Lu Punya Duit, Lu Punya Kuasa?
Oleh:
Muhammad Ali Agil Prasetyo, Ak., M.PAcc
(Pelaksana Seksi PPA II A Bidang PPA II Kanwil DJPb Provinsi DIY)
Yogyakarta, 11 Juni 2024 - “Lu punya duit, lu punya kuasa”. Begitulah anggapan sebagian anak muda di zaman sekarang yang sempat viral baru-baru ini. Mereka beranggapan bahwa duit atau uanglah yang paling menentukan dalam dunia ini, termasuk paling berperan penting dalam perekonomian.
Namun, anggapan tersebut sebenarnya sudah dibantah sejak dua abad yang lalu oleh seorang ahli ekonomi Prancis yang bernama Jean-Baptiste Say. Sekitar dua ratusan tahun yang lalu, Jean Baptiste Say sudah menyatakan bahwa uang bukanlah fokus utama atau tujuan akhir dari perekonomian, melainkan uang hanyalah sekedar media atau alat pembayaran dalam melakukan transaksi ekonomi. Sehingga, menurut J.B. Say, uang bukanlah yang paling berkuasa dalam menentukan perputaran perekonomian karena ia bukanlah sumber awal yang menciptakan siklus ekonomi.
Apa yang disampaikan oleh Jean-Baptiste Say tersebut, bahwa uang bukanlah hal yang paling berperan penting dalam siklus ekonomi melainkan hanya sebatas sebagai media pembayaran dapat diilustrasikan sebagai berikut. “Pinjam dulu seratus”, begitulah sindiran yang sering muncul belakangan ini. Katakanlah saat ini anda memegang uang seratus juta rupiah (dari hasil pinjaman), namun anda tidak punya jiwa entrepreneur. Maka uang seratus juta tadi bisa saja anda habiskan untuk konsumsi Anda sendiri dalam waktu setahun, sebulan, seminggu, atau bahkan mungkin lebih cepat lagi. Dengan demikian terbukti bahwa uang bukanlah yang paling “berkuasa” dalam perekonomian, karena masa berkuasanya hanya untuk sementara waktu saja. Bahkan dalam beberapa kasus, keberadaan uang tidak mutlak diperlukan ada, karena antara beberapa produsen yang berbeda dapat saja melakukan transaksi jual beli tanpa menggunakan uang, melainkan dengan cara barter. Misalkan, seorang petani gandum menjual gandumnya dengan cara ditukar dengan kopi dari pengusaha kopi.
J.B. Say menyatakan bahwa yang paling penting dalam perekonomian atau yang menjadi sumber awal dari terciptanya siklus ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk memproduksi atau menjual suatu barang atau jasa yang bisa dijual. Hukum ini dikenal dengan sebutan Hukum Say (Say’s Law), yang kemudian didukung oleh para ekonom yang ber-mazhab supply side atau ahli ekonomi yang berpihak kepada sisi produksi dalam ekonomi. Sebelum Anda bisa membeli sesuatu barang atau jasa, maka anda harus punya kemampuan untuk memproduksi sesuatu atau menjual sesuatu terlebih dahulu, begitulah kira-kira paraphrase dari Hukum Say.
Memproduksi suatu barang jasa di sini bisa sangat luas cakupannya, misalnya mulai dari hal-hal yang sederhana yang tidak memerlukan keahlian khusus seperti menyajikan mie instan, menyeduh kopi, menyajikan teh, menjual gorengan, kacang rebus dan sebagainya atau memproduksi barang dan jasa yang membutuhkan pengetahuan atau keahlian khusus, seperti membuat kain batik, menjahit baju, membuat gudeg, membuat bakmi godog, membuat bakpia, membuat roti, membuat dimsum, meracik kopi ala barista, memotong rambut, rias pengantin, menyusun laporan keuangan, melakukan analisis inferensial, dan lain sebagainya.
