Penggunaan Cash Management System Sebagai Digitalisasi Transaksi Keuangan pada Mitra Kerja KPPN Jember Tahun 2021 - 2024
Pendahuluan
Digitalisasi jika didefinisikan dari KBBI adalah proses pemberian atau pemakaian sistem digital. Kata digital itu sendiri jika ditelusuri makna artinya, secara historis menyadur referensi kata dalam bahasa Yunani, yakni Digitius, yang memiliki arti jari-jemari. Apakah ini berarti digitalisasi memiliki makna jumlah jari pada makhluk hidup? Bisa dibilang tidak sepenuhnya benar. Referensi ini berkaitan tentang radiks atas jumlah jari-jemari pada manusia yang lazimnya bernilai sepuluh (10), yaitu radiks 0 dan 1, selanjutnya kita sebut dengan bilangan biner, yang mana bilangan biner merupakan representasi informasi dan instruksi dari perangkat elektronik yang sampai dengan hari ini memiliki komponen utama adalah komputer. Sehingga, jika kita cerna lebih dalam atas pemahaman Digitalisasi sesuai KBBI, adalah proses implementasi secara masif, berkala, dan terukur, dari pengolahan aktivitas suatu kegiatan secara manual menjadi digital atau menggunakan sistem digital.
Di era digital, pengelolaan keuangan publik menjadi salah satu pilar utama untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satu inovasi yang mendukung efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara adalah Cash Management System (CMS). Dalam konteks pemerintahan, CMS adalah sistem berbasis teknologi yang memungkinkan pengelolaan kas secara non-tunai, memberikan kemudahan dalam pelacakan saldo, transfer antar rekening, pembayaran penerimaan negara, dan pengelolaan likuiditas secara real-time. Artikel ini akan membahas apa itu CMS, sejarah perkembangannya, dasar hukum, manfaat, implementasi, tantangan, serta progresnya di mitra kerja KPPN Jember dari tahun 2021 - 2024.
Apa Itu Cash Management System?
Cash Management System adalah aplikasi atau platform teknologi yang dirancang untuk mengelola dan melakukan transaksi secara elektronik dan real time. Sistem ini mencakup berbagai fungsi, seperti:
- Monitoring Saldo: Monitoring mutasi transaksi dan saldo rekening.
- Transaksi Non-Tunai: Memfasilitasi pembayaran dan penerimaan negara tanpa uang tunai, seperti transfer elektronik kepada rekening penerima, atau pembayaran pajak/PNBP.
- Digitalisasi Transaksi Keuangan: Menyimpan dan mencetak Rekening Koran, bukti transaksi pembayaran atau transfer kepada rekening penerima.
- Integrasi dengan Sistem Lain: Pembayaran langganan daya dan jasa.
Di lingkup pemerintahan, CMS bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi risiko penyalahgunaan dana, dan mendukung Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang dicanangkan oleh Bank Indonesia.
Sejarah Awal CMS dalam Pemerintahan
Meskipun CMS pertama kali berkembang di sektor perbankan swasta pada tahun 1970-an untuk kebutuhan korporasi, penerapannya di sektor publik dimulai belakangan seiring dengan digitalisasi keuangan. Di dunia internasional, negara-negara seperti Inggris dan Singapura mulai mengadopsi sistem serupa pada akhir 1990-an untuk mendukung Treasury Single Account (TSA) dan pengelolaan kas terpusat.
Di Indonesia, titik awal penting terjadi pada tahun 2014, ketika Bank Indonesia meluncurkan GNNT untuk mendorong transaksi non-tunai di seluruh sektor, termasuk pemerintahan. Pada tahun 2015, CMS mulai diimplementasikan secara resmi di lingkungan satuan kerja (satker) pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan, didukung oleh Surat Perjanjian Kerjasama antara Bank Mitra dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan regulasi dari Kementerian Keuangan.
