Jl. Raya Koto Baru KM 5 Solok

Perlukah Manajemen Risiko Individu ???

Setiap kegiatan dalam kehidupan manusia selalu mengandung risiko. Risiko adalah peristiwa yang tidak pasti terjadi, tapi pada saat terjadi bisa menimbulkan kerugian. Tidak ada yang tahu, penyebab, tempat, waktu dan bagaimana terjadinya peristiwa merugikan itu. Seperti halnya suatu peristiwa buruk (musibah) yang tidak dapat diprediksi dan terjadi secara tiba-tiba serta menyebabkan kerugian secara materi/ekonomis maupun non-materi.

Di mana ada resiko, ada ketidakpastian, memperkirakan besarnya risiko tidak dapat diukur secara langsung, biasanya membutuhkan asumsi yang tidak dapat diuji secara empiris. Pengakuan akan ketidakpastian terkadang mengarah pada pandangan bahwa penilaian risiko adalah usaha yang meragukan dan tidak dapat diandalkan untuk membuat keputusan. Mengingat ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh ketidakpastian, mungkin akan terarahkan untuk melebih-lebihkan penilaian risiko. Risiko dan ketidakpastian dapat digambarkan oleh probabilitas.

Makhluk hidup secara alamiah akan mengantisipasi dan mengelola risiko. Bagaimana dengan organisasi? Karena organisasi tidak mempunyai kemampuan mengelola risiko seperti halnya manusia, maka organisasi wajib membuat manajemen risiko agar organisasi dapat mengantisipasi dan mengelola risiko sebagaimana manusia dan makhluk hidup lainnya. Manajemen resiko berfungsi untuk mengidentifikasi, menilai dan menunjukan penyebab serta dampak yang timbul dari ketidakpastian dan risiko pada suatu organisasi.

Apa sih Manajemen Risiko itu?

Manajemen risiko terdiri dari dua kata yang berbeda, yaitu Manajemen dan Risiko. Pengertian Manajemen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: adalah “penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran” atau “pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusaahaan dan organisasi. Pengertian Risiko menurut KBBI adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan atau membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Manajemen Risiko adalah cara mengatur, mengolah, serta mengorganisir setiap risiko-risiko yang akan terjadi atau dialami oleh setiap perusahaan atau badan usaha. Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.01/2019 tentang Manajemen Risiko Di Lingkungan Kementerian Keuangan, Manajemen Risiko adalah budaya, proses, dan struktur yang diarahkan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian sasaran organisasi dengan mengelola risiko pada tingkat yang dapat diterima.

Manajemen risiko dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara sederhana Manajemen Risiko adalah pengelolaan risiko, yang terdiri dari 4 kegiatan, yaitu mengidentifikasi event risk atau kejadian risiko, mengukur dampak dan frekuensinya, memitigasi (mencari solusi untuk mencegahnya atau mengantisipasinya) dan monitoring.

Mengidentifikasi Event Risk

Adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan kejadian-kejadian yang akan atau yang telah terjadi atas suatu aktivitas, baik yang terjadi pada diri/institusi kita maupun yang terjadi pada diri/institusi orang lain, dan dapat atau telah menimbulkan risiko. Sebagai contoh, jika kita ingin menerapkan manajemen risiko pada perjalanan kita ke kantor. Jakarta yang terkenal dengan keruwetannya di jalan raya ini, tentu saja akan timbul suatu event risk. Nah mari kita identifikasi atas kejadian ini, yang tentu saja berbeda-beda tergantung rumah tinggal kita masing-masing. Namun secara umum kejadian ini dapat kita identifikasi sebagai berikut:

 

Event Risk

:

Kesiangan/Terlambat

Penyebab

:

Terjebak macet

Dampak

:

Mendapat Surat Peringatan yang ujung-ujungnya ke kredibilitas bahkan PHK, kehilangan klien/pelanggan, dan lain sebagainya

 Mengukur Event Risk

Adalah suatu kegiatan untuk memprediksi seberapa besar kemungkinan event risk tersebut terjadi serta seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh event risk tersebut. Untuk contoh diatas maka event risk tersebut dapat kita ukur sebagai berikut:

Frekuensi

:

Jika berdasar penyebab tersebut diatas, maka bisa dikategorikan sebagai "HIGH" karena di Jakarta Macet selalu terjadi dan setiap hari kecuali hari libur.

Dampak

:

 

Tentu saja jika hal tersebut tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan risiko yang "HIGH" yaitu PHK atau mengalami bangkrut.

 

 

 

 

 

Mitigasi Risiko

Adalah suatu kegiatan untuk menentukan pencegahan atau solusi pada saat event risk terjadi. Mitigasi Risiko terdiri dari 4, yaitu : Terima, Kurangi, Alihkan dan Hindari. 
Terima adalah suatu solusi dengan cara membuat cadangan kerugian atau membuat Disaster Recovery Plan, karena event risk tersebut tidak bisa dihindari atau solusi yang harus dilakukan lebih mahal daripada dampak yang terjadi. Untuk contoh diatas solusi ini tidak bisa diterapkan. Kurangi adalah suatu solusi dengan cara melakukan pencegahan, misalnya dengan membuat SOP (Standar Operasional) dalam hal ini aturan untuk kita sendiri, misalnya harus bangun lebih pagi sehingga dapat menghindari jam macet atau jika tetap terjebak macet pun, mungkin tidak kesiangan. Alihkan adalah suatu solusi dengan memindahkan risiko tersebut ke pihak lain, untuk contoh tersebut di atas tidak dapat diterapkan. Sedangkan Hindari adalah suatu solusi dengan menghentikan aktivitas tersebut, untuk contoh tersebut diatas adalah dengan pindah rumah yang lebih dekat dengan tempat kerja atau tempat kerja kita yang didekatkan dengan rumah tinggal kita.

