Curup

 

MEMBELA NEGARA DENGAN BERBELANJA

 

  1. PENDAHULUAN

Pandemi virus corona pada tahun 2020 telah mengubah aspek kehidupan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Adanya kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) untuk mencegah penyebaran virus corona, telah memengaruhi sektor ekonomi, salah satunya daya beli masyarakat.

Banyak pelaku usaha hingga pusat perbelanjaan tutup karena kebijakan tersebut. Sebab, masyarakat diharuskan beraktivitas di dalam rumah, mulai dari belajar, bekerja, hingga berbelanja. Hal ini mengubah pola belanja masyarakat dari offline menjadi online. Upaya mendorong konsumsi masyarakat menjadi salah satu strategi penting menyelamatkan ekonomi agar tak jatuh dalam jurang resesi mengingat konsumsi masyarakat adalah salah satu pilar pendorong ekonomi nasional. Hingga saat ini, imbas dari pandemi corona masih dirasakan dalam kehidupan ekonomi masyarakat.

Konsumsi masyarakat atau konsumsi rumah tangga dapat menjadi penopang utama dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Meningkatnya konsumsi rumah tangga akan dapat memulihkan kondisi perekomonian yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada kuartal I 2024 konsumsi rumah tangga menjadi penopang utama perekonomian Indonesia dari segi pengeluaran. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, nilai produk domestik bruto (PDB) harga berlaku Indonesia mencapai Rp5.288,3 triliun pada kuartal I 2024. Jika diukur berdasarkan harga konstan nilainya setara dengan Rp3.111,29 triliun, tumbuh 5,11% dibanding kuartal I tahun lalu (year-on-year/yoy). PDB menjadi salah satu alat ukur untuk menggambarkan perkembangan ekonomi negara.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, konsumsi rumah tangga memiliki distribusi 54,93 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2024, tumbuh 4,91 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Dengan pertumbuhan itu, konsumsi rumah tangga berkontribusi 2,62 persen terhadap angka pertumbuhan ekonomi.

Kemudian, sumber pertumbuhan ekonomi terbesar kedua ialah pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. Sumber pertumbuhan ini memiliki distribusi 29,31 persen terhadap PDB, tumbuh 4,91 persen, sehingga berkontribusi 1,19 persen terhadap angka pertumbuhan ekonomi.

 

  1. ANALISIS PERMASALAHAN

Dalam teori krisis, dikenal istilah keep buying strategy. Strategi ini menjelaskan bahwa konsumsi masyarakat sifatnya in-elastis, yang berarti, seburuk apapun kondisi ekonomi, masyarakat tetap berbelanja untuk mempertahankan daya beli dan penguatan pasar.

Namun kenyataan saat ini, masyarakat cenderung menahan belanja. Data menunjukkan, masyarakat lebih banyak menahan dana dan menyimpannya. Bank Indonesia mencatat, jumlah dana nasabah yang tersimpan di perbankan nilainya sangat besar. Hingga Agustus 2020, dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp6.228,1 triliun.

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah masyarakat dengan simpanan di atas Rp5 miliar terus meningkat. Sementara untuk masyarakat dengan simpanan di bawah Rp100 juta, pertumbuhannya paling kecil dibandingkan nominal simpanan lainnya.

Belanja masyarakat di masa periode krisis sangat dibutuhkan. Salah satu alasannya adalah untuk membuat roda ekonomi berjalan dan perputaran uang lancar. Belanja masyarakat akan mendorong produksi dunia usaha, sehingga usaha tetap jalan dan PHK pun akhirnya bisa dihindari.