Dasar Hukum CMS di Indonesia
Implementasi CMS di pemerintahan Indonesia didukung oleh sejumlah regulasi yang memastikan kepatuhan terhadap prinsip akuntabilitas dan transparansi. Beberapa dasar hukum utama meliputi:
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola APBN, yang menetapkan tanggung jawab bendahara dalam pengelolaan keuangan negara.
- Kebijakan GNNT Bank Indonesia (2014), yang mendorong transaksi non-tunai di sektor publik sebagai bagian dari visi Indonesia Payment Systems Blueprint 2025.
- PMK Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas PMK Nomor 162/PMK.05/2013, yang menjadi landasan utama penerapan CMS dengan mewajibkan pembayaran elektronik oleh bendahara pengeluaran.
- PMK Nomor 182/PMK.05/2017 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satuan Kerja Lingkup Kementerian Negara/Lembaga
- PMK Nomor 183/PMK.05/2019 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satuan Kerja Lingkup Kementerian Negara/Lembaga (mengganti sebagian PMK Nomor 182/PMK.05/2017)
Regulasi ini mencerminkan komitmen pemerintah Indonesia untuk memodernisasi pengelolaan keuangan publik sejalan dengan perkembangan teknologi.
Manfaat CMS dalam Pemerintahan
Penerapan CMS membawa sejumlah manfaat signifikan bagi pengelolaan keuangan publik:
- Efisiensi Operasional: CMS mengurangi ketergantungan pada transaksi tunai, mempercepat proses pembayaran, dan meminimalkan biaya administrasi.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Setiap transaksi terekam secara digital, memudahkan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mengurangi risiko penyalahgunaan dana.
- Perencanaan Kas yang Lebih Baik: CMS memungkinkan pemerintah untuk memantau posisi kas secara real-time, membantu perencanaan anggaran yang lebih akurat.
- Dukungan Inklusi Keuangan: Dengan mendorong transaksi non-tunai, CMS membantu masyarakat, terutama di daerah terpencil, untuk terhubung dengan sistem keuangan formal melalui kanal digital.
- Kepatuhan terhadap GNNT: CMS mendukung visi Bank Indonesia untuk mengurangi peredaran uang tunai, yang pada gilirannya menekan biaya pencetakan uang dan meningkatkan efisiensi ekonomi.
Implementasi CMS di Mitra Kerja KPPN Jember sampai dengan Tahun 2024
Implementasi CMS di Indonesia dimulai secara bertahap sejak tahun 2016, dengan fokus awal pada satuan kerja di bawah Kementerian Keuangan. Berikut adalah gambaran perkembangannya:
- Tahun 2015: CMS mulai diperkenalkan dan diimplementasikan untuk bendahara lingkup internal Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
- Tahun 2016: CMS mulai diperkenalkan dan diimplementasikan untuk bendahara lingkup internal Kementerian Keuangan.
- Tahun 2019: CMS mulai diperkenalkan untuk bendahara lingkup seluruh Kementerian dan Lembaga.
Data dari tahun 2021 - 2024, terjadi perubahan persentase penggunaan transaksi CMS dibandingkan dengan total transaksi kartu debit dan transaksi teller. Upaya besar pembinaan dan pendampingan yang dilaksanakan oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) dan bank mitra pengelola masing-masing CMS, dilakukan secara rutin, agar meningkatkan pemahaman pengguna CMS di semua K/L atas penggunaan CMS dalam transaksi keuangannya.
Pada Tahun 2021, berdasarkan data yang disediakan oleh bank yang ditunjuk satker mitra kerja KPPN Jember untuk penempatan rekening pemerintah (BRI dan Mandiri), jumlah transaksi CMS senilai 5.114 transaksi (94,5%) dari total 5.432 transaksi (CMS, debet, dan teller) dengan nominal sebesar Rp12.479.978.854,- dari total transaksi (CMS, debet, dan teller) sebesar Rp46.160.749.081,-.
