Generasi X (kelahiran 1961-1980) dan sebagian generasi Baby Boomers (lahir tahun 1946-1960) tentu masih ingat sebuah film domestik fenomenal yang diproduksi tahun 1983 berjudul “Sorga Dunia di Pintu Neraka”. Film tersebut disutradarai oleh Henky Solaiman dan dibintangi oleh Meriam Bellina, Rico Tampatty, serta mendiang Toro Margens. Dari judulnya, bisa ditebak kalau film itu berkisah tentang kenikmatan duniawi yang harus dibayar dengan punishment berupa neraka di akhirat. Padahal, konsep ceritanya cukup unik pada zamannya, dimana kehidupan keras harus dilalui oleh anak yang menjadi korban perceraian kedua orangtuanya, yang mengakibatkan dia sampai masuk penjara, hingga akhirnya dia menikah di penjara pula.
Berbeda dengan definisi sorga pada film diatas, Sarana Olahraga (Sorga) desa merupakan salah satu hasil dari pemanfaatan Dana Desa yang sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, Dana Desa diperuntukkan bagi desa yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Alokasi Dana Desa pada tahun 2019 ini adalah sebesar 70 triliun rupiah, yang disalurkan ke 74.953 desa di seluruh Indonesia. Penyaluran Dana Desa tahun 2019 dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui 169 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Penyaluran tersebut bertujuan untuk mendekatkan pelayanan Kementerian Keuangan terhadap Pemerintah Daerah melalui KPPN, meningkatkan efisiensi koordinasi dan konsultasi antara Pemerintah Daerah dengan Kementerian Keuangan, serta meningkatkan efektivitas monitoring dan evaluasi serta analisis kinerja pelaksanaan anggaran pusat dan daerah.
Lalu, apa alasannya sebagian alokasi Dana Desa seyogyanya dipergunakan untuk membangun “Sorga”? Pertama, membangun sarana olahraga merupakan salah satu dari empat program wajib pemanfaatan Dana Desa. Program wajib lainnya meliputi menemukan produk unggulan desa, mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan membuat embung. Alasan kedua, dari keempat program utama Dana Desa tersebut, sarana olahraga merupakan hal yang paling jarang dibahas. Ketiga, “Sorga” memiliki beberapa manfaat utama yaitu berguna sebagai ruang publik untuk aktivitas keramaian; ruang kegiatan positif agar terhindar dari narkoba, radikalisme, dan tawuran; serta memacu kegiatan ekonomi desa. Alasan terakhir, telah ditetapkan alokasi anggaran per sarana olahraga, yaitu 185 juta rupiah (lapangan sepak bola); 100 juta rupiah (lapangan bulu tangkis); 170 juta rupiah (lapangan futsal), 100 juta rupiah (lapangan voli); dan 145 juta rupiah (lapangan panjat dinding).
“Mens sana in corpore sano”, sebuah ungkapan dalam bahasa Latin yang berarti bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Ungkapan tersebut merupakan karya sastra seorang pujangga Romawi, Decimus Iunius Juvenalis, yang dibuat sekitar abad kedua Masehi pada karya bertajuk Satire X. Olahraga diperlukan untuk mendapatkan tubuh sehat dan kuat, maka otomatis jiwa pun menjadi sehat dan pikiran pun jernih. Dengan fisik dan mental yang kuat serta didukung oleh jasmani dan rohani yang sehat pula, maka akan menghasilkan individu-individu yang tangguh, yang akan menjadikan sebuah bangsa yang hebat dan diperhitungkan di kancah internasional.
Begitu dahsyat dampak dari olahraga bagi sebuah bangsa, yang dimulai dari pembangunan sarana olahraga yang memadai. Tak bisa dipungkiri bahwa bagi masyarakat desa, olahraga masih menjadi salah satu kegiatan mewah, karena mereka harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk bisa sekedar menikmati sarana olahraga yang tidak sedikit biayanya. Padahal, semangat olahraga itu memiliki nilai positif dan menjunjung sportivitas, yang sangat berguna dalam usaha membangun desa. Apalagi olahraga seperti sepakbola dan voli, yang melibatkan pemain dalam jumlah besar, sangat bergantung pada nilai kerjasama tim yang baik. Nilai-nilai kerjasama ini sangat positif dalam mengembangkan kerjasama ekonomi antar desa dan membangun desa itu sendiri.
