Pengenaan Cukai atas Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Diabetes menjadi salah satu penyakit yang sering ditemui di Indonesia. Bukan hal yang mengejutkan karena menurut International Diabetes Federation (IDF), Indonesia menduduki peringkat lima negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021, dan akan terus meningkat dari tahun ke tahun jika aspek-aspek yang menyebabkan diabetes ini tidak segera ditangani oleh Pemerintah Indonesia. IDF sendiri memproyeksikan bahwa pada tahun 2045, penderita diabetes akan bertambah dan menyentuh angka 28,6 juta penderita.
Diabetes adalah suatu kondisi pada tubuh manusia yang mana kadar gula pada darah terlalu tinggi karena tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin. Insulin sendiri adalah hormon yang berfungsi sebagai pembantu glukosa masuk ke dalam sel tubuh yang nantinya akan digunakan sebagai energi. Jadi dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang menderita penyakit diabetes sangat sulit untuk menjadikan gula sebagai sumber energi dan gula yang tidak dijadikan energi tersebut mengendap didalam darah. Gejala-gejala yang dialami oleh penderita diabetes antara lain sering haus dan sering buang air kecil, berat badan yang turun tanpa sebab yang jelas, mudah lelah dan cepat lapar. Penyakit diabetes dapat muncul dari kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi gula, karbohidrat dan lemak jenuh. Batas konsumsi gula harian yang diatur oleh Kementerian Kesehatan adalah 50 gram atau 4 sendok makan per hari untuk orang dewasa, 19-24 gram perhari untuk anak usia 2-10 tahun. Batas konsumsi ini sendiri setara dengan 10% dari total energi harian orang dewasa atau 200 kkal perhari.
Menyikapi bahaya diabetes dan jumlah penderita diabetes di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa hal terkait pengendalian diabetes di Indonesia, beberapa diantaranya adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Penyakit Tidak Menular dan yang paling baru adalah pengenaan cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK).
Cukai adalah pungutan yang dilakukan oleh negara terhadap barang-barang yang memiliki karakteristik tertentu, seperti barang yang peredarannya diawasi, tingkat konsumsinya perlu dikendalikan, dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Cukai juga dapat meningkatkan penerimaan negara, cukai sendiri diatur dan diawasi oleh Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Pengenaan cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) diatur dalam Pasal 194 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Pungutan cukai dikenakan pada produk-produk minuman yang mengandung gula tambahan yang berlebih, baik dalam bentuk kaleng, botol, maupun bentuk lainnya. Contoh minuman-minuman tersebut adalah minuman bersoda (soft drink), boba, minuman berperisa yang mengandung gula manis berlebih, minuman energi, dsb.
Pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis ini akan memberikan efek atau dampak terhadap masyarakat Indonesia dan Pemerintah Indonesia. Dengan adanya pungutan cukai, harga jual Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) akan menjadi lebih mahal dan dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap minuman-minuman tersebut, maka diharapkan konsumsi minuman berpemanis tambahan akan menurun seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat. Selain itu, dengan adanya tambahan atas pungutan cukai, penerimaan negara akan bertambah dan dapat digunakan untuk program-progam pemerintah yang lebih bermanfaat, terutama untuk upaya penanggulanagan dampak negatif dari minuman-minuman berpemanis tambahan.
Cukai terhadap minuman berpemanis tambahan sendiri belum sepenuhnya diterapkan oleh DJBC, namun dalam rancangan tarif cukai untuk minuman berpemanis, diusulkan oleh Kementerian Keunagan dengan data sebagai berikut:
- Minuman berpemanis dalam kemasan dikenakan tarif Rp.1.500 per liter, contoh minuman yang akan terkena tarif ini adalah minuman soda (soft drink), minuman energi, dan minuman manis dalam kemasan lainnya.
- Minuman berpemanis konsentrat dikenakan tarif Rp.2.500 per liter konsentrat, contoh minuman yang terkena tarif ini adalah sirup, dan konsentrat atau ekstrak lainnya.
Di lain pihak, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR mengusulkan tarif cukai sebesar 2,5% setiap unit Minuman Berpemanis dalam Kemasan.
Dengan adanya pengenaan cukai ini, para konsumen dan produsen minuman berpemanis dituntut dapat menyesuaikan diri. Untuk konsumen, mereka dapat mengganti minuman berpemanis dengan opsi yang lebih sehat seperti minuman soda dengan 0% gula, jus tanpa tambahan gula, kopi americano, atau cukup dengan minum air putih saja. Bagi produsen, mereka dapat menjual opsi minuman dengan less sugar atau zero sugar.
Dengan adanya kebijakan cukai atas Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK), ini membuktikan bahwa Pemerintah Indonesia sudah mulai waspada terhadap bahaya minuman berpemanis dan dampaknya terhadap Masyarakat Indonesia yang setiap tahun penderita diabetes meningkat dengan signifikan. Selain pengenaan cukai, edukasi terdahap bahaya minuman berpemanis juga perlu ditingkatkan sehingga terciptanya keseimbangan antara kesadaran masyarakat dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.