Gd. A Lantai 2 dan 3, Komplek GKN, Jl Tgk. Chik Ditiro, Banda Aceh

Portal InTress Aceh

Perbendaharaan Negara dalam Aspek Hukum

Oleh: Muhammad Yoga Pratama

     Pengelolaan Keuangan Negara semenjak Indonesia merdeka hingga tahun 2002 masih berdasarkan kepada Undang-Undang (UU) Indische Comtabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW), dan Insctructie en verdure bapelingan voor Algemeene Rekenkamer (IAR), dimana ketiga undang-undang tersebut merupakan bentukan Belanda. UU tersebut tidak mengatur secara tegas tentang pembagian kewenangan serta tanggung jawab pengelolaan keuangan negara. UU tersebut tidak mengatur secara tegas tentang pembagian kewenangan serta tanggung jawab pengelolaan keuangan negara. Atas kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi keuangan negara melalui terbitnya paket Undang-undang Keuangan Negara yang terdiri dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Tiga UU hasil reformasi keuangan negara disusun untuk mengisi kekosongan hukum dari UU bentukan Belanda. Melalui reformasi tersebut wewenang dan tanggung jawab Menteri Keuangan dan Menteri Teknis/Lembaga Negara diatur secara jelas untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan kekosongan hukum. 

 

     Paket reformasi keuangan negara merupakan turunan dari Undang -Undang Dasar (UUD) 1945, dimana UUD 1945 berisi prinsip dasar pengelolaan keuangan negara. Prinsip pengelolaan keuangan tersebut dijabarkan oleh UU Nomor 17 tahun 2003 yang mengatur prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara sekaligus menjadi payung hukum dalam pengelolaan keuangan negara serta sebagai bagian dari Hukum Tata Negara, UU nomor 1 Tahun 2004 mengatur kaidah administratif pengelolaan keuangan negara yang merupakan implementasi dari Hukum Administrasi Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang prinsip- prinsip umum pemeriksaan keuangan negara.

 

     Terdapat dua aspek dalam pengelolaan keuangan negara yang menjadi landasan dalam terbitnya paket UU reformasi keuangan negara, yaitu aspek politis dan aspek administratif. Aspek politis mengatur hubungan hukum antara Lembaga legislatif dan Lembaga eksekutif yang dibingkai dalam penyusunan UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berbeda dengan aspek politis, aspek administratif hanya mengatur hubungan hukum antara instansi dalam lingkup Lembaga eksekutif dalam bingkai pelaksanaan UU APBN. Sehingga, aspek administratif mengatur lebih detail tentang pengelolaan hingga pertanggungjawaban keuangan negara termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan melalui tools APBN maupun APBD. 

  

     Aspek administratif menjadi cikal bakal fungsi perbendaharaan yang ada hingga sekarang. UU Nomor 1 Tahun 2004 menjadi landasan kuat dalam pelaksanaan APBN khususnya pembagian kewenangan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan Kementerian Negara/ Lembaga selaku Pengguna anggaran. Terdapat 3 prinsip utama dalam aspek administratif UU Nomor 1 Tahun 2004 yaitu Clarity Of Role, yaitu kejelasan pemisahan kewenangan antara Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan negara (Chief Financial Officer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan asset dan kewajiban negara, sementara kewenangan Menteri Negara/Lembaga merupakan Chief Operational Officer dimana bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Prinsip kedua yaitu Check and Balance, prinsip ini timbul akibat adanya konsekuensi pemisahan kewenangan antara Menteri Keuangan dengan Menteri Negara/Lembaga teknis. Prinsip ini digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (Check and Balance). Kewenangan Menteri Negara/Lembaga merupakan kewenangan administratif dimana kewenangannya berupa melakukan perikatan atau Tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan dan pengeluaran negara. di sisi lain, Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan oleh Menteri Negara/Lembaga sehubungan dengan pembayaran perikatan serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran oleh Menteri Negara/Lembaga selaku Chief Operational Officer.

 

     Perbendaharaan (Treasury) sebagaimana dijelaskan pada pasal 1 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2004, adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Pasal tersebut menjadi payung hukum pada pemerintah dalam melaksanakan fungsi treasury. Terdapat 5 core function dalam implementasi treasury, yaitu Pelaksanaan APBN, Pengelolaan Kas Negara, Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, dan Manajemen Investasi Pemerintah.

 

     Fungsi pertama ada pada Fungsi Pelaksanaan APBN, dimana fungsi ini merupakan turunan dari pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 2004 yang mengamanatkan pelaksanaan pendapatan dan belanja negara merupakan bagian dari fungsi treasury. Lebih lanjut, fungsi ini dilakukan untuk memastikan kepatuhan dan ketertiban dalam pelaksanaan anggaran. Dalam rangka menjalankan fungsi pelaksanaan anggaran, terdapat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai dokumen dasar dalam pelaksanaan anggaran yang disusun oleh pengguna anggaran (Chief Operational Officer). Terdapat 3 tahap utama dalam fungsi pelaksanaan APBN yaitu komitmen, pengujian, dan pembayaran. Tahap komitmen merupakan tahap pembuatan perikatan yang mengakibatkan tagihan kepada negara dan pembayaran atas beban anggaran negara, tahap kedua yaitu pengujian dimana pada tahapan ini terjadi penyerahan barang dan jasa sehingga perlu dilakukan pengujian terhadap barang/jasa yang diperoleh. Setelah diuji, maka selanjutnya dilakukan pembayaran atau pencairan dana kepada pihak penyedia barang/jasa atau penerima yang ditunjuk. Setelah dilakukan ketiga tahap tersebut maka output/outcome atas belanja pemerintah tersebut dapat dicapai. Perumusan kebijakan dan standarisasi pelaksanaan anggaran serta pembinaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran sebagai fungsi treasury memastikan kepatuhan dan ketertiban pelaksanaan anggaran.