Pemerintah menyadari salah satu kunci utama menyelamatkan ekonomi adalah konsumsi. Maka Pemerintah menggelontorkan bantuan seperti subsidi/bantuan gaji yang diharapkan mendorong masyarakat untuk terus belanja. Pemerintah berharap, subsidi gaji ini bisa mendorong daya beli dan konsumsi rumah tangga hingga 0,7 persen. Meningkatnya konsumsi rumah tangga diharapkan mengungkit pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

Belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L)

Realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) mengalami lonjakan pada akhir tahun 2024. Adapun realisasi belanja K/L selama tahun 2024 adalah Rp1.315 triliun. Angka ini lebih tinggi Rp 224 triliun dari alokasi belanja K/L dalam APBN 2024 sebesar Rp1.090,8 triliun. Sedangkan belanja non K/L mencapai Rp1.171,7 triliun pada akhir tahun 2024. Realisas ini lebih rendah Rp187 triliun dari alokasi  belanja non K/L dalam APBN 2024 yang sebesar Rp1.376,7 triliun. Perubahan realisasi belanja K/L dan dan non K/L ini terjadi karena adanya penggunaan dana cadangan belanja non K/L.

“Di dalam belanja non K/L ada cadangan. Kalau cadangan dipakai maka dia menjadi belanja K/L atau berpindah ke belanja K/L. Ini adalah mekanisme APBN karena APBN adalah alat berjaga-jaga kalau terjadi hal-hal untuk melindungi masyarakat dan perekonomian,” ucap Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta Edisi Januari 2025 di kantor Kementerian Keuangan pada Senin (6/1/2025).

Secara keseluruhan belanja negara tumbuh 7,3% mencapai Rp3,350,3 triliun dimana percepatan belanja negara sudah terjadi sejak kuartal I-2024. Belanja negara tidak menumpuk pada kuartal IV-2024 saja. Dengan kata lain belanja negara lebih merata dibandingkan tahun 2023.

Belanja negara tahun 2024 dioptimalkan sebagai shock absorber dan agent of development, di tengah perekonomian global masih dibayangi risiko ketidakpastian yang tinggi. Belanja negara berperan menjadi shock absorber untuk melindungi rakyat dan menjaga stabilitas ekonomi dilakukan antara lain melalui bantuan pangan; stabilisasi pasokan dan harga pangan; subsidi energi dan kompensasi; bantuan sosial; program kredit usaha rakyat (KUR); serta dukungan sektor perumahan.

 

BELA NEGARA DENGAN BERBELANJA

Salah satu pendorong roda perekonomian adalah belanja yang dilakukan oleh masyarakat. Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagai elemen masyararakat yang cederung memiliki penghasilan rutin setiap bulan, diharapkan dapat menjadi motor untuk mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Berdasarkan laporan dalam Buku Statistik ASN Semester II 2024 yang disusun oleh Direktorat Pengelolaan Data dan Penyajian Informasi Kepegawaian BKN, total jumlah ASN mencapai 4.734.041 orang per 31 Desember 2024. Mayoritas ASN, yaitu sekitar 78% atau 3.707.714 pegawai, bertugas di instansi daerah, sedangkan 22% sisanya atau 1.026.327 pegawai bekerja di instansi pusat.

Dengan jumlah ASN yang cukup besar tersebut, nilai belanja yang dikeluarkan setiap bulan untuk konsumsi relatif cukup besar. Sebagai contoh, apabila mereka membelanjakan penghasilannya sebesar Rp1.500.000 setiap bulan untuk keperluan konsumsi, maka terjadi perputaran uang di masyarakat sebesar Rp7,1 triliun setiap bulannya. Jumlah yang tidak sedikit. Ditambah lagi pengeluaran untuk belanja barang yang dilakukan oleh K/L, dapat membuat roda ekonomi berjalan dan perputaran uang di masyarakat meningkat.

Perlu kesadaran dan upaya bersama untuk dapat memulihkan dan meningkatkan perekonimian masyarakat. Kita, para ASN, bisa memulainya dengan meningkatkan konsumsi dengan membelanjakan uang kita untuk membeli produk buatan dalam negeri (lokal) dan dari para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Untuk membela negara, tak harus selalu dengan melakukan hal-hal besar. Dengan membelanjakan uang kita di tengah-tengah masyarakat, kita telah berpartisipasi dalam menggerakkan roda perekonomian yang dapat mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Semoga.

 

 

Disusun oleh:

Muhammad Junaidi

Kepala Seksi Pencairan Dana KPPN Curup

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

Zero Cost Item

IKUTI KAMI

Search