“The Rise of Skywalker” merupakan judul episode IX dari saga film Star Wars, yang baru saja dirilis bulan Desember 2019 kemarin. Star Wars merupakan film unik yang terdiri dari beberapa episode, dimana film yang rilis pertama kali malah episode IV: A New Hope pada tahun 1977. Sementara, episode I: The Phantom Menace baru diproduksi pada tahun 1999 lalu. Konon katanya, sang sutradara, yaitu George Lucas, memutuskan untuk membuat episode IV lebih dulu karena pada saat itu belum tersedia teknologi untuk menggambarkan kemegahan film tersebut. Keseluruhan episode film Star Wars menggambarkan sebuah galaksi yang sangat, sangat jauh pada masa yang sangat lampau, dimana terdapat pertentangan antara gambaran kebajikan (Jedi) dengan gambaran kejahatan (Sith).
“Merdeka Belajar” adalah kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), yang pada prinsipnya terdiri dari empat program utama dalam mengelola dunia pendidikan tanah air. Pertama, Ujian Nasional (UN) akan digantikan dalam bentuk Asesmen Kompetensi Minimum dan survei karakter. Asesmen ini menekankan pada kemampuan penalaran literasi dan numerik didasarkan pada best practice tes PISA (Programme for International Student Assessment). Kedua, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Ketiga, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Terakhir, dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi diperluas. Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini.
Lalu, apa hubungannya antara film Star Wars dengan program “Merdeka Belajar”? Mengutip pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, “Jadi kalau episode 1 mengenai asesmen Merdeka Belajar yaitu UN, USBN, Zonasi, dan RPP. Itu episode 1. Episode 2 adalah tema Kampus Merdeka itu mengenai buka prodi baru, akreditasi, SKS yang dimerdekakan di kampus dan PTN-BH. Itu episode 2. Jadi kita hari ini ada di episode 3. Episode 3 Topiknya adalah BOS," kata Nadiem ketika memberi keterangan pers di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, Senin (10/2/2020). Nampaknya, mas Menteri Nadiem Anwar Makarim mau meniru pola episode pada saga film Star Wars dalam menerapkan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian yang dipimpinnya.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik yang dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan di daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. BOS digunakan untuk mendukung pencapaian pelayanan dasar bidang pendidikan, yakni tercapainya pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan di Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Penggunaan dana BOS dilakukan berdasarkan prinsip fleksibilitas, efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi. Dana BOS dihitung berdasarkan besaran satuan biaya dikalikan dengan jumlah peserta didik, di setiap Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Selama ini, timbul beberapa permasalahan yang terkait dengan proses penyaluran dan alokasi penggunaan dana BOS. Penyaluran dana BOS sering terlambat sampai ke sekolah, sekitar bulan Maret/April, sehingga para Kepala Sekolah sering terpaksa menalangi biaya operasional sekolah pada awal tahun. Keterlambatan penyaluran dana BOS tersebut mengakibatkan gangguan pada proses pembelajaran siswa di sekolah. Tahun lalu, penggunaan dana BOS untuk honor guru dibatasi maksimal 15% untuk sekolah negeri dan 30% untuk sekolah swasta, sehingga Kepala Sekolah tidak mempunyai ruang cukup untuk meningkatkan penghasilan guru-guru honorer di sekolahnya. Akibatnya, banyak guru honorer yang mengabdi tanpa memperoleh penghasilan yang layak. Lebih lanjut, banyak Kepala Sekolah yang tidak mempunyai dana yang cukup untuk membiayai tenaga kependidikan, seperti operator, tata usaha, pustakawan, dan sebagainya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terdapat beberapa perubahan kebijakan terkait dana BOS pada Tahun Anggaran 2020, yaitu pada mekanisme penyaluran, besaran harga satuan, penggunaan, dan pelaporannya. Tahun ini, dana BOS disalurkan secara langsung ke rekening sekolah yang berhak, dan penyaluran dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu di bulan Januari (sebesar 30%), April (sebesar 40%), dan September (sebesar 40%). Harga satuan per peserta didik juga mengalami peningkatan pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Selain itu, terdapat peningkatan fleksibilitas dan otonomi penggunaan dana BOS guna menyesuaikan dengan kebutuhan sekolah, terutama untuk peningkatan kesejahteraan guru honorer. Pelaporan penggunaan dana BOS dilakukan secara daring ke laman Kemdikbud, dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas penggunaan BOS.
