DANANTARA
MEMBANGUN MASA DEPAN KEUANGAN INDONESIA MELALUI SOVEREIGN WEALTH FUND
Sovereign Wealth Fund (SWF) adalah Lembaga investasi milik negara yang mengelola dana kekayaan negara. Simon Johnson (2007) menyatakan bahwa SWF adalah Lembaga yang didirikan oleh pemerintah untuk mengelola aset kekayaan negara dalam mata uang negara lain. Selain itu, Bassan (2011) juga menambahkan bahwa SWF adalah badan yang dimiliki dan dioperasikan oleh pemerintah daerah atau pusat, dengan strategi investasi termasuk akuisisi saham di perusahaan yang terdaftar di pasar internasional yang beroperasi di sektor yang dianggap strategis oleh negara tempat perusahaan tersebut didirikan. Perlu diketahui, bahwa Sovereing Wealth Fund berbeda dengan cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Sentral. SWF lebih berorientasi jangka panjang dengan harapan berupa Return Of Investments. Sedangkan Cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Sentral berguna untuk memenuhi kewajiban dan mendukung kebijakan moneter, dengan tujuan utama berupa likuiditas. Isu terkait dengan SWF bukanlah hal baru, apalagi dalam locus yang lebih luas, ekonomi global. Beberapa negara sudah lebih dahulu mendirikan SWFnya masing-masing dengan kondisi yang beragam pula. Salah satu Lembaga SWF yang paling baru dibentuk adalah dari Negara Indonesia dengan nama DANANTARA, dan ini merupakan SWF kedua Indonesia setelah INDONESIAN INVESTMENT AUTHORITY (INA).
Daya Anagata Nusantara (DANANTARA) adalah badan pengelola investasi strategis yang mengonsolidasikan dan mengoptimalkan investasi pemerintah dengan tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Lembaga ini resmi terbentuk setelah disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara. Adapun visi Danantara adalah sebagai pengelola investasi terkemuka, di mana BUMN strategis akan menjadi enabler penempatan investasinya, Danantara Indonesia mendorong transformasi ekonomi Indonesia dengan menumbuhkan badan Sovereign Wealth Fund berskala dunia, mendukung pembangunan nasional dan menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Tampak jelas bahwa visi Danantara adalah menjadi badan Sovereign Wealth Fund berskala dunia, dengan tujuan utama meningkatkan dan mengoptimalkan investasi dan operasional BUMN dan sumber dana lain.
Adapun tugas utama Danantara, sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 10 Tahun 2025 adalah:
- Mengelola dividen Holding Investasi, dividen Holding Operasional, dan dividen BUMN
- Menyetujui penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan dividen
- Bersama Menteri membentuk Holding Investasi dan Holding Operasional
- Bersama Menteri menyetujui usulan hapus buku dan/atau hapus tagih atas aset BUMN yang diusulkan oleh Holding Investasi atau Holding Operasional;
- Memberikan pinjaman, menerima pinjaman, dan mengagunkan aset dengan persetujuan Presiden
- Mengesahkan dan mengonsultasikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN atas Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Holding Investasi dan Holding Operasional.
Untuk saat ini, informasi terkait dengan rencana operasional, target capaian, dan teknis operasional masih belum diterima oleh Publik. Namun hal ini wajar, mengingat Lembaga tersebut baru saja berdiri pada 24 Februari 2025 lalu, dan masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan berbagai macam persiapan strategi dan operasional. Namun, sebagaimana disampaikan oleh Truman (2010) dalam bukunya Sovereign wealth funds: Threat or salvation, maka penting bagi kita untuk memahami apa saja resiko dan keuntungan dari sebuah Lembaga SWF, dalam hal ini Danantara. Untuk mempermudah pemahaman, maka dalam kesempatan ini akan coba dibahas mengenai best practice SWF di negara-negara lain.
