COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona SARS-CoV-2 membuat pola kehidupan berubah dengan sangat cepat. Anjuran dari pemerintah dan WHO untuk menerapkan social distancing dan physical distancing dapat menimbulkan jarak secara emosional dengan keluarga, teman sekolah, rekan kerja, kawan nongkrong maupun sesama umat di tempat ibadah. Bekerja, belajar, berbelanja, hingga beribadah mulai dilakukan dari rumah. Aktivitas secara daring pun meningkat tajam sehingga kebutuhan kuota internet melonjak.
Sejak pertengahan bulan maret tahun 2020 lalu, Kementerian Keuangan telah meniadakan sejumlah layanan tatap muka menjadi layanan melalui daring serta menerapkan kegiatan bekerja dari rumah (work from home/WFH) sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. WFH ternyata tidak mengenal batas waktu dan tempat dan bahkan menimbulkantuntutan untuk bekerja dengan lebih cepat dan efektif. Perubahan ini diklaim tidak menyurutkan kinerja para pegawai Kemenkeu, namun bagaimana dengan tekanan mental yang mungkin dihadapi oleh para pegawai di rumah, dan mungkin keluarganya.
Perubahan secara drastis dan masif dapat menekan kondisi mental seseorang, sehingga menimbulkan stres. Stres merupakan kondisi yang timbul karena seseorang memandang situasi sebagai masalah. Cobalah mengenali penyebab stres, mengidentifikasi cara yang dapat kita lakukan untuk meredakannya, dan melakukan rekreasi. Di masa pandemi ini, rekreasi, menjalankan hobi seperti memasaka dan bernyayi, bahkan bermain dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan di sela kesibukan WFH.
Penulis mengamati gangguan mental yang paling banyak dihadapi rekan-rekan selama masa pandemi ini adalah kecemasan berlebihan biladirinya dan keluarga tertular wabah, yang bila terjangkit dapat berakhir pada kematian. Menurut penulis kecemasan tersebut adalah wajar, dan sebaliknya bahwa yang tidak cemas adalah tidak wajar. Namun demikian, perlu rasanya berusaha mengurangi kecemasan tersebut agar tidak berlebihan. Pada awal wabah meluas, penulis merasakanrasa terasing selama empat bulan, kecemasankarena keluarga berada di pusat pandemi dan kesedihan karena terpisah jauh dari keluarga. Kecemasan juga dirasakan karena informasi yang simpang siur menambah beban kesehatan mental kita.
Berikut beberapa pengalaman yang dirangkum dan pernah dilakukan dalam upayamengurangi kecemasan, stres, atau tekanan mentalsehingga kewarasan kita selama pandemi tetap terjaga.
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi yang menggugah selera. Asupan gizi dengan nutrisi yang bagus dan menarik selera diharapkan mampu untuk menjaga kesehatan fisik dan mental, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Melakukan olahraga ringan, misal bersepeda berkeliling kompleksbersama keluarga danberjemur sambil ngobrol di bawah sinar matahari pagi bersama rekan kerja dengan tetap menjaga jarak. Saat kita melakukan aktivitas fisik tubuh dapat memproduksi hormon endorfin yang mampu untuk meredakan stres, mengurangi rasa khawatir dan memperbaiki mood kita.
- Lupakan sejenak rutinitas kantor, baik itu WFH maupun bekerja di kantor, dan berwisata alamlah ke tempat yang banyak air dan tanaman hijau untuk membantu mengalihkan pikiran negatif.
- Mengurangi kebiasaan begadang, karena mengganggu kesehatan fisik dan mental anda. Saat tubuh anda kurang istirahat, tubuh menjadi mudah mengalami gangguan kecemasan dan membuat mood menjadi tidak stabil.
- Lebih sering berkomunikasi dengan keluarga, sahabat, teman maupun rekan kerja melalui pesan singkat, telepon atau video call. Saling berbagi rasa takut, kekhawatiran dan informasi kesehatan dapat mengurangi tekanan yang dirasakan.
- Memilah sumber informasi yang terpercaya dan berita terkait pandemi dengan bijakmisalnya WHO atau Satgas Covid-19 untuk membedakan fakta dan hoax. Informasi hoax dan menyesatkan akan menambah kecemasan.
- Satu yang paling penting adalah lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jika stres dan ketakutan yang dirasakan ternyata semakin berat, berdoa dan curhatlah kepada Allah SWT agar diberi ketenangan.