hari setelah bekerja, mereka kembali kerumah masing –masing, begitu pula sang nenek dan kakek yang bekerja di sawah. Sore hari itu cuaca sangat mendung, dan tak lama kemudian hujan pun turun. Pada sore itu, pengendara mobil yang sudah using berpapasan dengan sebuah mobil mewah yang kelihatannya sangat nyaman dikendarai. Lalu ia pun bergumam dalam hatinya, “ betapa bahagianya orang yang ada di dalam mobil itu, bila dibandingkan dengan mobilku ini. Namanya saja mobil,tapi bila hujan seperti ini kadang air hujan pun masuk ke dalam karena kaca mobil tak bisa sepenuhnya tertutup rapat”.
Tak lama kemudian, di suasana hujan yang semakin lebat,bapak yang mengendarai mobil mewah berpapasan dengan sang nenek dan kakek yang pulang dari sawah. Mereka berjalan kaki di tengah terpaan hujan, dengan berpayung sebuah pelepah pisang dipakai berdua. “Alangkah bahagianya nenek dan kakek ini, sementara aku walaupun dalam mobil mewah tapi tak sebahagia mereka. Istri dan anakku sibuk dengan dunia mereka masing –masing”, gumam bapak yang mengendarai mobil mewah.
Bercermin dari torehan cerita di atas, sebetulnya di manakah letak kebahagiaan itu sebenarnya ? Ternyata kebahagiaan itu tidak bias dilihat hanya dengan membandingkan dengan kehidupan orang lain, karena belum tentu orang yang kita lihat itu bahagia seperti yang kitafikirkan. Kebahagiaan itu ternyata terletak pada diri kita sendiri. Tidak perlu membandingkan dengan kehidupan orang lain, yang terkadang membuat kita melupakan kebahagiaan, yang sebenarnya sudah kita dapatkan dan jalani sekarang.
Bergembiralah dan berbahagilah, Optimislah dan tenanglah, Jalani hidup ini apa adanya dengan penuh ketulusan dan keriangan.
Selaku manusia yang bertuhan, percayalah bahwa pabila kita pandai bersyukur, niscaya Tuhan akan menambah nikmat kepada kita, namun apabila kita tak pandai mensyukuri nikmat yang ada pada pada kita, yakinlah kita takkan pernah merasakan yang namanya kebahagiaan.