Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen untuk mencapai tujuan nasional yang dalam perjalannya untuk mencapai tujuan tersebut terkadang harus menghadapi jalan yang tidak selalu mulus. Sebagai intrumen untuk mencapai tujuan nasional, APBN setidaknya memiliki 6 (enam) macam fungsi yakni 1) fungsi otorisasi, 2) fungsi perencanaan, 3) fungsi pengawasan, 4) fungsi alokasi, 5) fungsi distribusi, dan 6) fungsi stabilisasi. Fungsi ABPN sebagai instrument stabilisasi mengandung makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Dalam menghadapi berbagai peristiwa yang berdampak serius pada perekonomian nasional, maka APBN berperan sebagai shock absorber yakni menjadi instrumen yang sangat penting untuk memberi dukungan terhadap penanggulangan krisis dan pemulihan ekonomi serta reformasi struktural.
Seperti yang terjadi dalam tiga tahun anggaran terakhir dimana perekonomian Indonesia benar-benar diuji dengan pandemi covid 19, pemerintah tetap menjaga agar belanja negara tidak mengalami penurunan secara drastis meskipun penerimaan negara khususnya dari perpajakan menurun signifikan. Untuk itu pemerintah menempuh kebijakan counter cyclical artinya mengambil pendekatan sebaliknya, yaitu meningkatkan pengeluaran dan memangkas pemungutan pajak ketika sedang dalam masa resesi. Untuk menutupi peningkatan kebutuhan belanja ditengah penurunan penerimaan dari perpajakan, maka pemerintah memenuhinya melalui peningkatan pos pembiayaan. Kebijakan counter cyclical ini perlu dilakukan untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan keberlanjutan pembangunan nasional. Peningkatan belanja negara terutama digunakan untuk penanganan dampak pandemi khususnya bidang kesehatan, membantu masyarakat yang paling rentan, membantu usaha kecil menengah, membantu dunia usaha dan tetap menjaga kegiatan ekonomi masyarakat tetap bejalan.
Dalam tiga tahun berturut-turut sejak 2020, anggaran perlindungan sosial (perlinsos) mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Di tahun 2020 anggaran perlinsos sebesar Rp 498 triliun, melonjak dari anggaran tahun 2019 yang hanya sebesar Rp 293,2 triliun. Di tahun 2021 anggaran perlinsos seidikit dikurangi menjadi Rp 468,3 triliun. Sementara itu, di tahun 2022, anggaran perlinsos sebesar Rp427,5 triliun. Klaster perlindungan sosial (perlinsos) merupakan salah satu klaster dalam program PEN dalam APBN yang dirancang untuk menjaga masyarakat yang terdampak secara ekonomi agar dapat terus memenuhi kebutuhan dasarnya. Program perlinsos antara lain berupa Bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT/Kartu Sembako), Paket Sembako, Bansos Tunai (BST), bansos beras bagi penerima PKH, serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Pemerintah juga menganggarkan dalam APBN program dukungan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), antara lain berupa kebijakan relaksasi penyaluran kredit program pemerintah (pembiayaan UMi dan KUR), penyaluran subsidi bunga dan bantuan pemerintah, serta penempatan dana pada perbankan. Dengan paket bantuan tersebut, diharapkan UMKM mampu bertahan dan kembali mendorong roda perekonomian nasional. Untuk para pekerja/buruh juga dicairkan bantuan subsidi upah (BSU). Selain itu terdapat pula Program Padat Karya di sejumlah K/L yang diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja sekaligus menggerakkan perekonomian daerah setempat, antara lain tampak dari realisasi dan serapan tenaga kerja yang cukup besar.
