Bulan Desember menjadi periode krusial bagi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di seluruh negeri ini. Volume layanan pencairan dana Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara pada akhir tahun anggaran meningkat hingga berada di puncak tertinggi. Pola ini sama dan berulang seperti tahun-tahun sebelumnya. Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang sendiri masih tersisa anggaran sebesar 21,18% dari alokasi DIPA yang harus dicairkan dalam satu bulan terakhir.
Bulan Desember di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang selalu berbeda dengan bulan lazimnya. Ruang layanan front office dipenuhi satuan kerja. Masing-masing kursi tunggu memiliki empunya. Suasana hiruk pikuk jelas terlihat tidak seperti biasanya. Ratusan SPM selaku dokumen pembayaran diajukan dalam sehari oleh puluhan satker. Petugas pengantar SPM yang biasanya datang sendirian untuk mengajukan SPM, kini terlihat datang berkelompok bersama para pejabat keuangan untuk mengantisipasi adanya kesalahan SPM agar segera bisa memperbaiki saat itu juga mengingat tenggat waktu telah ditetapkan.
(Foto: Pelayanan di Front Office KPPN Malang Tanggal 7 Desember 2018 pukul 14:38 WIB)
Satuan kerja duduk dimana-mana sambil menunggu jadwal antrian. Di kursi tunggu, di kursi ujung dekat kolam ikan, hingga di dekat pintu masuk. Beberapa terlihat berdiri karena bosan. Beberapa lainnya bahkan justru “ngeleseh” demi bisa mendapatkan kelapangan tempat karena ia membawa alat tempur tersendiri: laptop beserta printer yang lengkap di bawa dari kantornya. Pemandangan yang sangat tak lazim. Wajah-wajah letih, ruangan yang terdengar bising karena tingginya volume diskusi dan tanya jawab antar satker dan petugas KPPN. Pelayanan terus berkelanjutan, tak berhenti sejak pagi hingga sore bahkan melewati jam pelayanan. Seperti hari ini, jam menunjukkan pukul 17.00 WIB namun para petugas konversi masih terlihat sibuk melayani rekan satuan kerja. Hari ini adalah hari terakhir penyampaian SPM-UP/GUP/TUP ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
(Foto: Front Office KPPN Malang tanggal 7 Desember 2018 pukul 16.08 WIB: Satker menggelar laptop dan printer dalam rangka perbaikan SPM)
Pelaksanaan akhir tahun anggaran juga seringkali memunculkan kebijakan khusus. Salah satu di antara kebijakan strategis dalam menghadapi akhir tahun yang ditetapkan oleh Ditjen Perbendaharaan selaku institusi vertikal Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas Pencairan APBN adalah kebijakan pembatasan persetujuan pemberian Tambahan Uang Persediaan (TUP). Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang, kebijakan tersebut memunculkan sisi ketegangan sekaligus kelucuan tersendiri. Hari-hari menjelang batas akhir penyampaian SPM TUP, meja layanan Customer Service Officer (CSO) dipenuhi satker yang mengajukan permohonan persetujuan TUP. Sebagai petugas frontliner yang memberikan edukasi atas pelaksanaan anggaran, CSO memberikan feedback atas rincian permohonan TUP yang diajukan satker: bahwa persetujuan TUP hanya boleh untuk uang makan, uang lembur, dan kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan melalui mekanisme LS. Hasilnya: banyak satker yang dipangkas TUPnya.
Seperti percapakan pagi itu di meja petugas CSO. Salah seorang petugas satker kaget pasca permohonan persetujuan TUPnya dipangkas.
“Lho bu, TUP saya awalnya Rp 200 juta kok disetujui tinggal Rp 50juta.. “
“Pak, kemarin kan KPPN sudah menyampaikan.. kalau TUP cuma boleh diajukan untuk uang makan, uang lembur, dan yang tidak bisa dilaksanakan pakai LS. Udah terima informasinya kan?”
“Udah bu. Lha kami bingung yang lain ini gimana bu..?”
“Saya lihat ini ada belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, ada rekanannya?
“Ada bu..”
“Belanja pemeliharaan gedung bangunan juga ada perikatan dengan rekanannya kan?”
“Iya ada bu..” kali ini satker mulai senyum-senyum sambil menggaruk kepala yang tak gatal.
“Nah silakan di LS kan pak. Selagi bisa di LS kan, pakai mekanisme itu. Terus ini belanja perjalanan dinas dalam kota, ini apa? Udah ada rencana perjalanan?”
