MENELISIK PENGARUH EFISIENSI ANGGARAN PADA FUNGSI KESEHATAN DI KEPRI
Penulis :
Masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dibuka dengan gebrakan berupa kebijakan efisiensi anggaran. Dimulai pada November 2024, kebijakan penghematan anggaran pertama kali menyasar Belanja Perjalanan Dinas dengan besaran efisiensi yaitu lima puluh persen dari sisa anggaran. Isu efisiensi diteruskan implementasinya pada tahun anggaran 2025 dengan skala yang lebih luas. Tidak hanya meliputi Belanja Perjalanan Dinas, tetapi juga melebar ke belanja operasional seperti pengadaan alat tulis kantor, sewa gedung/peralatan/kendaraan, kegiatan seremonial, serta kajian dan analisis. Di sisi Belanja Modal, efisiensi dilakukan pada pengadaan peralatan dan mesin, serta infrastruktur.
Sebelumnya, isu efisiensi telah tercantum pada nota keuangan APBN TA 2025 sebagai salah satu arah kebijakan Belanja Negara tahun 2025. Namun, kebijakan efisiensi yang terkesan semerta-merta dan dengan nilai fantastis, berpotensi memengaruhi keberlanjutan kebijakan khusus Belanja K/L untuk APBN 2025. Sebagai contoh, di bidang kesehatan, efisiensi anggaran memiliki risiko tidak optimalnya pelaksanaan percepatan penurunan stunting, peningkatan efektivitas program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), peningkatan akses, kualitas, dan ketersediaan sarana dan prasarana layanan kesehatan, serta peningkatan jumlah, kualitas, dan distribusi SDM Kesehatan.
Evaluasi pelaksanaan anggaran dalam bentuk perhitungan efisiensi dapat dilakukan dengan berbagai rumusan menyesuaikan dengan tujuan evaluasi. Secara umum, efisiensi berarti membandingkan output yang dicapai dengan input yang digunakan. Semakin banyak output yang dihasilkan dari sejumlah input tertentu, maka semakin efisien penggunaan input tersebut. Efisiensi juga dapat dilihat dari sisi penggunaan input untuk satu satuan output. Semakin tinggi nilai input yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output, maka semakin tidak efisien penggunaan input tersebut. Atas belanja pemerintah, efisiensi dihitung dengan membandingkan capaian volume output kegiatan dengan anggaran yang direalisasikan.
Efisiensi atas penggunaan anggaran fungsi kesehatan wilayah Provinsi Kepulauan Riau periode 2022-2024 menunjukkan angka yang berfluktuasi. Fungsi kesehatan dilaksanakan oleh enam belas satker vertikal K/L pada tahun 2022 dan dua belas satker vertikal KL pada tahun 2023 dan 2024. Total realisasi output pada seluruh satker untuk tahun 2022 yaitu 134.736 satuan output dengan realisasi anggaran sebesar Rp220,43 miliar. Dengan kata lain, dibutuhkan Rp1,63 juta untuk mencapai satu satuan output. Nilai input yang diperlukan untuk mencapai satu output untuk tahun 2023 dan 2024 mengalami kenaikan yaitu berturut-turut Rp1,87 juta dan Rp2,37 juta.
Untuk tahun 2025, anggaran bruto yang tersedia untuk fungsi kesehatan yaitu Rp183,31 miliar yang tersebar di sembilan satker. Dengan target output total yaitu 1.656.957 satuan output, maka anggaran yang tersedia per satu satuan output yaitu Rp110.633,00. Nilai ini lebih rendah 95,33 persen dibandingkan input yang dibutuhkan untuk mencapai satu satuan output pada tahun 2024. Angka tersebut bahkan belum memperhitungkan jumlah anggaran yang diblokir karena kebijakan efisiensi.
Blokir anggaran fungsi kesehatan untuk tahun 2025 yaitu Rp41,08 miliar atau 22,41% dari total pagu. Dengan demikian, anggaran neto yang tersedia untuk mencapai 1.656.957 satuan output hanya sebesar Rp142,22 miliar. Artinya, anggaran yang tersedia untuk menghasilkan satu satuan output yaitu Rp85.837,00 atau 96,38% lebih rendah year-on-year. Walaupun jauh lebih rendah dan nampak sangat efisien, namun efektifitas dari pencapaian sasaran/tujuan (outcome/dampak) dari output tersebut masih berpotensi menimbulkan banyak diskusi sampai dengan akhir tahun ini. Masyarakat dan Pemerintah memiliki harapan yang sama agar sebagian besar rakyat Indonesia akan mendapatkan haknya di bidang kesehatan meskipun terjadi efisiensi.
Untuk memberikan gambaran nyata mengenai risiko kebijakan efisiensi terhadap ketercapaian program pemerintah di bidang kesehatan, berikut ini pergerakan anggaran untuk program penanganan stunting yang menjadi salah satu sasaran strategis pada APBN TA 2025. Anggaran penanganan stunting untuk tahun 2024 wilayah Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar Rp8,35 miliar dan capaian output yaitu 39.981 satuan output. Artinya anggaran yang digunakan untuk menghasilkan satu output yaitu Rp205.277,00. .Untuk tahun 2025, anggaran penanganan stunting berkurang menjadi Rp2,13 miliar blokir Rp1,35 miliar , dan target capaian output sebanyak 55.493 satuan output. Dengan demikian, kebijakan efisiensi menyebabkan anggaran yang tersedia untuk menghasilkan satu satuan output rata-rata hanya sebesar Rp14.157,00 (lebih rendah 93,10% year-on-year)
Semangat efisiensi menekankan pada upaya mengurangi kebocoran anggaran di berbagai tingkatan, serta untuk memastikan setiap rupiah uang rakyat sampai ke penerima yang tepat. Hal ini tentunya memerlukan pengawalan yang cermat. Kementerian Keuangan bersama dengan K/L yang terlibat dalam fungsi kesehatan harus dapat merumuskan kembali target output yang perlu dicapai dan memastikan setiap target output di unit terkecil di daerah telah sejalan dengan sasaran strategis bidang kesehatan. Kementerian Keuangan dan APIP K/L terkait perlu menghitung kembali biaya dasar yang diperlukan untuk mencapai satu satuan output untuk menghindari pemborosan anggaran. Selain itu, APIP K/L terkait juga perlu secara rutin melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran satker di daerah untuk memastikan belanja dilakukan dengan tepat guna (spending better).
Tanpa pengawalan yang cermat, efisiensi anggaran berpotensi menjadi kebijakan yang sia-sia. Seyogyanya, efisiensi anggaran tetap memperhitungkan kualitas capaian output dan efektifitas pencapaian sasaran (outcome/dampak). Di antara hal yang perlu diantisipasi yaitu agar kebijakan efisiensi tidak berdampak negatif terhadap target output prioritas APBN 2025 seperti penyediaan makanan bergizi bagi siswa, makanan tambahan bagi ibu hamil dan balita, penugasan khusus tenaga kesehatan, dan pemeriksaan sampel makanan/obat/kosmetik/suplemen kesehatan.
Keterbatasan sumber daya mengharuskan pemerintah menentukan prioritas. Fokus belanja pemerintah tahun anggaran 2025 pada satu program strategis terbukti mengurangi sumber daya yang tersedia untuk pencapaian program strategis lainnya. Namun, dengan kesadaran dari berbagai pihak akan tujuan agregat dari kebijakan efisiensi, pelaksanaan kegiatan pada fungsi kesehatan lingkup Provinsi Kepulauan Riau diharapkan tetap pada jalur yang tepat untuk mendukung ketercapaian visi Indonesia Emas 2045.
---selesai---