Sebagai ilustrasi, misalkan seseorang ingin membeli sebuah sepeda motor, namun ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli sepeda motor tersebut. Maka kemudian orang ini membuka kedai atau warung indomie (warmindo) dengan modal seadanya. Selain menjual mie instan, ia juga menjual berbagai macam jenis kopi. Ternyata kemudian warung ini ramai dikunjungi oleh pembeli, dan mie instan maupun kopinya banyak dibeli pengunjung, sehingga modal dari orang tersebut yang tadinya hanya seadanya kemudian berkembang bertambah banyak sehingga akhirnya cukup untuk membeli sepeda motor.
Nah, itulah kira-kira gambaran dari Hukum Say, bahwa awal mula terjadinya perputaran ekonomi bukanlah uang melainkan kemampuan untuk memproduksi atau menjual suatu barang dan/atau jasa. Atau bahasa kasarnya, sebelum anda membeli sesuatu barang, maka anda harus bekerja terlebih dahulu. Dan untuk bisa bekerja, anda tidak harus menjadi seorang PNS atau karyawan dengan gaji sebesar upah minimum regional, namun anda bisa menciptakan lapangan pekerjaan Anda sendiri sesuai dengan kemampuan yang Anda miliki dengan menjadi seorang wirausaha.
Untuk menjadi seorang wirausaha,aAnda tidak harus memerlukan modal besar sampai ratusan juta rupiah. Misalnya, bagi seorang pedagang starling atau starbuck keliling, ia hanya membutuhkan modal sebesar satu juta rupiah saja, atau bahkan cukup dengan bermodal lima ratus ribu rupiah saja ia sudah bisa membeli termos air panas beserta sejumlah paper cup dan sejumlah sachet kopi instan dan menjadi seorang pedagang starling. Dan jika si penjual starling tersebut jeli melihat peluang pasar, maka hasil dari penjualan kopi tersebut akan cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari ia beserta keluarganya. Dan jangan salah, banyak pengusaha yang kini sukses, tadinya bermula dari seorang pedagang keliling. Namun karena orang-orang ini memiliki jiwa entrepreneur yang baik, maka usaha mereka pun akhirnya sukses dan berkembang menjadi besar. Dan barang yang dijajakan oleh para pengusaha ini ketika mereka masih menjadi penjual keliling pun bukanlah barang-barang mahal dan mewah melainkan hal-hal yang sering dikonsumsi sehari-hari seperti kue, keripik, kerupuk, bakso, cuanki, cakwe, dan lain sebagainya.
Untuk mendukung perputaran ekonomi di Indonesia, khususnya dengan pelibatan pelaku bisnis dari kalangan wirausahawan mikro, kecil, dan menengah, maka pemerintah telah memiliki program Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro (KUR/UMi) dengan memberikan subsidi bunga atas pinjaman yang dilakukan oleh para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Dengan pemberian subsidi bunga ini diharapkan pelaku UMKM dapat memproduksi barang dan jasanya masing-masing untuk diperjualbelikan kepada masyarakat, sehingga pada gilirannya menyebabkan perputaran ekonomi di daerah setempat dapat hidup atau bergerak dinamis, sesuai dengan Hukum Say. Di Yogyakarta sendiri, pelaku UMKM yang mendapatkan dukungan subsidi bunga KUR/UMi bergerak pada berbagai jenis usaha yang cukup beragam, seperti pengrajin kulit, gerabah, kerajinan perak, bakmi godog, soto, sop iga, ternak sapi, kantin sekolah, sablon, batik, toko kelontong, percetakan, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, sesuai dengan Hukum Say, uang bukanlah yang paling berkuasa dalam menentukan perputaran perekonomian, melainkan kemampuan entrepreneur atau jiwa wirausaha-lah yang dapat menciptakan siklus perekonomian agar tetap dapat berjalan dengan dinamis. Kemampauan wirausahawan ini bisa dimulai dengan bisnis kecil-kecilan seperti menjajakan kopi keliling, warmindo, menjual dimsum, membuka barbershop, dan lain sebagainya. Dan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah berupaya optimal untuk mendorong agar jiwa-jiwa entrepreneur ini dapat menjalankan bisnisnya dengan lancar, antara lain dengan pemberian subsidi bunga untuk pelaku UMKM melalui program KUR dan UMi.