“Belum ada bu. Anu bu, dana di DIPA sisa segitu dan baru ketauan sekarang, ya saya abisin aja..” Jawabnya sambil malu-malu cengengesan.
“Wah. Ya harus diperhatikan outputnya: Apa sudah mencapai output? Mindset kita mari diubah agar tidak melupakan esensi pelaksanaan anggaran itu sendiri. Anggaran harus mencapai output & outcome.. tidak serta merta menghabiskan anggaran tapi melupakan prinsip efektifitas. Sudah ya ini TUP yang disetujui Rp 50juta, silakan ajukan SPMnya. Yang lainnya disesuaikan. Yang bisa pakai LS, pakai mekanisme LS ya.”
Petugas satker mengiyakan dan berdiri dari kursi. Senyumnya kecut, wajahnya pias. Ia pamit mengundurkan diri sambil garuk-garuk kepala.
****
Begitulah, setelah ditelusuri, ternyata banyak satuan kerja yang mengajukan TUP bukan didasari tujuan sebagaimana di atur dalam pasal 47 PMK 190/PMK.05/2012 tetapi karena bermacam motif: motif memaksakan menghabiskan anggaran, motif sekadar berjaga-jaga, atau motif enggan menggunakan mekanisme LS padahal sebenarnya dapat menggunakan mekanisme tersebut. Penolakan tersebut memunculkan guyonan antar satker. Wajah-wajah satuan kerja terlihat pucat pasi tapi juga geli.
Akhir tahun anggaran selalu menjadikan petugas KPPN berjuang lebih keras untuk memahamkan satuan kerja terkait bagaimana penyelesaian pelaksanaan APBN. Pemahaman beberapa bendahara terkait pelaksanaan anggaran masih minim. Bermacam kasus unik muncul di penghujung anggaran. Seperti satker A yang mengajukan SPM GU di akhir tahun namun tidak melihat rincian sisa pagu yang sebenarnya tidak cukup, atau satker B yang gigih mengajukan TUP akibat adanya sisa anggaran yang baru ketahuan belakangan, atau satker C yang mengajukan TUP karena motif kekhawatiran kekurangan dana. Petugas KPPN telah memahamkan, Sosialisasi Langkah Langkah Akhir Tahun (LLAT) telah dilaksanakan, namun masih selalu ada satuan kerja yang alpa dan lupa. Masih ada saja satuan kerja yang menanyakan, “Tanggal berapa batas akhir SPM TUP”?, “Akun apa yang digunakan untuk menyetorkan sisa UP?”, “Bagaimana jika terlambat mengajukan SPM di batas akhir?”.
Penumpukan layanan di akhir tahun pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara seakan menjadi kelaziman. Seolah sudah menjadi stereotip dan tak terpisahkan dari pelaksanaan anggaran. Di bulan Desember, tiada hari tanpa pulang lebih akhir: lembur. Kekompakan pegawai untuk bersama-sama memperjuangkan pelaksanaan pencairan akhir tahun anggaran menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Rasa lelah dalam berjuang menyelesaikan tagihan negara rasanya terbayar dengan keharuan bisa mengabdi pada negeri.
Goal besar kita selanjutnya bukan semata menyelesaikan tingginya volume pekerjaan di akhir tahun anggaran dengan baik, tetapi justru: meminimalisasi tingginya volume di akhir tahun itu sendiri. Tingginya volume di bulan Desember menandakan bahwa pencairan terhadap tagihan-tagihan tertumpuk di satu waktu, belum terdistribusi dengan baik di masing-masing periode. Penumpukan tagihan pada akhir tahun tentu tidak sehat bagi pengelolaan keuangan negara. Semakin cepat anggaran dilaksanakan semakin segera juga masyarakat dapat menikmati pembangunan. Tugas jangka panjang dan berkelanjutan kita adalah memastikan efektivitas perencanaan dan manajemen yang memadai pada setiap satuan kerja hingga pelaksanaan APBN berjalan secara sehat. Pelaksanaan perencanaan bulan demi bulan yang berkualitas tentu secara bertahap akan meminimalkan hiruk pikuk akhir tahun di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Momen itu, momen dimana akhir tahun tidak lagi menjadi momok puncak pencairan APBN akan terus kami upayakan bersama. Kontinyu, berkelanjutan, dan berkesinambungan. Demi “Mengawal APBN, Membangun Negeri” yang lebih paripurna.