Sertifikasi Kompetensi : Kunci Good Governance Pelaksanaan APBN
Oleh Made Ambara – Pegawai Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jayapura
Untuk mewujudkan tata Kelola yang baik dalam keuangan negara telah dirumuskan azas-azas dalam Keuangan Negara. Dengan ditetapkannya UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN), diperkenalkan azas-azas baru, melengkapi azas-azas yang telah terlebih dahulu ada. Salah satu azas Keuangan Negara setelah ditetapkannya UUKN adalah profesionalitas. Azas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berdasarkan kode etik dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Suroso, 2014). Tentu, azas profesionalitas ini menggambarkan betapa pentingnya sumber daya manusia dalam mengawal suatu proses atau penggunaan suatu alat, seperti ungkapan dalam Bahasa Inggris the right man behind the gun.
Menurut Suroso, 2014, azas Keuangan Negara bukanlah merupakan aturan hukum sehingga tentu tidak mempunyai kekuatan hukum. Walaupun demikian, tidak berarti dalam praktek pelaksanaan Keuangan Negara dapat keluar dari azas-azas tersebut. Azas Keuangan Negara perlu diwujudkan dalam aturan perundang-undangan agar efektif mewujudkan tata Kelola yang baik dalam Keuangan Negara. Agar azas profesionalitas, pada tahun 2013 telah diwujudkan dalam norma hukum. Tepatnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) 45 tahun 2013 tentang Pelaksanaan APBN. Dalam PP tersebut, khususnya pada pasal 21 dan pasal 25, diatur bahwa pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai Bendahara Penerimaan maupun Bendahara Pengeluaran harus memiliki sertifikat Bendahara yang diterbitkan Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk. Lebih jauh lagi juga diatur bahwa Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang bertanggung jawab secara fungsional kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
Selanjutnya dengan semangat percepatan dan modernisasi pelaksanaan APBN secara lebih profesional, telah ditetapkan PP 50 tahun 2018 yang merupakan perubahan dari PP 45 tahun 2013 tentang Pelaksanaan APBN. Salah satu poin perubahan tersebut adalah mewujudkan azas profesionalitas dalam norma hukum secara lebih luas. Dalam PP tersebut telah ditambahkan pasal 16 A, yang mengatur mengenai pembinaan dan pengembangan kompetensi Pejabat Perbendaharaan, selain Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran yaitu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM). Petunjuk teknis lebih lanjut mengenai tata cara sertifikasi Pejabat Perbendaharaan, dijabarkan lebih lanjut dalam beberapa Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pejabat Perbendaharaan ada di setiap satuan kerja kementerian/Lembaga atau biasa disebut satker. Kepala satker secara ex officio merupakah KPA. Setiap KPA, mendapatkan kuasa dari menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran untuk melakukan sebagian kewenangan dan tanggung jawab dalam pengelolaan anggaran kementerian/lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya, untuk melaksanakan kewenangannya KPA perlu menunjuk PPK untuk melaksanakan perikatan pengadaan barang dan jasa serta mengambil tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran. KPA juga perlu untuk menunjuk PPSPM untuk menguji secara formal hasil kerja PPK dan melakukan perintah pembayaran kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa BUN. Umumnya, PPK dan PPSPM juga merupakan pejabat struktural di satker yang bersangkutan. Selain KPA, PPK dan PPSPM, Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran juga merupakan pejabat perbendaharaan suatu satker.
Dengan stategisnya posisi KPA, PPK, PPSPM, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan dalam suatu satuan kerja, tentu sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan anggaran di satker yang bersangkutan. Oleh sebab itu, maka proses sertifikasi bertujuan menjamin semua pejabat perbendaharaan memiliki kompetensi yang memadai untuk mewujudkan tata kelola yang baik (good governance) dalam pelaksanaan APBN. Kompetensi di sini diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang harus dipenuhi untuk menjalankan tugas dan fungsi jabatan secara efisien dan efektif sesuai standar yang telah ditetapkan.
