Hari ini, 21 April, bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Kartini — hari di mana kita mengenang semangat perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan hak perempuan di tengah budaya patriarki yang mengekang. Lebih dari sekadar seremoni tahunan, Hari Kartini adalah momentum reflektif: sudah sejauh mana kita, terutama institusi pemerintah, mewujudkan semangat kesetaraan itu dalam kebijakan dan tindakan nyata?
Salah satu bentuk konkret dari semangat itu adalah implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) yang bertujuan mengintegrasikan perspektif gender ke dalam semua aspek pembangunan, termasuk di lingkungan Kementerian Keuangan, khususnya KPPN Ende.
Pengarusutamaan Gender adalah strategi pembangunan yang memastikan setiap kebijakan, program, dan kegiatan — dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga evaluasi — mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi nyata baik laki-laki maupun perempuan.
Melalui PUG, diharapkan tidak ada lagi kesenjangan dalam akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat atas sumber daya pembangunan. Hal ini menjadi penting, terutama mengingat fakta bahwa diskriminasi gender masih kerap muncul dalam bentuk marjinalisasi, subordinasi, stereotipe, hingga beban ganda yang kerap dialami perempuan.
KPPN Ende sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan turut serta aktif dalam mendorong pelaksanaan PUG melalui berbagai aksi nyata. Beberapa langkah strategis yang telah diambil, antara lain adalah Pembentukan Tim PUG Internal. Tim ini menjalankan fungsi koordinatif dalam merancang rencana, pelaksanaan, hingga evaluasi PUG secara berkelanjutan. KPPN Ende juga menunjuk Duta PUG sebagai agen yang aktif mengenalkan isu gender melalui edukasi kepada pegawai dan pemangku kepentingan. Penunjukan Duta PUG menjadi simbol sekaligus penggerak untuk terus menyuarakan nilai-nilai kesetaraan.
Semangat Kartini bukan hanya milik perempuan — tapi milik seluruh elemen bangsa yang percaya bahwa pembangunan hanya akan adil dan berkelanjutan jika dijalankan secara inklusif. Di era modern ini, Kartini masa kini bisa berwujud institusi seperti kantor tempat kita bekerja, yang terus menanamkan nilai keadilan gender ke dalam setiap lini layanan publik.
Mendorong ketersediaan fasilitas ramah anak dan perempuan, membuka ruang pengambilan keputusan yang setara, hingga menghapus bias dalam pelayanan adalah bentuk nyata bagaimana PUG menjadi warisan perjuangan Kartini yang diteruskan dalam bentuk kebijakan dan aksi.
Hari Kartini seharusnya tak berhenti di kebaya dan bunga. Mari jadikan peringatan ini sebagai komitmen kolektif untuk terus menegakkan nilai-nilai keadilan gender di semua lini. Setelah Kartini, kini giliran kita semua untuk menjadikan kesetaraan sebagai fondasi bersama dalam melayani negeri.