Sertifikasi PPK dan PPSPM: Syarat Pengelolaan APBN yang Profesional
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan bahwa APBN memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui tiga cara, yakni meningkatkan penerimaan, belanja yang berkualitas, dan mendorong pembiayaan yang inovatif. Hal tersebut disampaikan dalam acara Mandiri Investment Forum 2025 di Jakarta pada tanggal 11 Februari 2025 sebagaimana dikutip dari Portal Kementerian Keuangan 1). Belanja negara yang berkualitas dapat dicapai dengan pengelolaan yang profesional oleh para pengelola keuangan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perbendaharaan Negara telah mengatur bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara dibagi atas dua yaitu Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO) dan menteri/pimpinan lembaga sebagai Chief Operational Officer (COO). Menteri/pimpinan lembaga kemudian melimpahkan kekuasaan tersebut kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang kemudian menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) untuk melaksanakan sebagian tugas KPA.
Salah satu asas dalam pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah asas profesionalitas. Menurut Bambang Sancoko (Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan), asal profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian dan berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas ini menuntut pejabat perbendaharaan memiliki kemampuan untuk bertindak secara profesional dalam pengelolaan keuangan negara. 2)
Dalam rangka memastikan profesionalitas KPA, PPK, dan PPSPM dalam mengelola APBN, Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk melaksanakan standardisasi kompetensi bagi KPA, PPK, dan PPSPM. Standardisasi kompetensi tersebut telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.05/2018 tentang Standar Kompetensi Kerja Khusus bagi Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 211/PMK.05/2019 tentang Tata Cara Penilaian Kompetensi bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Melalui kedua PMK tersebut, telah diatur standar kompetensi yang harus dipenuhi oleh pejabat perbendaharaan satuan kerja (satker) dan sekaligus diatur bagaimana penilaian atas pemenuhan standar kompetensi tersebut dilakukan melalui penilaian kompetensi.
Pada pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 211/PMK.05/2019 diatur bahwa ASN, prajurit TNI, dan anggota Polri yang akan diangkat sebagai PPK atau PPSPM harus memiliki Sertifikat Kompetensi. Kepemilikan sertifikat kompetensi ini menjadi bukti telah terpenuhinya syarat kompetensi yang dituntut harus dimiliki oleh PPK dan PPSPM. PPK dan PPSPM
yang telah memenuhi syarat kompetensi dan mendapatkan sertifikat kompetensi disebut sebagai PPK Negara Tersertifikasi (PNT) dan PPSPM Negara Tersertifikasi (SNT). Syarat pemenuhan sertifikat kompetensi tersebut dinyatakan berlaku secara mutlak enam tahun sejak diundangkannya PMK Nomor 211/PMK.05/2019 tersebut atau pada awal tahun 2026.
Dimulai pada tahun 2020, Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah melaksanakan Penilaian Kompetensi PPK dan PPSPM secara periodik. Penilaian kompetensi dilakukan empat kali dalam setahun dan jumlah PPK dan PPSPM maupun calon PPK dan calon PPSPM yang tersertifikasi cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sampai dengan saat ini, dari 29.991 PPK telah bersertifikat sebanyak 19.886 (66%). Sementara itu, dari 18.980 PPSPM telah bersertifikat sebanyak 14.165 (75%). Dari data tersebut, terlihat bahwa masih terdapat 10.105 (34%) PPK dan 4.815 (25%) PPSPM belum bersertifikat.
Sumber: https://simaspaten.kemenkeu.go.id/home, diolah.
Mulai pada awal tahun 2026, para pejabat yang belum bersertifikat tidak dapat lagi melaksanakan tugas sebagai pejabat perbendaharaan, kecuali bagi PPK atau PPSPM yang dirangkap oleh KPA. Karena itu, tahun 2025 menjadi periode terakhir untuk menyelesaikan penilaian kompetensi bagi seluruh pejabat yang belum bersertifikat. Ditjen Perbendaharaan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di seluruh Indonesia terus mendorong para pejabat perbendaharaan pada seluruh satker mitra masing-masing untuk segera mengikuti penilaian kompetensi.
Pada seluruh satuan kerja mitra KPPN Bondowoso, masih terdapat 21 (23%) dari 90 PPK belum bersertifikat dan 25 (28%) dari 88 PPSPM belum bersertifikat. KPPN Bondowoso telah bersurat kepada seluruh satker serta terus mengingatkan para PPK dan PPSPM secara informal untuk mengikuti sertifikasi PPK/PPSPM. Selain itu, satker juga diimbau untuk mendorong pegawai lain sebagai calon PPK atau calon PPSPM untuk mengikuti penilaian kompetensi. Dengan adanya calon PPK dan calon PPSPM pada satker, diharapkan bahwa jika terjadi pergantian pejabat, satker tidak kesulitan dalam menentukan pejabat pengganti. Selain itu, dalam hal pejabat perbendaharaan yang aktif saat ini belum bersertifikat, mulai pada awal tahun 2026 dapat digantikan oleh calon yang telah bersertifikat.
Sejalan dengan penilaian kompetensi yang dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) melaksanakan peran sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan kompetensi bagi PPK dan PPSPM. Melalui Diklat PPK dan Diklat PPSPM, para pejabat perbendaharaan ini mendapatkan pelatihan teknis terkait tugas-tugas pengelolaan keuangan pada satker pengelola APBN. Seluruh peserta pelatihan yang telah lulus dan mendapatkan Sertifikat Diklat dapat mengikuti penilaian kompetensi dengan cara mengkonversi sertifikat diklat menjadi sertifikat kompetensi.
Salah satu kendala yang sering ditemui dalam proses penilaian kompetensi adalah kurangnya jumlah pegawai yang memenuhi syarat minimum untuk mengikuti penilaian kompetensi. Kendala menjadi penyebab masih banyaknya pejabat perbendaharaan tidak bersertifikat sehingga kemudian banyak KPA yang harus merangkap tugas sebagai PPK atau sebagai PPSPM. Selain itu, pelaksanaan diklat secara daring seringkali menjadi permasalahan bagi para pegawai yang mengikuti diklat PPK/PPSPM karena pelaksanaan diklat yang berbenturan waktu dengan pelaksanaan tugas sehari-hari.
Sumber:
- Menkeu Sri Mulyani: APBN Menjadi Instrumen Penting Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/APBN-Instrumen-Penting-Meningkatkan-Kesejahteraan
- Asas-Asas Keuangan Negara. https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/klc1-pusap-asas-asas-keuangan-negara/detail/
Oleh : Lukas Desie Palintong,
Pembina Teknis Perbendaharaan Negara Terampil pada KPPN Bondowoso
Catatan :
Artikel di atas merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili pandangan instansi dimana Penulis bekerja.