Monitoring

Adalah suatu kegiatan untuk memonitor event risk tersebut setelah dilakukan mitigasi. Sebagai contoh tersebut di atas misalnya solusi yang kita ambil adalah 'Kurangi', dimana yang sebelumnya berangkat jam 06.00 maka berangkat 05.30. Kita evaluasi kembali apakah event tersebut tetap ada? jika masih ada apa penyebabnya, apakah masih sama atau ada penyebab yang lain. Masih seberapa besar frekuensi kejadiannya, yang tentu saja berpengaruh kepada dampaknya. Jika masih terjadi maka harus dilakukan mitigasi tambahan, jika tidak maka mitigasi yang dilakukan harus dilakukan secara konsisten.

Biasanya mitigasi yang dilakukan terhadap event risk tersebut, masih terdapat residual risk (Sisa Risiko), hal ini karena tidak ada tingkat keyakinan yang sampai dengan 100%, maksimal hanya 99%, dimana 1% adalah suatu hal yang diluar dugaan kita sebagai manusia. Sebagai contoh tersebut diatas, walaupun kita sudah menerapkan mitigasi atas hal-hal yang menimbulkan kita di PHK atau mengalami kebangkrutan, namun masih saja ada kemungkinan untuk terjadi misalnya Perusahaan kita Pailit, dan lain sebagainya maka solusi "Terima" untuk Risiko itu harus tetap dilaksanakan yaitu dengan mencadangkan atau menyisihkan pendapatan kita untuk tabungan/Asuransi atau dengan memiliki Penghasilan Sampingan

Kembali ke bahasan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.01/2019 tentang Manajemen Risiko Di Lingkungan Kementerian Keuangan, dalam Diktum KETUJUH Unit Pemilik Risiko hanya sampai dengan eselon III dimana pada awalnya sampai dengan eselon II.

Peng-aplikasian manajemen risiko dapat dilakukan pada seluruh model organisasi dan seluruh level yang ada pada organisasi itu sendiri, misalnya di dalam departemen, divisi, bagian, biro, tim bahkan sampai ke level individu. Penerapan manajemen risiko menjadi tanggung jawab bersama seluruh manajemen dan karyawan dalam sebuah organisasi. Kesadaran akan risiko (risk awareness) terus ditanamkan di setiap jenjang organisasi dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya organisasi.

Fungsi manajemen risiko idealnya diterapkan secara independen yang dicerminkan antara lain adanya pemisahan fungsi antara Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) yang melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi.

Kepribadian merupakan cara individu untuk berinteraksi, bereaksi, dan bersikap dengan individu lain dan sering ditunjukkan melalui karaktertistik terukur. Salah satu teori kepribadian yang popular adalah teori big five factor yang dipopulerkan oleh Goldberg. Sesuai dengan namanya, terdapat 5 faktor karakteristik kepribadian dalam model ini, diantaranya adalah openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism.

Openness (O) adalah pribadi yang menyukai hal-hal baru. Individu ini memiliki sifat imajinatif, kreatif, dan berwawasan luas. Conscientiousness (C) adalah pribadi yang mencerminkan individu yang stabil dan tidak mudah terpengaruh. Individu dengan kepribadian ini sering digambarkan sebagai pribadi yang tekun, disiplin, dan teliti dalam pengambilan keputusannya. Extraversion (E) adalah pribadi yang berorientasi pada lingkungan eksternal. Pribadi dengan karakteristik ini digambarkan sebagai pribadi yang suka bergaul, tegas, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Agreeableness (A) merefleksikan individu yang hangat, lemah-lembut, ramah, dan pemaaf. Sedangkan neuroticism (N) merefleksikan individu dengan ketidakstabilan emosional terkait dengan kecemasan yang tinggi dan sangat sensitif.

Pengaruh Kepribadian terhadap Toleransi Risiko

Kepribadian extraversion, conscientiousness dan openness to experience akan cenderung memilih instrumen investasi dengan tingkat risiko yang tinggi, sementara kepribadian dengan karakter agreeableness dan neuroticism akan cenderung memilih instrumen investasi rendah risiko. Pengaruh Toleransi Risiko terhadap Keputusan Investasi Saham, bahwa semakin tinggi tingkat toleransi risiko yang dimiliki oleh investor, maka akan semakin tinggi pula kecenderungan investor tersebut untuk berinvestasi pada aset berisiko (Putri, F. K., Bramanti, W. G., dan Hakim, M. S.Jurusan Manajemen Bisnis, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)).

Penjelasan type kepribadian individu di atas adalah contoh bila dikaitkan dengan keputusan untuk berinvestasi saham tetapi, bagaimana bila dikaitkan dengan manajemen risiko dalam organisasi. Apakah faktor type kepribadian individu bisa memberikan kinerja yang positif bagi organisasi?? serta perlukah UPR level eselon III (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.01/2019) diturunkan/cascading ke individu.

 

#KPPNSolokRANCAK
#DJPbKawalAPBN
#MengawalAPBNIndonesiaMaju

Oleh : Dwi Sudarmawan *

*) Kepala Seksi Bank KPPN Solok

Catatan :
Artikel di atas merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili pandangan instansi dimana Penulis bekerja.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

© Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Barat
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Solok

Jl. Raya Koto Baru No.km.5, Koto Baru, Kec. Kubung, Kab. Solok, Sumatera Barat 27362
Tel: 0755-21632 Fax: 0755-20501

 

IKUTI KAMI

 

MOTO LAYANAN
 

 


       

 

Search