Selama pandemi covid 19, belanja APBN yang ditujukan untuk pos bantuan sosial meningkat cukup signifikan. Untuk wilayah Sulawesi Selatan, anggaran belanja bantuan sosial sebelum pandemi covid 19 (tahun 2019) hanya sebesar Rp 38,81 M dan setelah terjadi pandemi covid 19 meningkat menjadi Rp 66.61 M di tahun 2020. Belanja bantuan sosial di Sulawesi Selatan sebelum dan setelah pandemi dapat dilihat pada Grafik 1 dibawah ini.
Sumber: OMSPAN, diolah per 12 Juni 2022
Ditengah situasi pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya berakhir, dunia kembali diguncang dengan adanya perang Rusia-Ukraina. Dampak perang tersebut terhadap Indonesia antara lain: a. penurunan nilai tukar rupiah; b. penurunan pasar modal domestik; c. kehilangan pendapatan akibat turunnya ekspor; d. dampak naiknya harga minyak yang juga berimbas terhadap APBN; dan e. Kenaikan komoditas impor gandum (Ukraina merupakan importir utama gandum Indonesia). Situasi tersebut, menuntut APBN untuk terus melaksanakan fungsinya sebagai shock absorber dalam menjaga keseimbangan ekonomi domestik dan melindungi masyarakat serta mendukung pemulihan ekonomi dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal.
Meningkatnya harga minyak dan tidak adanya kebijakan penyesuaian harga menyebabkan beban subsidi dan kompensasi meningkat signifikan. Pemerintah perlu segera melakukan penyesuaian pagu subsidi dan kompensasi untuk menjaga keuangan Badan Usaha menjadi sehat dan dapat menjaga ketersediaan energi nasional. Potensi beban subsidi dan kompensasi untuk menahan gejolak harga komoditas tahun 2022 mencapai Rp 443,6T. Indonesian Crude Price (ICP) yang diasumsikan dalam APBN 2022 adalah sebesar US$ 63 per barel, namun realisasinya saat ini berada dikisaran diatas US$ 100 per barel, sehingga subsidi BBM dan LPG harus ditambah Rp 71,9 triliun. Subsidi listrik ditambah Rp 3,1 triliun. Sementara itu kompensasi yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 216,1 triliun. Rincian potensi subsidi dan kompensasi dimaksud dapat dilihat pada table 1 berikut:
Sumber: Kementerian Keuangan
Sementara itu, lonjakan harga pangan global juga berdampak sampai ke Indonesia. Hal itu mengingat terdapat sejumlah komoditas pangan yang diimpor. Berdasarkan laporan Badan Pangan Dunia (FAO), kenaikan bulanan pada bulan Mei menjadi yang tercepat setelah satu dekade. FAO mencatat indeks harga pangan dunia bulan Mei 2022 rata-rata 127,1 poin. Kondisi pandemi virus corona dan kenaikan permintaan global menjadi pendorong terjadinya kenaikan harga pangan.
Dalam menjalankan peran sebagai instrumen dalam mencapai tujuan nasional, APBN juga memiliki keterbatasan sehingga APBN perlu terus dijaga baik sebagai shock absorber yang efektif maupun keberlanjutan dan kesehatannya. APBN perlu terus dijaga pada tiga tujuan yang seimbang yakni menjaga daya beli masyarakat, pemulihan ekonomi dan APBN agar tetap sehat. Kebijakan fiskal yang kuat akan menjadi jangkar stabilitas makro yang merupakan fondasi penting bagi kesinambungan suatu perekonomian. Dengan demikian APBN perlu dijaga melalui langkah-langkah reformasi fiskal untuk menjaga sisi sustainablilitas dan kredibilitasnya.
Pada tahun 2023 mendatang, pemerintah akan menjaga APBN dengan kombinasi emerging tren yaitu munculnya pola hidup normal baru, fragmentasi globalisasi dari tensi geopolitikal, transformasi kepada ekonomi hijau, serta fokus menjaga ketahanan pangan dan energi. Dengan langkah tersebut Indonesia akan mampu untuk terus melanjutkan pembangunan meskipun di tengah ketidakpastian global.