- China
China telah mendirikan SWF pertamanya pada tahun 2007 dan dinamai dengan China Investment Corporation (CIC). CIC didanai melalui penerbitan obligasi pemerintah yang kemudian dana dikumpulkan dan digunakan untuk membeli cadangan devisa sebesar 200 juta USD. Saat ini, CIC sudah menempati SWF terbesar kedua dengan total aset sebesar 1,332 Triliun USD dan 34 anak perusahaan. Sebagaimana yang disyaratkan oleh Undang-Undang Perusahaan, CIC telah berupaya memperbaiki tata kelola dan pengaturan kelembagaan internalnya. Perusahaan telah membentuk Dewan Direksi, Dewan Pengawas, dan tim manajemen. Pengangkatan dan pemberhentian direktur Dewan harus disetujui oleh Dewan Negara. Ketua dan wakil ketua Dewan ditunjuk oleh Dewan Negara. Strategi pengembangan dan pedoman operasional dan investasi CIC ditentukan oleh Dewan Direksi. Tanggung jawab dan akuntabilitas dalam CIC, di seluruh departemen dan bagian, ditetapkan dengan jelas. Kinerja pelaksanaan dan akuntansi CIC dilaporkan kepada Dewan dan tunduk pada pengawasan Dewan Pengawas. Departemen Audit Internal melaksanakan audit independen. Laporan audit harus disetujui oleh Ketua Dewan Pengawas. CIC tunduk pada pengawasan keuangan oleh Kementerian Keuangan dan audit eksternal berkala oleh Kantor Audit Nasional. Tujuan investasi CIC adalah pertama-tama, berinvestasi dalam portofolio instrumen keuangan luar negeri yang terdiversifikasi, untuk memaksimalkan pengembalian jangka panjang atas modal CIC; dan kedua, merekapitalisasi lembaga keuangan domestik sebagai pemegang saham yang mematuhi undang-undang yang relevan guna mempertahankan dan meningkatkan nilai aset keuangan milik negara di anak perusahaannya yang sepenuhnya dimiliki – Central Huijin. CIC memfokuskan investasi luar negerinya terutama pada ekuitas, pendapatan tetap, dan aset alternatif. CIC akan mengalokasikan aset secara hati-hati dan efektif dengan toleransi risiko yang dapat diterima. CIC telah menetapkan sistem awal pengambilan keputusan investasi, pengendalian internal, serta pemantauan dan pengelolaan risiko. CIC telah menetapkan struktur manajemen risiko guna memastikan operasi yang sah, patuh, sehat, dan bijaksana.
B. United Arab Emirates (UAE)
UAE mendirikan SWF bernama Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) pada tahun 1976. Misi utamanya adalah untuk menumbuhkan modal untuk mempertahankan kemakmuran jangka panjang. ADIA mengelola portofolio investasi global dengan lebih dari 24 jenis aset dengan berbagai macam kategori. ADIA memiliki strategi investasi yang disiplin yang bertujuan menghasilkan return yang stabil dalam jangka panjang dengan parameter resiko yang terukur, tentunya dengan manajemen yang cermat. ADIA selalu menyelaraskan perencanaan yang disebut dengan ADIA Wide Planning (AWP), yang bertujuan mengkonsolidasikan dan mengukur tujuan jangka pendek, menengah, dan tujuan jangka panjang. Strategi investasi di ADIA dimulai dengan risiko yang ditetapkan dengan jelas. Hal ini telah dikalibrasi melalui campuran sekuritas yang diperdagangkan secara publik, yang dikenal sebagai Portofolio Referensi, yang dikembangkan untuk menentukan jumlah risiko pasar yang diinginkan yang harus diterima dalam jangka panjang. Berdasarkan Konstitusi UEA, sumber daya alam dan kekayaan Emirat Abu Dhabi merupakan milik umum Abu Dhabi. Pemerintah Emirat Abu Dhabi menyediakan dana kepada ADIA yang dialokasikan untuk investasi dan surplus terhadap kebutuhan anggaran dan komitmen pendanaan lainnya. ADIA diharuskan untuk menginvestasikan dana ini dan menyediakan sumber daya keuangan bagi Pemerintah Emirat Abu Dhabi, sesuai kebutuhan, untuk mengamankan dan menjaga kemakmuran Emirat di masa depan. Sesuai dengan budaya kehati-hatian kami, manajemen risiko tertanam dalam semua investasi ADIA dan aktivitas terkait, dari alokasi aset hingga investasi di kelas aset individual dan akhirnya hingga eksekusi perdagangan. Kerangka kerja manajemen risiko ADIA bersifat holistik, dirancang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara komprehensif semua jenis risiko di seluruh kelas aset dan memastikan setiap masalah potensial dikelola secara efisien dan efektif. Mengingat beberapa nilai ini, wajar saja jika saat ini ADIA berhasil menjadi Lembaga SWF terbesar ke 4 di dunia dengan total asset 1,057 Triliun USD dengan 50 anak perusahaan. Sebagai tambahan, ADIA pernah berinvestasi pada salah satu perusahaan milik anak bangsa Indonesia, GOTO, dengan nilai sebesar Rp5,64 Triliun.