Pada Tahun 2022, berdasarkan data yang disediakan oleh bank yang ditunjuk satker mitra kerja KPPN Jember untuk penempatan rekening pemerintah (BRI, Mandiri, dan BSI), jumlah transaksi CMS meningkat senilai 6.946 transaksi (namun persentasenya turun 69,18%) dari total 10.041 transaksi dengan nominal transaksi meningkat sebesar Rp19.826.688.294,- dari total transaksi sebesar Rp208.738.956.983,-.
Pada Tahun 2023, jumlah transaksi CMS meningkat signifikan dibandingkan tahun 2022 senilai 28.673 transaksi (persentase juga meningkat menjadi 90,11%) dari total 31.821 transaksi dengan nominal transaksi meningkat sebesar Rp88.602.558.169,- dari total transaski sebesar Rp232.501.100.515,-.
Pada Tahun 2024, jumlah transaksi CMS turun dibandingkan tahun 2023 senilai 10.281 transaksi (persentase turun menjadi 88,74%) dari total 11.585 transaksi dengan nominal transaksi turun sebesar Rp30.769.759.057,- dari total transaksi sebesar Rp80.236.316.429,-.
Hingga 10 April 2025, CMS telah menjadi bagian integral dari pengelolaan keuangan di banyak kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Tantangan dalam Implementasi CMS pada Mitra Kerja KPPN Jember
Meskipun menawarkan banyak manfaat, secara umum implementasi CMS mitra kerja KPPN Jember menghadapi sejumlah tantangan:
- Perubahan User CMS: Mengingat CMS ini memiliki konfigurasi user yang harus didaftarkan oleh satuan kerja kepada mitra bank terkait dan harus diproses langsung oleh admin pada mitra bank terkait, akan terdapat lag waktu yang ditimbulkan ketika terjadi perubahan pejabat perbendaharaan pada satuan kerja.
- Kesiapan SDM: Dinamika perubahan pejabat perbendaharaan pada satuan kerja, bendahara, PPSPM, KPA, dan lainnya, memerlukan pelatihan tambahan secara kontinuitas untuk mengoperasikan sistem dengan lancar.
- Integrasi dengan Pihak Ketiga: Beberapa rekanan atau penerima pihak ke-3 dari satuan kerja masih bergantung pada transaksi tunai (tidak memiliki rekening), sehingga menghambat implementasi CMS secara menyeluruh.
Melihat data yang sudah disajikan atas implementasi CMS dari tahun 2021 - 2024, memang secara garis besar, frekuensi implementasi CMS di mitra kerja KPPN Jember sudah cukup bagus (di atas 75%), yang berarti minimal 3 dari 4 transaksi keuangan yang dilakukan oleh satuan kerja sudah mendukung Digitalisasi Transaksi Keuangan. Memang secara persentase transaksi CMS terdapat naik turun dari tahun 2021 - 2024, begitu pula nominal transaksi CMS yang sebenarnya tidak terlalu besar dibandingkan total semua transaksi yang dilakukan oleh satker, hal ini akan menjadi fokus KPPN untuk melakukan pembinaan kepada satker agar senantiasa memiliki cara untuk mengurangi transaksi fisik (kartu debet dan teller) dan diarahkan melalui mekanisme pembayaran APBN yang lain (SPM Ls-Penerima atau Kartu Kredit Pemerintah).
Kesimpulan
Cash Management System telah membawa transformasi signifikan dalam pengelolaan keuangan pemerintahan di mitra kerja KPPN Jember. Dengan dukungan regulasi yang kuat, adopsi teknologi, dan komitmen untuk meningkatkan transparansi, CMS telah membantu pemerintah mencapai efisiensi operasional dan akuntabilitas yang lebih baik. Meskipun masih menghadapi tantangan, progres hingga tahun 2024 menunjukkan bahwa sistem ini menjadi salah satu pilar penting dalam modernisasi keuangan publik. Dengan terus mengatasi kendala dan memanfaatkan inovasi teknologi, CMS berpotensi menjadi model pengelolaan kas yang tidak hanya efisien, tetapi juga inklusif dan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia.
Dibuat oleh
Martha Rizky Aditya
Fungsional Pembina Teknis Perbendaharaan Negara,
KPPN JEMBER