Menilik Peluang Penggunaan Dana Desa dalam Makan Bergizi Gratis

Oleh: Rizqi Febrian Pratama, Pelaksana pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua

Salah satu Program Hasil Terbaik Cepat atau Quick Wins Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2025-2029 yang cukup populer di kalangan masyarakat adalah “Memberi makanan bergizi sehat di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil”. Program ini direncanakan akan diimplementasikan melalui Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah di seluruh kabupaten/kota secara bertahap dan akan dikembangkan secara menyeluruh hingga tahun 2029 dengan jumlah penerima manfaat yang mencapai 80 juta jiwa. Program ini dilaksanakan karena besarnya tantangan dalam urusan mendasar, yaitu pendidikan dan kesehatan.

Dari sisi pendidikan, Angka Partisipasi Murni (APM) dalam partisipasi pendidikan formal mempunyai gap yang cukup besar pada setiap tingkatan pendidikan mulai dari SD/sederajat hingga SMA/SMK/sederajat. Pada tahun 2024, secara nasional APM SD/sederajat dalam pendidikan formal mencapai 97,93%, tetapi pada APM SMP/sederajat hanya mencapai 81,63%, bahkan APM SMA/SMK/sederajat hanya mencapai 64,06%. Sama halnya dalam Tingkat Penyelesaian Pendidikan yang mempunyai gap pada pada setiap tingkatan pendidikan, terutama pada tingkat pendidikan SMA/SMK/sederajat yang hanya mencapai 66,79%.

Tingkat Pendidikan

Angka Partisipasi Murni (APM) 2024

Tingkat Penyelesaian Pendidikan 2023

SD/sederajat

97,93%

97,83%

SMP/sederajat

81,63%

90,44%

SMA/SMK/sederajat

64,06%

66,79%

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Dari sisi kesehatan, Umur Harapan Hidup (UHH) tidak terlalu mempunyai gap yang besar antarregional, kecuali untuk regional Maluku-Papua yang mempunyai gap cukup besar hingga di bawah angka 70. Hal yang sama terjadi juga pada Tingkat Prevalensi Stunting (Balita) 2023, yang mana regional Sulawesi dan Maluku-Papua hampir menyentuh angka 30%. Angka-angka tersebut menunjukan bahwa perlu ada intervensi kebijakan oleh pemerintah dalam menangani urusan mendasar yang berdampak luas dalam jangka panjang. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diyakini dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut.

   

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Survei Kesehatan Indonesia (diolah)

Program MBG mempunyai dampak yang cukup besar pada beberapa sektor. Dwijayanti, Avrina (2024) mengungkapkan bahwa program makan siang gratis bergizi gratis tidak hanya akan memengaruhi sektor pendidikan dan kesehatan, tetapi juga berpotensi mengubah dinamika di sektor pertanian, perekonomian, dan sistem anggaran negara. Perlu ada kebijakan yang tepat guna dan tepat sasaran agar sektor-sektor terdampak tersebut tidak terganggu. Fatimah, Siti et al. (2024) mengungkapkan bahwa penelitian internasional juga mendukung pentingnya akses terhadap pangan bergizi dalam meningkatkan status gizi. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai akses terhadap pangan adalah Indeks Ketahanan Pangan (IKP).

Setiap daerah harus mempunyai IKP yang cukup agar program MBG dapat memberikan dampak ekonomi yang positif di daerah masing-masing. IKP paling tinggi berada di regional Jawa (83,86) yang merupakan daerah penghasil utama produk pertanian seperti padi dan sayuran, disusul oleh regional Sulawesi (78,76). Jika dibandingkan, IKP di regional Jawa terpaut cukup lebar dibanding dengan regional lainnya, terutama pada regional Maluku Papua yang hanya memperoleh angka 49,8. 

Jika dilihat dari data di atas, wilayah Indonesia Timur atau regional Maluku Papua harus lebih dulu mengimplementasikan program MBG. Fatimah, Siti et al. (2024) berpendapat bahwa dengan penguatan koordinasi, peningkatan infrastruktur, edukasi masyarakat, dan pendekatan berbasis komunitas, program ini dapat lebih efektif dalam mencapai tujuannya untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia Timur.

Sumber: Badan Pangan Nasional (diolah)

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati besaran anggaran MBG sebesar Rp71 triliun yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Dalam implementasinya, anggaran tersebut masih kurang memenuhi target untuk 15 hingga 17,5 juta penerima manfaat pada tahun 2025. Ketersediaan pasokan bahan dasar menjadi salah satu penyebab dari kebutuhan anggaran yang besar. Dalam mengatasi berbagai permasalahan tersebut memang dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Koordinasi dan sinergi dari berbagai pihak juga menjadi hal penting agar program yang telah dicanangkan dapat berjalan lancar. Keterbatasan anggaran menjadi salah satu hambatan dalam berbagai permasalahan, tetapi sepatutnya hal ini dapat diatasi secara cermat. Kolaborasi dengan berbagai pihak dapat menjadi salah satu solusi, misalnya dengan pemerintah desa.

Salah satu misi dalam Asta Cita yang dicanangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2025-2029 sebagai Prioritas Nasional dalam RPJMN 2025-2029 adalah “Membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan”. Dalam misi tersebut, tergambar jelas bahwa pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dibangun mulai dari desa, tidak hanya dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pembangunan yang dilakukan penting dilakukan agar sektor-sektor penting dari setiap daerah bisa menjadi prioritas. 

Melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah mengalokasikan Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alokasi anggaran tersebut dilakukan dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah, penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dengan tetap memperhatikan fokus prioritas nasional. Dalam Pasal 39 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Dana Desa telah diatur bahwa pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dana Desa dibagi menjadi dua, yaitu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya.

Salah satu peruntukan dari Dana Desa yang ditentukan penggunaannya adalah program ketahanan pangan dan hewani. Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk program ketahanan pangan dan hewani ditetapkan paling sedikit 20% dari anggaran Dana Desa, khususnya diarahkan bagi daerah yang berada pada kategori rentan berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan. Ketahanan pangan dan hewani menjadi salah satu prasyarat dalam pelaksanaan program MBG. Ketahanan pangan dan hewani yang rendah akan menimbulkan konsekuensi biaya yang membengkak dalam penyediaan pasokan bahan dasar dalam program MBG. Ini adalah sebuah peluang emas bagi desa untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan dan hewani dengan meningkatkan kapasitas produksi produk pertanian dan peternakan di desa.

Desa yang dapat menjalankan program ketahanan pangan dan hewani dengan baik akan terdampak positif dari adanya program MBG. Sebagian besar pasokan bahan dasar dalam program MBG dapat dihasilkan oleh desa, terlebih program ini memang dicanangkan untuk mengutamakan pangan lokal setempat. Penguatan program ketahanan pangan dan hewani dapat menjadi salah satu peluang dalam memajukan desa. Banyak dampak positif yang dapat tercapai seperti peningkatan pendapatan desa, pemberdayaan masyarakat desa, pengentasan kemiskinan, pembangunan desa, dan masih banyak yang lainnya. Hal ini menjadi peluang besar yang harus dicermati dengan sangat baik, terutama oleh pemerintah desa. Berbagai upaya dapat dilakukan, mulai dari peningkatan kapasitas petani dan peternak hingga penguatan BUMDes bidang pertanian dan peternakan.

Pada akhirnya, program MBG bukan hanya dinikmati oleh penerima manfaat, melainkan sebaiknya juga dapat dinikmati juga oleh pelaku ekonomi lokal seperti petani dan UMKM yang menjadi backbone dalam penyediaan pasokan bahan dasar. Dampak lainnya adalah kestabilan harga pasar yang merata di setiap daerah, yang mana selama ini harga pasar cenderung meningkat terutama ketika momen hari raya atau kondisi cuaca tidak menentu. 

Program yang baru berjalan pada tahun 2025 ini memang masih banyak menemui kendala dan kesulitan. Sinergi dan koordinasi baik oleh berbagai pihak yang dilakukan secara terus-menerus menjadi kunci utama dalam menyukseskan program MBG. Dengan adanya program ini, diharapkan Indonesia Emas 2045 dapat terwujud sesuai cita-cita bangsa. “Di balik kesempitan pasti ada kesempatan” adalah sebuah kalimat yang mungkin dapat menggambarkan akan perwujudan program ini. 

 

 

Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi.

Copyright ©2024 ASEAN Treasury Forum - All Rights Reserved By DJPb.



Search