Penyempurnaan proses bisnis dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban APBN terus dilakukan dalam rangka mewujudkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Salah satu langkah nyata dalam digitalisasi pengelolaan keuangan negara adalah penerapan Financial Management Information System (FMIS) melalui sistem SAKTI, sebagaimana diamanatkan dalam PMK 158/PMK.05/2023 yang merupakan perubahan dari PMK 171/PMK.05/2021 tentang pelaksanaan sistem SAKTI.
Sebagai sebuah sistem yang adaptif, SAKTI terus berkembang dan berinovasi. Perjalanan SAKTI dimulai pada tahun 2011 dengan format aplikasi berbasis Desktop yang selanjutnya diimplementasikan secara bertahap mulai tahun 2016. Selanjutnya pada tahun 2019, SAKTI bermigrasi ke sistem berbasis Web dengan tujuan untuk memungkinkan akses yang lebih luas, efisien, dan terintegrasi dalam mendukung digitalisasi keuangan pemerintah. Kedepannya, di tahun 2025 SAKTI akan mulai memanfaatkan fitur Cloud dengan mengadaptasi arsitektur Microservices.
Saat ini Sistem SAKTI masih menggunakan model arsitektur monolitik, dimana pengembangan perangkat lunak dan semua komponennya masih berada dalam satu kesatuan yang saling bergantung (interdependen).
Mekanisme pertukaran data dalam sistem ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
a. Dari sisi fungsional proses bisnis:
-
Gangguan menyeluruh akibat satu titik masalah; Jika terjadi kegagalan pada satu komponen, keseluruhan aplikasi dapat terganggu (cascade failure).
-
Update berdampak besar pada sistem; Setiap perubahan, baik untuk perbaikan kesalahan (incident handling) maupun penambahan fitur baru (change request), berdampak pada seluruh aplikasi. Akibatnya, pengguna mengalami pemblokiran akses saat dilakukan maintenance pada SAKTI.
-
Respon terhadap kebutuhan mendesak menjadi lambat; Seiring bertambahnya kompleksitas aplikasi, proses perbaikan, build, dan deployment membutuhkan waktu lebih lama.
-
Penanganan insiden lebih sulit dan memakan waktu; Kompleksitas sistem menyebabkan penyelesaian insiden menjadi lebih rumit dan relatif lebih lama.
b. Dari sisi SDM dan Infrastruktur:
-
Kebutuhan kompetensi teknis yang lebih kompleks; Pengembang sistem harus memiliki pemahaman mendalam tentang berbagai teknologi, seperti Fuse dan Backend.
-
Sistem tidak dapat melakukan scale-up secara otomatis; Karena ukuran aplikasi yang besar, sistem tidak mampu menyesuaikan kapasitasnya secara dinamis sesuai kebutuhan.
-
Kesulitan dalam menangani insiden dan permintaan perubahan; Business/System Analyst dan Tim Pengembang harus memahami seluruh komponen aplikasi, mulai dari frontend hingga backend, sebelum melakukan perbaikan atau perubahan.
-
Kompleksitas sistem terus meningkat; Seiring bertambahnya proses bisnis dalam SAKTI, tingkat kompleksitas sistem juga semakin tinggi.
-
Skalabilitas sumber daya terbatas; Proses alokasi sumber daya harus dilakukan secara keseluruhan dan tidak dapat diarahkan ke komponen spesifik yang membutuhkan peningkatan kapasitas. Contoh: Pada awal bulan, beban tinggi terjadi pada proses LPJ Bendahara. Namun, sistem tidak memungkinkan untuk menambah kapasitas hanya pada bagian tersebut, sehingga seluruh sistem harus ditingkatkan.
Microservices membagi keseluruhan aplikasi menjadi bagian-bagian kecil yang bekerja secara mandiri, namun tetap dapat berkomunikasi satu sama lain. Bayangkan sebuah aplikasi seperti sebuah toko online. Dalam sistem monolitik, semua fitur seperti pencarian produk, pembayaran, dan pengelolaan stok berada dalam satu aplikasi besar. Jika ada satu bagian yang bermasalah, seluruh aplikasi bisa terganggu.
Dengan microservices, setiap fitur dibuat sebagai layanan terpisah. Misalnya, ada satu layanan khusus untuk pencarian produk, satu untuk pembayaran, dan satu lagi untuk pengelolaan stok. Jika salah satu mengalami gangguan, bagian lain tetap bisa berjalan dengan normal. Keuntungan utama dari microservices adalah lebih fleksibel, lebih mudah dikembangkan, dan lebih cepat diperbaiki dibandingkan sistem yang besar dan terpusat.
-
Gangguan sistem lebih terkendali -- Bila terjadi masalah di satu titik tidak menyebabkan keseluruhan aplikasi mejadi terganggu (Cascade kegagalan).
-
Perubahan berupa penyempurnaan insiden maupun penambahan fitur baru tidak berdampak pada seluruh sistem, sehingga proses maintenance dapat berjalan bersamaan dengan akses SAKTI oleh pengguna.
-
Respon terhadap kebutuhan yang mendesak dapat dilakukan dalam waktu yang lebih cepat aplikasi akan dipecah menjadi sistem yang lebih kecil.
-
Simplifikasi penanganan insiden yang terjadi dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
-
Sistem mampu melakukan scale-up secara otomatis dan fleksibel apabila terdapat peningkatan beban kerja. -- Contoh: Saat periode pelaporan periodik, kapasitas dapat ditingkatkan khusus untuk layanan tersebut tanpa harus menambah seluruh sistem, sehingga lebih efisien dalam penggunaan infrastruktur.
Implementasi Microservices pada SAKTI akan dilakukan secara bertahap sepanjang tahun 2025. Tahap awal mencakup persiapan atau prerequisite dari sisi teknis sistem yang meliputi; pengujian kesiapan database yang menunjang penerapan microservices, sinkronisasi data, perpindahan (switchover) database, serta proses stabilisasi sistem.
Setelah sistem SAKTI dinyatakan stabil pasca perpindahan database, selanjutnya akan dilakukan deployment SAKTI Microservices. Proses ini akan diikuti dengan Pointer Record Test (PTR Test) untuk memastikan kestabilan performa dan kesiapan implementasi sebelum dilaksanakannnya penerapan penuh (piloting).