Gedung Keuangan Negara Singaraja, Jalan Udayana No. 10, Singaraja

Treasure

Penulis : I Ketut Sandi Utama, S.IP. (Kepala Seksi Verifikasi, Akuntansi, dan Kepatuhan Internal KPPN Singaraja)


Kota Amlapura, apakah kalian tahu ada dimana kota ini? Sama seperti Anda, pada awalnya saya pun tidak tahu ada dimana kota ini berada. Hingga pada saatnya saya ditugaskan di kota ini, kota yang terletak di bagian timur Pulau Bali. Disinilah saya bertugas sebagai seorang ASN Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan.

Sore itu, seperti biasa saya pergi ke pasar kota untuk mencari makan malam. Sore menjelang malam memang waktu yang sangat tepat bagi saya untuk mengisi perut yang kosong setelah seharian bekerja. Suasana malam di kota Amlapura memang terasa hanya sekejap, jam sembilan malam penjual makanan sudah banyak yang tutup, baik itu yang berjualan di ruko maupun pedagang kaki lima. Apalagi dengan adanya pandemi COVID-19 ini, jam delapan malam kota Amlapura sudah terasa sunyi. Maka dari itu, mencari makan malam sepulang bekerja sudah menjadi rutinitas saya sehari-hari.

Setelah sepuluh menit mengendarai motor, sampailah saya di pasar kota. Sore itu halaman pasar sudah mulai ramai dengan gerobak dan tenda pedagang kaki lima, tampak beberapa pelanggan sudah mengantri untuk makan di tempat ataupun dibawa pulang. Hidangan malam kali ini, saya memutuskan untuk menyantap satu porsi sate kambing lengkap dengan lontong dan potongan cabai di dalamnya. Sembari menunggu pesanan jadi, saya mengambil beberapa plastik kerupuk untuk dijadikan camilan.

“Bli, minta tolong dong kerupuknya” kata salah satu pelanggan yang duduk di sebelah kiri saya.

“Monggo, Mas” sambil menyodorkan keranjang yang berisikan kerupuk. “Oh, sampeyan bukan orang asli Bali toh” katanya lagi setelah mendengar aksen bicaraku yang masih kental dengan suku Jawa.

“Hehe iya Mas bukan, saya orang Pati”

“Oh wong Pati, cedhak karo aku berarti. Aku wong Kendal. Sampeyan kerja di kantor mana Mas?”

“Saya kerja di KPPN Mas, Ditjen Perbendaharaan. Mas sendiri kerja dimana?”

“Oh kantor pajak ya, aku kerja di marketing, Dinas Pariwisata Mas”

“Wah bukan Mas, kantor pajak itu namanya KPP, saya kerja di KPPN”

“Woalah iya ya, namanya mirip. Ternyata sampeyan kerja di pertanahan toh, hehehe” balasnya terkekeh.

Kondisi seperti ini bukanlah yang pertama kali bagi saya, pekerjaan saya seringkali disalahartikan oleh kebanyakan orang. Mungkin Anda yang membaca cerita ini juga bertanya-tanya instansi apakah DJPb itu, kantor apakah KPPN itu? Terdapat peluang juga, beberapa dari Anda mungkin sudah tahu betul tentang kami.

Apabila Anda orangnya, biar saya menebak, pasti Anda memiliki orang tua atau kerabat yang pernah berhubungan langsung dengan KPPN atau DJPb. Bisa jadi seorang PNS di suatu satuan kerja (satker) Kementerian Lembaga (K/L), ataupun pegawai Pemda di bidang Keuangan. Ya, kami cukup populer di kalangan tersebut.

Namun bagi masyarakat umum, mereka masih sangat awam dengan tempat saya bekerja. Mereka kerapkali salah sambung setiap kali saya sebut tempat saya bekerja. Dan saya selalu memaklumi hal itu.