C. Brazil
Brazil adalah salah satu contoh bahwa pembentukan SWF tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Brazil untuk pertama kalinya membentuk SWFnya dengan nama Brazilian Sovereign Fund (BSF) pada tahun 2008, namun harus berhenti beroperasi pada tahun 2019 karena terlilit hutang. Pada awalnya BSF dibentuk pada masa pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Brazil (sekitar tahun 2007), yang diperoleh melalui dana surplus eksplorasi minyak dan operasi lain yang dijalankan oleh perusahaan milik negara. Latar belakang utama dibentuknya BSF adalah mempromosikan investasi di Brasil dan luar negeri, meningkatkan simpanan publik, memitigasi dampak dari siklus ekonomi, dan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek strategis di dalam dan luar negeri. Pada awal pembentukannya, BSF menginvestasikan dananya secara penuh ke dalam Fiscal Fund for Investment and Stabilization (FFIE), yakni sebuah dana bersama yang teregistrasi pada sekuritas dan Komisi Bursa di Brasil. Dalam konteks ini, pemerintah memang bermaksud untuk menginvestasikan dana BSF selama periode stabilitas ekonomi, dan mengeluarkan dana tersebut selama krisis finansial. Sebagian besar cadangan BSF lantas disimpan dalam obligasi negara berbentuk beku, sehingga dapat menghambat terlaksananya investasi dalam ekuitas swasta dan mata uang negara maju. Pada tahun 2019, pemerintah Brasil akhirnya memutuskan untuk membubarkan BSF yang kala itu telah memiliki dana sebesar USD 7.12 miliar. Hal ini dikarenakan dana tersebut akan digunakan untuk membiayai hutang pemerintah yang telah mencapai USD 1 triliun pada tahun 2017. Selain itu, pembubaran BSF juga dimaksudkan untuk meningkatkan kembali perekonomian nasional setelah terjadinya keputusan investasi yang tidak menguntungkan dalam pasar saham Petrobras—menyebabkan kejatuhan nilai saham sebesar 40%.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, tentu dapat disadari secara nyata bahwa keberhasilan suatu SWF tidak terlepas dari kecermatan pengelolaan dana yang dibarengi integritas pengelolaan keuangan. Perencanaan yang baik, akan menghasilkan dampak yang baik juga, sebagaimana yang dilakukan oleh China dan UEA. Sedangkan, pengelolaan dan perencanaan yang buruk, serta banyaknya intervensi dari Eksekutif, nyatanya akan menimbulkan kerugian kepada SWF, seperti yang terjadi pada BSF.
Berikut disampaikan beberapa kunci keberhasilan SWF, mengacu pada data histori beberapa Lembaga SWF yang telah disebutkan sebelumnya.
A. Keberhasilan SWF
- Diversifikasi Portofolio
Penyebaran investasi ke berbagai sektor untuk mengurangi risiko dan memastikan pertumbuhan stabil.
- Transparansi
Pengelolaan dana yang terbuka dan jelas, serta laporan yang dapat diakses publik.
- Tata Kelola yang Baik
Pengelolaan yang profesional, akuntabel, dan sesuai dengan standar internasional.
- Visi Jangka Panjang
Fokus pada keberlanjutan ekonomi dan pengelolaan yang mempertimbangkan generasi mendatang.
- Kemandirian
Kemampuan untuk beroperasi dengan independensi dari pengaruh politik atau keputusan yang tidak rasional.
- Pemilihan Investasi yang Tepat
Investasi yang bijaksana di sektor-sektor yang stabil dan memiliki potensi keuntungan jangka panjang.
- Manajemen Risiko yang Efektif
Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko dalam berbagai investasi.
- Pembangunan Infrastruktur
Fokus pada pembiayaan proyek infrastruktur yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
- Inovasi dan Teknologi
Investasi dalam sektor-sektor teknologi dan inovasi yang berkembang pesat.
B. Kegagalan SWF
- Ketergantungan pada Sumber Daya Alam
Terlalu mengandalkan satu sektor atau komoditas (misalnya minyak) yang rentan terhadap fluktuasi harga.
- Kurangnya Diversifikasi
Terlalu banyak berfokus pada beberapa aset atau investasi tunggal yang berisiko tinggi.
- Kebijakan Investasi yang Buruk
Keputusan investasi yang tidak menguntungkan atau gagal memahami tren pasar global.
- Kurangnya Transparansi
Pengelolaan dana yang tidak jelas atau tertutup, yang menimbulkan ketidakpercayaan publik dan investor.
- Kepemimpinan yang Lemah
Kurangnya profesionalisme dan pengambilan keputusan yang buruk dari pengelola SWF.
- Politik yang Mengganggu
Intervensi politik yang merusak independensi pengelolaan dana dan mempengaruhi keputusan investasi.
- Investasi yang Tidak Efektif
Penggunaan dana untuk proyek yang gagal atau tidak menguntungkan dalam jangka panjang.
- Kurangnya Akuntabilitas
Pengelolaan yang tidak bertanggung jawab atau tidak diawasi dengan ketat, yang dapat menimbulkan penyalahgunaan dana.
- Isu Keamanan dan Geopolitik
Dampak dari ketegangan internasional atau konflik yang menghambat kemampuan SWF untuk beroperasi secara efisien.
SWF menjadi satu isu penting yang layak untuk mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat dan pemerintah. Khususnya di Indonesia, semenjak berdirinya Danantara, maka resmi ada dua Lembaga SWF di Indonesia, layaknya Singapura dengan GIC Private Limited dan TEMASEK-nya. Harapannya, pertumbuhan Danantara setidaknya mampu bahkan lebih daripada progress yang telah dicapai oleh INDONESIA INVESTMENT AUTHORITY (INA) yang telah mencatatkan aset sebesar Rp163,4 Trilliun.
Pada akhirnya, masyarakat Indonesia berharap semoga dengan adanya Danantara dapat memicu pergerakan ekonomi kearah yang lebih baik dan dapat membantu mendekatkan Indonesia pada cita-cita nasional, kesejahteraan umum Bangsa Indonesia.
Immanuel Agatha Simorangkir – PTPN Terampil KPPN Bengkulu
Sumber Referensi
Bassan, F. (2011). The law of sovereign wealth funds. Edward Elgar Publishing.
Hikmawati, Indah. (2022). Belajar dari Kegagalan Pengembangan SWF Brasil. Emerging Indonesian Project, diakses pada 02 April 2025 melalui https://emergingindonesia.com/2022/01/26/belajar-dari-kegagalan-pengembangan-swf-brasil/ .
IFSWF. (2025). Diakses pada 02 April 2025 melalui https://www.ifswf.org/members .
Johnson, S. (2007). TheRise of Sovereign Wealth Funds. Finance & Development, 57.
Pemerintah Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Lembaran Negara RI Tahun 2025 nomor 25, TLN (7097). Sekretariat Negara. Jakarta.
Pemerintah Indonesia. PP Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara. Lembaran Negara RI Tahun 2025 nomor 26, TLN (7098). Sekretarian Negara. Jakarta.
Sovereign Wealth Fund Institute. (2025). TOP 100 Largets Sovereign Wealth Fund Rankings by Total Assets, diakses pada 02 April 2025 melalui https://www.swfinstitute.org/fund-rankings/sovereign-wealth-fund .
Tentang INA. (2025). Diakses pada 02 April 2025 melalui https://www.ina.go.id/id/about-us .
Truman, E. M. (2010). Sovereign wealth funds: Threat or salvation?. Peterson Institute.