Penyaluran dana BOS Tahap I Tahun Anggaran 2020 telah dilakukan pada bulan Februari ini secara serentak di seluruh Indonesia. Penerima dana BOS terdiri dari 136.579 sekolah pada 32 Provinsi, dengan total nilai penyaluran sebesar 9,8 triliun rupiah. Penyaluran dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang berlokasi di ibukota Provinsi, dari rekening Kas Negara langsung ke rekening sekolah yang berhak menerima dana BOS, sesuai dengan rekomendasi dari Kemdikbud. Seluruh data sekolah telah diverifikasi langsung oleh Kemdikbud dalam menentukan sekolah mana saja yang berhak menerima penyaluran dana BOS Tahap I tahun ini.
Dana BOS di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara telah disalurkan oleh KPPN Kendari pada hari Jumat tanggal 14 Februari 2020. Penyaluran dana BOS langsung ke rekening pada 3.370 sekolah yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan total nilai penyaluran sebesar 170 miliar rupiah, dan total peserta didik sebanyak 517.466 orang. Para Kepala Sekolah di seantero Sulawesi Tenggara hendaknya segera melihat saldo rekening sekolahnya, untuk mengetahui apakah dana BOS telah masuk ke rekeningnya. Jika dana BOS sudah tersedia, seyogyanya langsung dipergunakan sesuai dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang telah dibuat sebelumnya. RKAS merupakan rencana biaya dan pendanaan program atau kegiatan untuk satu tahun anggaran, baik yang bersifat strategis ataupun rutin yang diterima dan dikelola langsung oleh sekolah. Apabila ternyata dana BOS belum masuk rekening sekolah, maka dihimbau untuk segera menghubungi KPPN Kendari. Bisa jadi ada kesalahan dalam nama dan/atau nomor rekening sekolah yang menyebabkan dana BOS diretur oleh pihak Bank. Namun, kejadian tersebut bisa juga disebabkan karena sekolahnya belum termasuk yang direkomendasikan dalam penyaluran dana BOS Tahap I ini. Jika demikian, sebaiknya Kepala Sekolah segera menghubungi Kemdikbud untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
Program “Merdeka Belajar” episode 3: Penyaluran dana BOS Tahun 2020 memang masih mempunyai beberapa celah yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Misalnya, proses verifikasi data sekolah menjadi sangat krusial dalam menentukan alokasi dan ketepatan penyaluran dana BOS. Pun demikian dengan data nomor dan nama rekening sekolah, bila ada kesalahan satu huruf atau satu angka saja, maka akan berpotensi untuk diretur oleh Bank. Pengawasan dari pihak yang berwenang juga menjadi vital untuk mencegah penyalahgunaan dana BOS. Komite Sekolah, yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, berperan penting dalam mengawasi pengelolaan dana BOS di sekolahnya masing-masing. Demikian pula dengan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota hendaknya melakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin terhadap pengelolaan dana BOS sesuai dengan kewenangannya. Terakhir, dibutuhkan Kepala Sekolah yang berkompeten dalam mengelola dana BOS agar tepat sasaran dan tepat guna. Memahami visi dan misi serta memiliki integritas yang baik saja belum cukup, seorang Kepala Sekolah harus mempunyai kompetensi untuk mengkoordinasikan upaya meningkatkan pembelajaran yang bermutu. Terlepas dari beberapa potensi permasalahan yang ada, perubahan kebijakan penyaluran dana BOS ini merupakan satu langkah maju yang visioner dalam mengembangkan potensi dunia pendidikan kita.
Penulis: Tatag Prihantara