Keesokan harinya di kantor, saya baru saja selesai mengikuti video conference dari Kantor Pusat yang membahas mengenai Program Pemulihan Ekonomi Nasional dari Pemerintah. Program ini merupakan program strategis yang disusun Pemerintah untuk menanggulangi dampak COVID-19 terhadap berbagai lapisan masyarakat, baik itu sektor kesehatan, pariwisata, perdagangan, UMKM, hingga masyarakat umum.

Setelah mengikuti video conference tersebut, saya mulai menyusun resume tentang materi-materi yang telah disampaikan tadi. Kemudian perhatian saya teralihkan dengan percapakan seorang mitra kerja yang keluar dari ruang konsultasi sedang berbicara dengan rekan kerja saya.

“Terima kasih banyak ya Bu, sekarang saya jadi paham bagaimana agar Surat Perintah Membayar (SPM) yang kami ajukan tidak mengalami retur” kata mitra kerja tersebut kemudian menyerahkan bingkisan dalam sebuah paperbag.

“Mohon maaf Bu, kami tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun, layanan kami bebas biaya” jawab rekan saya dengan sopan.

“Ini bukan gratifikasi kok Bu. Ini ucapan terima kasih saya karena Ibu sudah bantu saya memberikan langkah-langkah yang harus dilakukan agar pelaksanaan anggaran di satker saya lancar, SPM tidak salah, pembayaran tidak retur. Soalnya kasihan lho Bu, rekanan pasti sudah butuh uangnya untuk mendanai proyek, bayar karyawan, apalagi kondisi pandemi seperti ini. Ini bingkisannya diterima aja ya Bu. Tidak ada maksud apa-apa kok,” kata mitra kerja tersebut masih berusaha menyerahkan bingkisan ke tangan rekan saya.

“Sekali lagi mohon maaf Ibu, saya tidak bisa menerima pemberian dari Ibu apalagi terkait tugas yang saya kerjakan. Memberikan pemahaman kepada satker tentang pelaksanaan anggaran yang berkualitas sudah merupakan tugas saya. Saya justru merasa bersyukur dan senang sekali jika Ibu sudah memahami apa yang saya sampaikan. Apabila pelaksanaan anggaran di satker Ibu lancar, pekerjaan saya juga lancar. Saya akan senang sekali karena prestasi satker adalah prestasi KPPN juga. Kinerja kami dinilai dari kinerja satker Ibu juga. Jadi tidak perlu ya Bu memberi hal-hal seperti ini kepada saya maupun rekan-rekan di sini. Lagi pula seluruh bentuk pemberian merupakan gratifikasi Bu.”

“Wah gitu ya. Baik Bu, maaf saya tidak bermaksud. Kalau begitu saya akan berusaha yang terbaik ya Bu agar pelaksanaan anggaran di satker saya lebih optimal lagi supaya kinerja kantor Ibu juga baik. Mohon bimbingannya ya Bu.”

“Siap Bu, apabila Ibu butuh jawaban cepat tidak perlu jauh-jauh ke kantor ya Bu. Silahkan Ibu mengajukan pertanyaan melalui HAI CSO.”

“Wah siap Bu, lewat HAI CSO saja ya. Lumayan ya Bu irit bensin tidak perlu ke KPPN.”

“Betul Bu, bantu hemat energi” kata rekan saya sambil berjalan menghantarkan mitra kerja yang berpamitan.

Sesaat setelah itu, saya beranjak menghampiri rekan saya dan bertanya, “Eh Rul, kenapa tadi sama Bu Tanti?” tanyaku penasaran.

“Oh itu Bu Tanti dua hari yang lalu mengajukan SPM terus terkena retur. Rekening penerimanya salah satu huruf jadi harus membuat perbaikannya. Beliau bingung harus bagaimana”.

“Hoo, aku kira kenapa. Kok tadi aku lihat sampe mau ngasih hadiah segala. Kan sudah biasa kita bantu ngajarin hal-hal seperti ini ke satker” jawabku enteng.

“Iya memang jadi hal yang biasa karena sudah berulang kali kita lakukan. Tapi sebetulnya kalau dicerna, bermakna sekali lho yang kita lakukan selama ini. Memang sih tidak berkaitan secara langsung, tetapi kita udah bisa bantu banyak pihak termasuk karyawan-karyawan rekanan, mereka bisa dapat haknya lebih cepat. Cuma ya memang mereka mungkin tidak menyadari, karena mereka tidak berhubungan langsung sama kita jadi mereka tidak tahu. Dan mungkin Bu Tanti tadi adalah salah satu satker yang sadar tentang makna tugas dan fungsi kita di sini. Makanya sampai seperti itu tadi” Jelas Nurul.

“Kita?” tanyaku lagi.

“Iya…kita. Nggak cuma aku saja tetapi kita semua. Tuh lihat, Rosya membantu Satker menyelesaikan persoalan laporan keuangannya biar hilang saldo tidak normalnya. Laporan keuangan satker mereka bisa lebih akuntabel dan berkualitas. Pertanggungjawaban anggaran ke masyarakat jadi lebih baik tentunya” tunjuk Nurul ke arah Rosya.

“Terlebih lagi kamu Ganang, dengan adanya program PEN Pemerintah saat ini. Kamu juga ikut berperan dalam membantu masyarakat di luar sana untuk bertahan. Kamu mungkin merasa biasa, tapi yang kamu lakukan itu berarti” lanjut Nurul menepuk bahu saya.

Percakapan dengan Nurul hari ini membuat saya berpikir dan banyak melamun hingga tidak sadar motor yang saya kendarai sudah sampai di pasar kota. Saya pun memarkirkan motor dan berjalan perlahan menuju kios sate langganan saya.

“Bang, sate kambingnya satu, seperti biasa ya pake potongan cabe” kata saya lirih.

“Oke Mas, sip.”

Saya pun segera mengambil tempat duduk, kebetulan saat itu kios langganan saya sedang sepi, hanya saya pelanggan di sana. Hingga datanglah seorang pelanggan yang tak asing bagi saya. “Satenya dua puluh tusuk ya Bang sama gulai nya dua bungkus”.

“Oke Mas, tumben Mas udah lama gak keliatan” jawab si Abang tukang sate.

“Iya nih Bang, habis pulang kampung. Gimana Bang sekarang jualan sampe jam berapa?”

“Masih jam 8 Mas, COVID-19 ini bikin makin turun omset. Saya mau cari pinjeman nih Mas biar saya bisa jualan juga di rumah kalau siang, buat nambah-nambah pendapatan.”

“Abang bisa kok mengajukan pembiayaan UMi” celetuk saya ikut bergabung dalam percakapan mereka.

“UMi siapa Mas? Orang mana, konglomeratkah?” jawab Abang tukang sate bingung.

“Bukan UMi yang itu Bang. UMi yang ini maksudnya Ultra Mikro. Ultra Mikro adalah salah satu pembiayaan yang diberikan Pemerintah untuk membantu UMKM, jadi UMKM bisa bertahan dan berkembang. Terlebih saat pandemi COVID-19 sekarang ini, tantangan UMKM untuk bertahan dan berkembang semakin berat. Untuk memberikan dukungan kepada UMKM di masa sulit, Pemerintah memberikan berbagai bantuan, salah satunya fasilitas pembiayaan Umi.”

“Pengajuannya gimana Mas? Perlu pakai jaminan?”

“UMi ini tidak perlu agunan Bang, pengajuannya mudah tinggal ke penyalur saja seperti Pegadaian, syaratnya cuma KTP aja kok. Nanti bisa dapat pembiayaannya langsung.”

“Wah gampang ya berarti gak perlu agunan. Oke deh besok saya coba ke sana. Makasih ya Mas infonya.”

“Loh Mas, kok sampeyan bisa tahu? Udah kayak pegawai bank saja sampeyan itu padahal pegawai pertanahan. Keren memang.” jawab pelanggan tadi sambil mengacungkan jempol.

“Heheh bukan mas, saya ini pegawai KPPN, Kantor Pelayanan Perbendahaan Negara. Kantor kami ini merupakan instansi vertikal di bawah Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Tugas kami menyalurkan pembiayaan beban APBN, pembiayaan pembangunan di daerah seperti pembangunan Dermaga Tanah Ampo disalurkan melalui kantor kami. Selain itu kami juga melaksanakan fasilitasi kerjasama ekonomi dan keuangan daerah, penyaluran DAK Fisik berbagai sektor seperti sektor pariwisata tahun ini kami menyalurkan pembiayaan fasilitas daya tarik wisata Jemeluk, Tulamben, Pantai Candidasa, dan Pantai Wates Yeh Malet untuk Kabupaten Karangasem. Tidak hanya itu saja, kami juga berperan dalam penyaluran Dana Desa serta monev dan evaluasi kredit program yang disalurkan Pemerintah kepada masyarakat umum seperti UMi yang tadi saya jelaskan. Kami terus bergerak mendukung Pemerintah dalam melakukan perbaikan kualitas belanja negara untuk mendukung prioritas pembangunan dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi ini Pak.”

“Oh ternyata ada ya Mas kantor yang ngurusin penyaluran dana-dana itu, saya baru tahu. Selama ini saya tahunya sudah bagus saja tempat-tempat wisata itu. Wah berarti banyak ya pihak yang mendapatkan manfaat dari kehadiran kantor Mas, dari berbagai elemen ada Pemda, Satker, UMKM hingga masyarakat luas. You’re such a treasure.” jawab pelanggan itu dengan kagum.

“Iya pak betul, kami ini representasi Pemerintah dalam mengawal pelaksanaan APBN untuk pembangunan di daerah”.

Satu bulan kemudian, saya berkunjung ke rumah Abang sate langganan saya. Saya dibuat terkejut dengan keadaan rumah yang sudah disulap cantik menjadi sebuah kedai sate.

“Wah sekarang sudah jualan sate di rumah Mas?” kata saya kepada abang sate.

“Iya mas. Saya telah menggunakan pembiayaan UMi yang Mas kasih tau ke saya waktu dulu itu. Lumayan Mas, omset saya bertambah signifikan. Makasih ya mas infonya, saya beruntung ketemu Mas. Oh iya mas ini adek saya yang buruh pabrik baru saja kena PHK, dia mau mulai usaha jualan baju, saya rekomendasikan juga untuk ambil pembiayaan UMi seperti saya.” balas abang sate sambal tersenyum.

Dari sepenggal kisah ini, saya menjadi sadar bahwa mungkin banyak dari kami tidak menyadari apa yang kami lakukan sehari-hari memiliki makna lebih dari yang dapat kami bayangkan. Ketidaktahuan itulah yang menenggelamkan diri kami. Mencerna makna memang butuh usaha, yang diperlukan hanya upaya diri untuk lebih mencerna makna dan muncul kembali ke permukaan, lebih dekat dengan orang-orang yang menjadi penerima manfaat atas apa yang kami kerjakan. Dengan demikian, kami dapat memberikan manfaat yang lebih baik lagi untuk sekitar, karena saya sadar bahwa kami ikut mengawal pembangunan. Itulah kami, Treasury Indonesia, and we’re a treasure for our country. Sama seperti saya yang pada awalnya tidak mengetahui Kota Amlapura, mereka dan Anda juga awalnya tidak mengetahui tugas dan fungsi KPPN, hingga akhirnya Anda menjadi saksi atas cerita singkat ini.

Penulis:

I Ketut Sandi Utama/Kasi VeraKI KPPN Singaraja

Tulisan ini telah dipublikasikan pada Bali Tribune pada Selasa, 5 Oktober 2021

Download Literasi “Treasure

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search