Olahraga merupakan kegiatan universal, yang berarti bersifat menyatukan semua warga desa. Ketika ada pertandingan sepak bola antar kampung (tarkam) misalnya, para penduduk desa akan berbondong-bondong menuju ke lapangan hijau dengan tujuan untuk melihat sajian dan skill permainan bola dari para pemain andalan mereka. Seluruh warga bergembira, banyak juga penduduk yang mengais rezeki dengan menggelar barang dagangan mereka di sekitar lapangan pertandingan. Semuanya senang, warga dapat tontonan yang menghibur dan roda perekonomian desa pun ikut bergerak.
Dalam skala yang lebih besar, peranan “Sorga” menjadi vital dalam mencetak atlet-atlet bertaraf nasional, bahkan internasional. Masih segar di ingatan kita, bagaimana pelatih tim nasional sepak bola U-19 Indra Sjafri yang membangun skuadnya dari hasil pantauan langsung ke kampung-kampung di pelosok tanah air. Bukan hanya sepak bola, para atlet cabang olahraga bulu tangkis dan bola voli pun bisa dicetak dari penggunaan sarana olahraga di desa. Para pemandu bakat (talent scout) biasanya berkeliling ke daerah dalam rangka mencari bibit-bibit pemain lokal yang bisa diorbitkan menjadi atlet profesional. Pada akhirnya nanti, negara kita akan surplus atlet berprestasi, apabila semua cabang olahraga memulai pembinaan dan menyiapkan sarana olahraga yang memadai di seluruh pelosok desa.
Tahun depan, alokasi Dana Desa adalah sebesar 72 triliun rupiah, mengalami kenaikan sekitar 2 triliun rupiah dibandingkan tahun ini. Dilihat dari tren per tahunnya, besaran Dana Desa mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dari alokasi sebesar 20,8 triliun rupiah (2015), 47 triliun rupiah (2016), 60 triliun rupiah (2017), 60 triliun rupiah (2018), 70 triliun rupiah (2019), hingga 72 triliun rupiah (2020). Kenaikan pagu Dana Desa tentunya dibarengi dengan penguatan kebijakan yang existing dan penerapan kebijakan baru. Penguatan kebijakan yang telah ada sebelumnya terkait dengan melanjutkan peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan desa serta tenaga pendamping; melanjutkan optimalisasi peran Pemerintah Provinsi/Kabupaten dalam pengelolaan Dana Desa; serta melanjutkan peningkatan akuntabilitas dan kinerja pelaksanaan Dana Desa melalui penyaluran berdasarkan kinerja dan pemberian insentif atas kinerja penyaluran. Sementara itu, kebijakan baru yang akan diterapkan meliputi penyempurnakan kebijakan pengalokasian; peningkatkan porsi penggunaan Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa; serta perbaikan pengelolaan Dana Desa melalui pelatihan dan pembinaan aparat desa, peningkatan kompetensi tenaga pendamping, dan penguatan sistem pengawasan.
Dengan pagu Dana Desa sebesar itu, alangkah bijaknya apabila bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya demi kemajuan desa. Dana Desa bukan hanya bisa dimanfaatkan untuk menciptakan desa wisata ataupun mendirikan BUMDes saja, alternatifnya bisa digunakan untuk membangun sarana olahraga yang memadai. Sehingga, tagar #AyoBangunDesa di berbagai platform media sosial yang dipopulerkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi periode 2014-2019, Marwan Jafar, bisa lebih bermakna untuk mendukung pemanfaatan Dana Desa dalam rangka menyejahterakan masyarakat desa.
Penulis : Tatag Prihantara