Malu Bertanya, Jadinya Malu-Maluin

Malu Bertanya, Jadinya Malu-Maluin

Oleh: Rahmatullah

 

Sering kita mendengar istilah malu bertanya, sesat di jalan. Ini ungkapan yang pas bagi yang belum mengenal suatu jalan atau apapun untuk menanyakan kejelasan. Jika kita malu untuk bertanya, kita bisa tersesat di jalan atau tidak mengetahui secara mendalam tentang suatu hal, bahkan bisa membuat kita tersipu malu di hadapan orang atau malu-maluin. Seperti contoh yang saya alami saat bertugas di Manokwari, Papua Barat di tahun 2000.

Ceritanya, saya diajak oleh teman kantor ke rumah saudaranya di daerah transmigrasi, tepatnya di Warmare. Perjalanan yang cukup melelahkan karena selain lokasinya yang jauh juga jalanan masih berupa jalan setapak dan belum diaspal. Namun, rasa lelah tersebut terbayar saat tiba di lokasi. Pemandangan sawah yang menghijau membuat mata menjadi segar kembali. Tiba di Warmare kami disambut oleh saudara dari teman saya

Di rumah, saya disuguhi nangka hasil dari kebunnya. Di sebelahnya, disediakan ampas kelapa. Dalam hati, saya bertanya, ampas kelapa ini untuk apa, ya? Apa dimakan bareng dengan nangka? Pikiran saya langsung melayang dengan makanan serupa yang menggunakan ampas kelapa, seperti getuk, atau singkong rebus, tapi kedua jenis kudapan ini dicampur satu dengan ampas kelapa. Sedangkan makanan yang tersaji di depan saya, dihidangkan terpisah. Ingin saya tanyakan, tapi rasa malu menyingkirkan pertanyaan yang menggelayut manja di benak.

“Ayo, Mas. Silakan dicicipi,” kata saudara teman saya. Tangannya menggeser piring berisi nangka dan ampas kelapa.

“Ayo, Mat jangan malu-malu,” sambung teman saya.,” saya ada keperluan sebentar dengan saudara saya.” Teman saya mengajak saudaranya ke dapur yang hanya ditutupi gorden.

“Baik, Pak,” jawab saya sambil menganggukkan kepala.

Karena sudah dipersilakan, saya pun mencoba mencicipi nangka tersebut dicampur ampas kelapa. Masuk di gigitan pertama, agak aenh rasanya. Ada rasa asam di mulut saat mengunyah ampas kelapanya. Dahi saya pun mengernyit. Namun, untuk menghormati tuan rumah, saya coba habiskan satu potong nangka yang ada di genggaman saya tersebut.

Tak lama, datang teman saya beserta saudara saya dari balik gorden. Melihat tangan saya yang sedang mengaduk nangka ke dalam ampas kelapa, teman saya terperanjat.

“Kok, kamu makan nangkanya seperti itu, sih,” tanya teman saya dengan sedikit menahan tawa. Sementara saudara teman saya secara spontan tertawa. Saya pun bingung. Serba salah. Dalam hati, apa yang salah?

“Makan aja nangkanya seperti biasa. Ampas itu sebagai pengganti air selesai makan nangka agar tangan tidak lengket karena kena getah,” jelas teman saya yang akhirnya tidak bisa menahan tawa.

“Mas, ampas kelapa ini sudah saya pakai untuk bersihkan getah waktu makan nangka di belakang. Baru kali ini saya melihat orang makan nangka dengan ampas kelapa,” timpal saudara teman saya. Mulutnya tak bisa menahan tawa. Ia tergelak sambil memegang perutnya saking lucu melihat tingkah saya. Sementara saya sendiri diam mematung dengan wajah bersemu merah menahan malu.

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search