Penulis:
Sarimin, Kepala Seksi Pembinaan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat, Kanwil DJPb Prov Papua.
Gegap gempita pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX masih terasa meski telah ditutup tanggal 15 Oktober 2021 lalu oleh Wakil Presiden, Ma’ruf Amin. Kemeriahan upacara pembukaan dan penutupan serta kesuksesan pelaksanaan dan prestasi yang diraih membuktikan bahwa Papua mampu menjadi tuan rumah sekaligus peserta yang mumpuni. Hal itu juga menjadi isyarat bahwa Papua siap menatap masa depan pembangunan olahraga dengan memanfaatkan berbagai fasilitas olahraga yang telah dibangun.
Penutupan oleh Wakil Presiden lalu menghadirkan dugaan bahwa kedatangannya tersebut juga berkaitan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. UU tersebut mengamanatkan Wakil Presiden untuk menjadi ketua dari sebuah Badan Khusus yang dibentuk dalam rangka implementasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid II dengan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Kepala Bappenas, dan satu perwakilan untuk setiap provinsi di Papua. Selain itu, pembentukan Badan Khusus harus ditetapkan dalam sebuah Peraturan Pemerintah (PP).
UU di atas juga mengamanatkan waktu 90 hari untuk menetapkan berbagai PP sebagai prasyarat pelaksanaan Otsus Papua Jilid II di mana tenggat tersebut jatuh pada 17 Oktober 2021. Namun demikian, mengingat tanggal 17 Oktober 2021 adalah hari Minggu yang tidak memungkinkan adanya penetapan peraturan, maka tanggal yang paling memungkinkan untuk memenuhi amanat itu adalah hari Jumat tanggal 15 Oktober 2021 yang ternyata bertepatan dengan momen penutupan PON XX Papua. Oleh karena itu, tanggal dan momen tersebut tentu menjadi perhatian publik Papua mengingat banyaknya peraturan pemerintah yang diamanatkan dalam UU tersebut harus ditetapkan di tanggal itu.
Dugaan bahwa kedatangan Wakil Presiden untuk menutup PON juga berkaitan dengan amanat UU Otsus terbukti dengan adanya pertemuan antara Wakil Presiden dengan Pemda lingkup Provinsi Papua dan perwakilan Kementerian di Papua sehari setelahnya di Gedung Sasana Krida, Kompleks Kantor Gubernur Papua. Wakil Presiden pun ternyata sempat pula bertemu dengan Pemda di Provinsi Papua Barat sebelum datang ke Jayapura. Hal itu menegaskan bahwa Pemerintah Pusat benar-benar serius menjalankan amanat Otsus Papua Jilid II.
Dari kedatangan Wakil Presiden di bumi Papua, diperoleh informasi bahwa draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) amanat UU Otsus Jilid II telah disampaikan kepada Presiden. RPP tersebut dimungkinkan untuk mengakomodir beberapa amanat dalam satu draft untuk menjaga alur pikir yang koheren, seperti amanat pengaturan kewenangan umum dan khusus pemda yang dijadikan satu dengan amanat pembentukan badan khusus untuk memperjelas kewenangan masing-masing.
Kesungguhan pemerintah menjalankan amanat UU Otsus Jilid II tentu menjadi kabar gembira dan menjadi asa, bukan hanya bagi warga Papua namun juga daerah lain sebab konsep otonomi khusus dengan didukung sebuah badan khusus menjadi satu-satunya di Indonesia saat ini. Bila ini berhasil, maka akan menjadi referensi bagi daerah lain yang memerlukan pengaturan khusus dalam pembangunannya.
Badan Khusus tersebut dipimpin oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Kepala Bappenas, dan Wakil Provinsi di Papua. Mengingat saat ini hanya terdapat dua provinsi di Papua, maka wakil provinsi disini adalah perwakilan dari Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pertanyaan yang muncul adalah siapa yang akan mewakili Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat di Badan Khusus tersebut. Lebih jauh, bagaimana mekanisme penetapannya, apakah langsung ditunjuk, melalui pengusulan dari daerah terkait, atau justru oleh tim tersendiri. Inilah yang menjadi critical poin saat membicarakan Badan Khusus sebagai amanah UU Nomor 2 Tahun 2021.
Setiap anggota Badan Khusus memiliki perannya masing-masing. Menteri Keuangan berperan dalam hal dukungan penyediaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan dengan juga didukung oleh 4 Kantor Wilayah dan 27 kantor layanan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Menteri Dalam Negeri berperan dalam bimbingan pelaksanaan pemerintahan di daerah dalam bentuk 2 Pemerintah Provinsi, 2 Pemerintah Kota, dan 40 Pemerintah Kabupaten. Kepala Bappenas berperan dalam penyusunan rencana pembangunan dan bisa berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang ada di setiap level pemerintah daerah meski secara fungsional bukan struktural. Selain itu, para pejabat tersebut juga menjadi bagian dari tujuan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Oleh karenanya untuk menentukan siapa yang akan menduduki anggota Badan Khusus sebagai perwakilan Provinsi Papua dan Papua Barat harus berawal dari pertanyaan terkait apa peran di Badan Khusus tersebut.
Merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2021, keberadaan Badan Khusus ialah sebagai sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus dan pembangunan di wilayah Papua. Peran sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi tentu tidak bisa dibagi antar setiap anggota badan khusus sebab peran tersebut merupakan lintas unit. Untuk menentukan peran perwakilan itu bisa menggunakan cara pandang pemerintah sebagai eksekutor pembangunan dan masyarakat sebagai tujuan pembangunan. Artinya, kesejahteraan masyarakat adalah tujuan akhir yang bersifat dinamis namun tetap harus memiliki standar. Di sini peran perwakilan untuk memahami apa yang dirasakan dan dibutuhkan masyarakat lalu menjadikannya bahan masukan dalam Badan Khusus.
Melihat peran perwakilan tersebut, maka anggota Badan Khusus untuk perwakilan sebaiknya merupakan tokoh masyarakat yang benar-benar telah bekerja untuk membangun Papua dari luar jalur pemerintahan dari berbagai bidang yang menjadi concern mereka. Tokoh masyarakat ini ialah mereka yang menjadi agent of change di masyarakat atau local champion yang bisa menggerakkan perubahan di masyarakat. Harapannya, mereka secara nyata terjun ke masyarakat dan bergerak bersama mereka.
Perlu diingat bahwa pembangunan dilakukan dengan target-target yang harus bisa diukur keberhasilannya sehingga agent of change atau local champion pun harus mampu memotret keadaan masyarakat serta menuangkannya dalam ukuran-ukuran yang tepat untuk dapat mengomunikasikan dengan anggota badan khusus lainnya yang notabene adalah para menteri. Atas kebutuhan tersebut, maka selayaknya perwakilan itu adalah sebuah tim yang terdiri atas beberapa orang. Namun sesuai UU nomor 2 tahun 2021, perwakilan yang menjadi anggota Badan Khusus terdiri atas 1 orang per provinsi dan hendaknya memiliki jaringan atau power yang bisa membantunya pelaksanaan perannya.
Di titik inilah sebaiknya agent of change atau local champion adalah seorang akademisi dari kalangan kampus. Akademisi harus mampu melakukan riset untuk menangkap fakta dan menemukan permasalahan sebenarnya lalu menyusun rekomendasi program atau kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. Di sinilah posisi akademisi yang memiliki jaringan kampus bisa memenuhi peran tersebut. Selain itu, ini juga sekaligus mendorong agar para pendidik di kampus banyak melakukan riset dan menuangkannya dalam laporan atau tulisan ilmiah. Selain itu, prosedur pemenuhan angka kredit seorang pendidik juga mengharuskan untuk melakukan pengabdian masyarakat selain melakukan riset.
Oleh karenanya, menemukan seorang agent of change atau local champion yang juga seorang akademisi sewajarnya akan mudah dilakukan. Kriteria ini diperlukan juga agar perwakilan provinsi berada pada posisi yang setara secara kemampuan data dengan anggota badan khusus lainnya, yaitu para menteri yang secara struktural mereka memiliki unit atau instansi pendukung.
Setelah kita memahami peran dari perwakilan provinsi dan menentukan siapa yang layak untuk mengisi peran itu, hal selanjutnya dilakukan ialah bagaimana menyeleksi, mengusulkan, dan mengajukan nominasinya untuk ditetapkan. Keanggotaan Badan Khusus harus ditetapkan secara legal dan berbentuk formal penetapannya minimal berupa Keputusan Ketua Badan Khusus yang ditandatangani oleh Wakil Presiden.
Disisi lain, apabila Wakil Presiden dan para Menteri berkedudukan di Ibukota, maka Perwakilan Provinsi tidak ditentukan lokasinya. Apabila mendekati kedudukan Anggota Badan Khusus lainnya maka Perwakilan Provinsi berada di Ibukota. Namun bila mendekati lokasi sasaran pembangunan maka dia berada di provinsinya. Melalui pandemi ini kita belajar bahwa koordinasi bisa dilakukan dari mana saja dengan menggunakan teknologi internet. Hal ini bisa difasilitasi oleh Sekretariat Badan Khusus yang telah dipersiapkan ruangannya di Gedung Keuangan Negara Jayapura. Proses seleksi, pengusulan dan pengajuan nominasi Perwakilan Provinsi bisa dilakukan melalui Sekretariat Badan Khusus yang berkedudukan di Papua. Tentu saja, hal itu melibatkan banyak pihak sebagai sebuah tim seleksi yang independent. Harapannya, proses pengajuan perwakilan provinsi ini bisa bersifat obyektif dan fokus pada kemampuan talent yang dinominasikan dengan berkaca pada track record dan vision untuk membangun Papua ke depan.