Sertifikasi selain untuk mencapai tujuan utama mewujudkan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan APBN, juga merupakan bentuk pengakuan atas kompetensi Pejabat Perbendaharaan. Dengan pengakuan kompetensi, diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme Pejabat Perbendaharaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Sebelum adanya program sertifikasi, terdapat Aparatur Sipil Negara (ASN), Prajurit TNI, dan Anggota Polri di banyak satker yang bertahun-tahun mengawal pelaksanaan APBN tanpa adanya pengakuan keahlian. Hal tersebut karena, tugas dan fungsi dalam mengawal pelaksanaan APBN hanya dianggap sebagai tugas administrasi umum biasa.
Apabila ASN (PNS untuk mengikuti sertifikasi bendahara), Prajurit TNI, atau Anggota Polri lulus program sertifikasi, Direktur Jenderal Perbendahraan akan memberikan sertifikasi, nomor register, dan sebutan. Sebutan BNT (Bendahara Negara Tersertifikasi) diberikan untuk mereka yang lulus uji kompetensi Bendahara Penerimaan atau Bendahara Pengeluaran. Sebutan PNT (PPK Negara Tersertifikasi), diberikan kepada mereka yang lulus uji kompetensi sebagai PPK. Sedangkan sebutan SNT (PPSPM Negara Tersertifikasi) diberikan bagi mereka yang lulus uji kompetensi sebagai PPSPM. Sebutan BNT, PNT, dan SNT dimaksud digunakan di belakang nama untuk kegiatan yang berkaitan dengan kebendaharaan atau pengelolaan keuangan APBN, selama sertifikat masih berlaku. Masa berlaku sertifikat kompetensi adalah lima tahun sejak tanggal penerbitan sertifikat.
PERKEMBANGAN SERTIFIKASI DAN TANTANGAN
Saat ini syarat memiliki sertifikat BNT sudah bersifat wajib dalam pengangkatan bendahara penerimaan atau pengeluaran. Dengan demikian, saat ini seluruh bendahara pengeluaran dan penerimaan dari seluruh satker telah tercatat memiliki sertifikat BNT pada KPPN di seluruh Indonesia. Sedangkan sertifikasi bagi PPK dan PPSPM pada tahun 2022 ini masih diberikan kelonggaran, sambil menunggu seluruh PPK dan PPSPM di semua satker mengikuti sertifikasi. Ke depannya tentu tidak akan lagi diberikan kelonggaran, sehingga seluruh PPK dan PPSPM yang diangkat, wajib telah memiliki sertifikasi kompetensi terlebih dahulu. KPPN memiliki tugas memastikan seluruh Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, PPK dan PPSPM dari seluruh satker mitra kerjanya telah tersertifikasi.
Tantangan pada program sertifikasi saat ini adalah ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi Pejabat Perbendaharaan. Sering sekali banyak KPA satker mengeluhkan hal ini dan meminta dispensasi ke KPPN. Tentu jika sertifikasi telah diwajibkan, KPPN akan konsisten mengawal kebijakan yang telah ditetapkan dan bukan wewenang KPPN untuk memberikan dispensasi. Jalan keluar tentu sudah dicarikan untuk satker yang kesulitan menemukan SDM yang memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi Pejabat Perbendaharaan. Misalnya, satker diperbolehkan untuk mengangkat Pejabat Perbendaharaan dari satker lain yang masih dalam satu eselon I yang sama Selain itu, KPPN juga memfasilitasi percepatan pelaksanaan pelatihan dan sertifikasi bagi satker yang berkebutuhan mendesak.
Kebijakan mutasi dan promosi di seluruh satker kementerian/lembaga, juga seyogyanya mempertimbangkan ketersediaan SDM yang sudah tersertifikasi. Hal tersebut penting untuk menjaga keberlangsungan dan kelancaran pelaksanaan APBN di setiap satker. Selain itu, pimpinan satker juga perlu mempersiapkan SDM di satker masing-masing untuk mengikuti sertifikasi agar tersedia pengganti jika terjadi alih tugas pejabat/pegawai yang saat ini telah menjadi Pejabat Perbendaharaan.
Referensi
Suroso, GT, 2014, Azas-Azas Good Governance dalam Pengelolaan Keuangan Negara, www.bppk.Kemenkeu.go.id