 

     Fungsi kedua yaitu Pengelolaan Kas. Fungsi ini dilaksanakan untuk menjamin kegiatan pemerintah terlaksana secara tepat waktu. Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 2004 menjadi dasar pada fungsi pengelolaan kas. Terdapat 3 tujuan utama dalam pengelolaan kas negara, yaitu manajemen likuiditas, dimana dalam prinsip APBN asas periodisitas pelaksanaan anggaran dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember tahun berkenaan. Penerimaan negara pada awal tahun tidak langsung bisa terealisasi, namun pelaksanaan belanja tetap harus berjalan meskipun pada awal tahun negara belum memungut penerimaan, oleh karena itu fungsi pengelolaan kas berperan penting dalam menjamin kegiatan pemerintah pada awal tahun hingga akhir tahun. Tujuan kedua yaitu meminimalisir idle cash, dalam hal terdapat kas negara yang “menganggur” maka terhadap kas negara tersebut dapat dilakukan investasi/placement. Selain berpotensi meningkatkan pendapatan negara melalui penempatan idle cash, dapat juga mengurangi cost financing. Tujuan terakhir dalam pengelolaan kas adalah mengurangi biaya transaksi keuangan, dimana fungsi pengelolaan kas juga mengatur penempatan rekening kas negara melalui manajemen bank accounts pemerintah guna mengurangi cost of revenue collection.

 

     Fungsi Pengelolaan Keuangan BLU merupakan bentuk gagasan agencification dengan paradigma birokrasi murni menuju business like model dengan menyediakan layanan umum kepada masyarakat. Hal ini di atur pada pasal 68 UU Nomor 1 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, sebagai aturan turunan, konsep pengelolaan BLU diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 yang selanjutnya diatur secara rinci pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129 Tahun 2020 sebagai peraturan Omnibus Law dengan simplifikasi dan penyempurnaan 15 PMK menjadi 1 PMK. Adapun 5 karakteristik utama BLU yaitu menghasilkan barang dan jasa, menghasilkan layanan masyarakat, pengelolaan otonom, instansi pemerintah .yang asetnya kekayaan negara yang tidak dipisahkan, dan tidak mencari keuntungan (not for profit). Pola pengelolaan keuangan BLU memiliki keistimewaan dibanding dengan pengelolaan keuangan pada umumnya, dimana BLU diberikan fleksibilitas serta pengecualian terhadap aturan aturan pola pengelolaan keuangan pada umumnya.

 

     Fungsi treasury selanjutnya adalah Manajemen Investasi pemerintah. Pada pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 2004 menjadi landasan fungsi treasury dalam mengelola investasi pemerintah. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pemerintah dapat melakukan investasi jangka Panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lainnya. Fungsi treasury ada pada kebijakan dan standarisasi teknis dalam bidang system manajemen investasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawas, divestasi dan pertanggungjawaban terhadap investasi negara. sumber investasi pemerintah berasal dari APBN, imbal hasil, pendapatan dari layanan/usaha, hibah, dan sumber lain yang sah. Sumber investasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung sebagaimana diatur dalam PP Nomor 63 Tahun 2019.

 

     Terakhir, fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan sebagai fungsi treasury sebagaimana yang diamanatkan pada pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 2004 adalah penyelenggaraan akuntansi dan system informasi manajemen keuangan negara serta penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Implementasi dari aturan tersebut adalah dibentuknya Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP). System tersebut mengakomodir penyelenggaraan akuntansi pada seluruh unit organisasi pada pemerintah pusat, unit akuntansi dan pelaporan keuangan pada pemerintah daerah yang bersumber dari APBN serta unit akuntansi dan pelaporan keuangan pada pelaksanaan anggaran Bendahara Umum Negara (BUN). Selain penyelenggaraan akuntansi, fungsi treasury juga menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang dituangkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Penyelenggaraan akuntansi serta pelaporan dan pertanggungjawaban tersebut bermuara pada akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang tercermin pada akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

 

     Ke-lima fungsi treasury sebagaimana yang telah dijelaskan diatas merupakan buah dari paket reformasi UU Keuangan negara. seluruh fungsi treasury menjadi bagian penting pada hukum keuangan negara khususnya aspek administratif antara Kementerian Keuangan selaku CFO dan Kementerian Negara/Lembaga selaku COO. Implementasi clarity of role serta check and balance menjamin tercapainya output dan outcome belanja negara yang berakhir pada terwujudnya kesejahteraan umum.

 

Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi

 

Sumber :

1. FGD Hukum Keuangan Negara (3 November 2023)

2. Materi DTSD

3. Materi Perkuliahan

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search