Lalu apa peran unit instansi vertikal Kemenkeu di Papua, khususnya DJPb, dalam pelaksanaan Otsus Jilid II ini? Dalam hal ini, kita dapat melihat fakta bahwa di antara semua anggota Badan Khusus, hanya Menteri Keuangan yang memiliki unit vertikal di Papua. Sehingga, terkait peran Menteri Keuangan sebagai anggota Badan Khusus, peran instansi vertikal DJPb berupa Kanwil dan KPPN adalah mendukung pelaksanaan penyaluran dana, pendampingan atas penggunaan dana, dan pelaporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana. Hal ini sangat krusial mengingat banyaknya dana yang digelontorkan untuk pembangunan Papua, mulai dari transfer ke daerah secara umum (DAU, DAK, dan Dana Desa) maupun yang khusus (DBH, DID, DTI, dan dana Otonomi Khusus). Belum lagi adanya anggaran Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang disalurkan ke Papua melalui unit vertikal masing-masing maupun ke Pemda melalui mekanisme Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Dana Otsus telah disalurkan sejak tahun 2002 setelah disahkannya UU Nomor 21 Tahun 2001 sesuai proporsi 2% DAU nasional sebagaimana amanat pasal 34 ayat (3) huruf c angka (2). Sejak tahun 2022, porsi tersebut meningkat menjadi 2,25% dari plafon Dana Alokasi Umum nasional yang juga cenderung meningkat setiap tahun dari sekitar Rp1,3 triliun di tahun 2002 menjadi Rp7,8 triliun di tahun 2020, ditambah dengan Dana Desa yang disalurkan ke 7.153 desa di Papua dan Papua Barat.
Peran Kanwil DJPb secara lebih spesifik dapat dioptimalkan dalam Sekretariat Badan Khusus yang juga sejalan dengan peran sebagai Regional Chief Economist (RCE). Peran RCE mendorong agar disusun laporan yang bukan hanya bersifat financial/accountability report namun lebih jauh berupa managerial report yang berisi analisis atas keadaan makroekonomi secara regional, analisis belanja, analisis potensi penerimaan hingga pengaruh APBN terhadap ekonomi wilayah.
Bahkan dalam konteks APBN secara luas, Kanwil DJPb bisa menjadi inisiator sebuah forum yang bisa mengakomodasi sisi penerimaan dan pengeluaran dari APBN untuk lingkup wilayah. Dalam konteks pendampingan kepada Pemda atas pelaksanaan pembangunan di Papua, DJPb memiliki keunggulan dengan kehadirannya di setiap provinsi dan memiliki kantor layanan paling banyak di Papua (7 KPPN di Provinsi Papua dan 3 KPPN di Provinsi Papua Barat). Oleh karenanya sudah selayaknya bila Kepala Kanwil DJPb di lingkup Papua dapat langsung berada dalam jajaran pimpinan Sekretariat Badan Khusus yang menjadi mediate Anggota Badan Khusus dengan pihak-pihak terkait di Papua.
Kanwil DJPb dengan perannya sebagai RCE dapat dioptimakan dalam Sekretariat Badan Khusus untuk mendukung/menyuplai informasi ke Badan Khusus yang salah satu anggotanya adalah Perwakilan Provinsi yang proses pemilihannya diusulkan oleh Sekretariat Badan Khusus. Kanwil DJPb di Papua diusulkan sebagai kepala Sekretariat, di antara kantor vertikal Kemenkeu di Papua lainnya, karena pertimbangan memiliki paling banyak personel serta sebaran kantor di seluruh Papua.
Oleh karenanya, dalam melakukan proses penyaringan anggota Badan Khusus untuk Perwakilan Provinsi tersebut, Kanwil DJPb di Papua dapat meyakinkan bahwa anggota terpilih adalah pihak yang bisa selaras dengan Anggota Badan Khusus lain, yang merupakan Menteri, meski dalam paradigma yang berbeda sebagai non pemerintah.
Dengan menemukan sosok Perwakilan Provinsi yang tepat dan mumpuni sebagai anggota badan khusus, satu langkah besar telah diambil untuk menunaikan amanat Otsus yang tujuan akhirnya adalah menciptakan kesejahteraan rakyat di Papua. Untuk itu, perlu dipikirkan dan dirumuskan dengan cermat sehingga terpilih penggerak pembangunan Papua yang benar-benar berpikir untuk keberhasilan Papua. Selain itu, dengan mendefinisikan peran DJPb dalam proses pembangunan Papua melalui Badan Khusus akan meneguhkan kontribusi kesuksesan pelaksanaan Otsus Jilid II di Papua. Tulisan ini diharapkan menjadi salah satu kontribusi pemikiran yang bisa digunakan dalam perumusan kebijakan dimaksud.
**Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi