Tantangan Implementasi Digipay pada Satuan Kerja
oleh Trisna Mandala Putra
Pelaksana Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal, KPPN Baturaja
Sistem belanja online mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama pada satu dekade terakhir ini. Masyarakat dapat dengan mudah melakukan penjualan dan pembelian barang/jasa melalui beragam tawaran yang ada pada berbagai macam platform. Dengan didukung sistem pembayaran yang modern dan berbasis teknologi, platform belanja online terus berkembang pesat dan nilai transaksi yang dihasilkan pun semakin meningkat. Sejalan dengan kemajuan hal tersebut, Pemerintah melalui Ditjen Perbendaharaan telah mengembangkan serta mengimplementasikan pembayaran belanja melalui sistem marketplace pemerintah yang saat ini dapat diakses pada platform Digipaysatu. Hal ini telah diatur melalui Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment pada Satuan Kerja dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-7/PB/2022 tentang Penggunaan Uang Persediaan Melalui Digipay pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.
Digipay ini merupakan salah satu strategi pemerintah yang tepat untuk mengurangi ketergantungan para Bendahara Pengeluaran satuan kerja akan ketersediaan uang kas. Belanja pemerintah dengan prinsip “payment cashless” diharapkan mampu terus meningkat sehingga mengurangi risiko idle cash. Dengan adanya Digipay, pengelola keuangan satuan kerja bisa melakukan pembelian barang/jasa hanya dengan melalui satu platform sebagaimana setiap personal berbelanja secara online melalui platform belanja non pemerintah seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan sebagainya. Digipay juga mempunyai beberapa keunggulan diantaranya Single Sign On (SSO) dengan aplikasi Digit sehingga setiap individu bisa terkoneksi dengan Aplikasi lainnya yang terhubung dengan Digit melalui satu user. Selain itu, sudah adanya interkoneksi antara Digipay dengan SAKTI membuat para PPK dan Bendahara satker dapat dengan mudah melakukan kontrol serta saling uji dalam ketersediaan dana dan LPJ. Dalam hal pembayaran potongan pajak, Digipay juga mempunyai kelebihan karena langsung dilakukan pemotongan perpajakan melalui platform.
Implementasi pelaksanaan transaksi melalui Digipay saat ini sudah berjalan pada satuan kerja lingkup KPPN Baturaja. Dalam perjalanannya, tentu ada tantangan dan kendala yang dihadapi oleh setiap institusi baik dari internal maupun eksternal. Pada Tahun Anggaran 2023, transaksi belanja pemerintah melalui Digipay tercatat senilai Rp176.789.380 dengan total 36 transaksi sepanjang tahun. Capaian ini tentunya masih harus terus ditingkatkan di Tahun Anggaran 2024 ini mengingat satker yang ditargetkan adalah sebanyak 64 satker yang merupakan satker pengelola Uang persediaan (UP). Di Triwulan I Tahun 2024, transaksi melalui Digipay meningkat menjadi 53 transaksi dalam periode Januari sampai dengan Maret. Namun capaian ini tentu masih dibawah target yang ditetapkan yaitu sebanyak 64 transaksi setiap triwulannya.
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan Digipay pada satuan kerja lingkup KPPN Baturaja. Pertama, yang menjadi faktor internal adalah mindset dari setiap pengelola perbendaharaan itu sendiri. Masih banyak Bendahara satker yang senang dengan transaksi tunai dan belum memahami kepraktisan transaksi cashless. Kebiasaan seperti ini seharusnya dapat dikurangi mengingat digitalisasi pembayaran saat ini sudah sangat berkembang. Transaksi jual beli tidak terbatas pada cara-cara konvensional, melainkan sudah menggunakan platform digital dengan sistem yang cepat dan praktis. Melalui Digipay, satker mampu membeli barang/jasa dengan kualitas bagus sesuai dengan spesifikasi secara online tanpa harus mendatangi langsung ke tokonya.
Tantangan kedua yang dihadapi adalah adanya keterbatasan SDM pengelola keuangan pada sebagian besar satker. Kondisi pegawai yang terbatas dan mayoritas pengelola keuangan diisi oleh pegawai berumur >45 tahun misalnya pada satker lingkup Kementerian Agama, berpengaruh kepada kecenderungan untuk melakukan transaksi yang rutin secara konvensional dan tidak mempunyai optimistis dalam mengikuti kemajuan sistem dan digitalisasi pembayaran. Para bendahara dengan pola seperti ini biasanya tidak mau repot untuk mempelajari dan mencoba hal baru yang berkaitan dengan transaksi keuangan karena hal ini tidak menjadi kewajiban dan tidak terdapat sanksi apabila tidak dilaksanakan.
Ketiga, hal yang menjadi tantangan juga adalah adanya rasa takut akan biaya tambahan maupun biaya administrasi yang dikenakan diluar potongan perpajakan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Bendahara satker masih menganggap bahwa akan banyak biaya (charge) tambahan yang dikenakan baik oleh vendor maupun bank. Sebaliknya, transaksi pada Digipay mempunyai prinsip memudahkan transaksi tanpa biaya administrasi tambahan sehingga para bendahara tidak perlu takut akan dikenakan biaya tambahan karena vendor dan bank tidak diperbolehkan mengenakan potongan atau biaya tambahan. Transaksi Digipay adalah transaksi yang jelas dan akuntabel dalam pertanggungjawabannya.
Hambatan berikutnya yang dihadapi adalah masih rendahnya jumlah vendor yang sudah terdaftar pada Digipay, ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman vendor bahwa transaksi pada Digipay tidak serumit yang dibayangkan. Transaksi yang dilakukan sangat sederhana dan sama seperti transaksi pada platform belanja pada umumnya maupun platform pengadaan yang diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah maupun LKPP. Vendor dapat mendaftarkan user secara mandiri dan akan diaktifkan oleh admin KPPN. Untuk pendaftaran usaha, vendor juga cukup mendaftarkan pada Digipay dengan menginput data penyedia barang/jasa dilengkapi dengan dokumen izin usaha. Secara sederhana, perekaman produk juga tidak jauh berbeda dengan alur perekaman produk pada platform belanja lainnya sehingga vendor bisa secara mandiri menatausahakan barang/jasa yang ditawarkan. Sampai dengan akhir Maret 2024, tercatat ada dua puluh vendor yang sudah terdaftar pada Digipay yang tersebar dalam Kabupaten OKU, OKU Timur, dan OKU Selatan. Diharapkan setiap satuan kerja dapat mendorong rekanannya masing-masing untuk bisa melalukan pendaftaran usaha dan penjualan barang/jasa pada Digipay.
Tantangan-tantangan tersebut diatas menjadi catatan tentunya bagi KPPN untuk melakukan upaya dan tindak lanjut agar implementasi Digipay bisa berjalan sesuai dengan yang ditargetkan. Beberapa hal yang terus dilaksanakan oleh KPPN selaku user pembina Digipay satker adalah pelaksanaan asistensi dan sosialisasi rutin secara triwulanan kepada satker, update data pemetaan satker potensial serta vendor yang banyak bertransaksi, berkoordinasi dengan perbankan mengenai fasilitas CMS dan EDC untuk mendukung pembayaran cashless, serta pelaporan dan monitoring bulanan yang disampaikan kepada Kanwil DJPb Prov. Sumsel. Selain itu, KPPN Baturaja juga membuka layanan kepada vendor apabila diperlukan untuk berkonsultasi dan melakukan perekaman user Digipay rekanan. Langkah dan strategi tersebut akan terus dilaksanakan demi peningkatan pemahaman dan penggunaan Digipay, sehingga satker dan vendor dapat merasakan keunggulan-keunggulan belanja pemerintah melalui Digipay.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi.