Saat ini situasi pandemi covid 19 di Indonesia relatif lebih terkendali. Secara nasional, jumlah kasus kumulatif per tanggal 30 September 2022 sebanyak 6,48 Juta, kasus sembuh kumulatif sebanyak 6,30 Juta, kasus kematian kumulatif sebanyak 158.475 jiwa, dan kasus aktif sebanyak 19.815 kasus, serta kasus baru terkonfirmasi sebanyak 1.857 kasus. Untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah kasus kumulatif per tanggal 30 September sebanyak 144.792, kasus sembuh kumulatif sebanyak 142.042, kasus kematian kumulatif sebanyak 2.497 jiwa, dan kasus aktif sebanyak 253 kasus. Untuk kasus baru terkonfirmasi sebanyak 29 kasus.
Sementara itu, situasi inflasi di Sulawesi Selatan pada September 2022 menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi gabungan Sulsel pada September 2022 tercatat sebesar 1,12% (mtm), setelah bulan sebelumnya mengalami deflasi 0,27%. Inflasi tahunan sebesar 6,35% (yoy) berada di atas rentang sasaran kisaran 3±1%. Secara bulanan, inflasi Sulsel berada dibawah inflasi nasional (1,17%) yang didorong oleh Kelompok Transportasi, diikuti kelompok Pendidikan dengan andil masing-masing 1,148% dan 0,056% terhadap inflasi bulanan 1,12%. Faktor utama pendorong inflasi pada kelompok Transportasi adalah pengalihan subsidi BBM yang menyebabkan penyesuaian harga BBM serta tariff angkutan umum. Secara tahunan lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional (5,95%) disebabkan oleh penyesuaian harga pada kelompok barang yang diatur pemerintah (administered rice) yaitu BBM. Selain BBM, sumbangan besar pada inflasi juga berasal dari komoditas Rokok Kretek Filter sebagai dampak kenaikan cukai rokok pada awal tahun 2022 Secara spasial, pada September 2022 kelima kota inflasi di Sulsel mengalami inflasi baik secara bulanan maupun tahunan. Inflasi bulanan tertinggi terjadi di Kota Palopo yang mencapai 1,74% sedangkan inflasi bulanan terendah terjadi di Kota Watampone yang tercatat 0,92%. Kelima kota inflasi di Sulsel memiliki kesamaan penyebab utama inflasi pada periode September 2022, yaitu berasal dari komoditas bensin dan tarif angkutan. Berdasarkan kelompok harganya, laju inflasi tahunan Sulsel September 2022 paling tinggi pada kelompok administered price disusul kelompok volatile food. Demikian pula dari segi andilnya, komponen inflasi paling tinggi disumbang oleh administered price.
Perkembangan suku bunga acuan dan dana pihak ketiga pada bank umum wilayah sulsel juga mengalami peningkatan. Setelah stabil pada angka 3,50% selama 19 bulan sejak Februari 2021, BI kembali menaikkan suku bunga acuan selama dua bulan terakhir, yakni September menjadi 3,75% dan Oktober menjadi 4,25%. Kebijakan moneter dimaksud untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan, menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali pada jalur target pemerintah yang diharapkan terkendali pada kisaran 3±1%. Kebijakan tight money policy diharapkan mampu mengurangi jumlah uang yang beredar sehingga berkontribusi terhadap pengendalian laju inflasi. Kenaikan suku bunga acuan diharapkan dapat menjadi magnet bagi masyarakat untuk menyimpan uangnya di instrumen perbankan sehingga mengurangi jumlah uang yang beredar. Namun demikian, data Dana Pihak Ketiga (termasuk Giro, Tabungan, dan Deposito) di wilayah Sulsel untuk bulan September dan Oktober 2022 belum diperoleh sehingga belum dapat ditunjukkan fenomena yang terjadi di masyarakat apakah sesuai teori ataukah preferensi masyarakat tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan tingkat suku bunga. Terlebih, isu stagflasi mendorong sentimen pasar untuk tidak menyimpan dana cash dalam jumlah yang banyak sehubungan penurunan nilai uang akibat inflasi.
Ekspor Impor bulan September 2022 menunjukkan perkembangan positif. Neraca Perdagangan pada September 2022 surplus sebesar US$40,91 (akumulasi 2022 US$ 1.111,13). Surplus Neraca Perdagangan berasal dari tingginya surplus non migas akibat kenaikan harga komoditas nikel di pasar dunia. Ekspor dan Impor bulan September 2022 tumbuh positif dipengaruhi menguatnya harga komoditas global di bandingkan tahun sebelumnya (yoy). Kinerja positif ekspor dipengaruhi oleh menguatnya ekspor non migas yaitu komoditas nikel. Kinerja positif impor dipengaruhi oleh tumbuhnya kebutuhan industry (bahan baku dan barang modal).
Kinerja APBN di Sulawesi Selatan s.d. 30 September 2022 sebagai berikut:
- Kinerja pendapatan APBN:
Realisasi pendapatan APBN di Provinsi Sulawesi Selatan s.d 30 Septemner 2022 mencapai Rp11,19 triliun atau sekitar 88,29% dari target yang besarnya Rp12,68 triliun. Realisasi pendapatan tersebut lebih tinggi 39,96% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021. Realisasi Penerimaan Perpajakan sebesar Rp9,22 triliun (89,59% dari target), tumbuh 42,27% yoy yang disumbangkan oleh Pajak Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional yang tumbuh masing-masing sebesar 42,51% dan 33,02 % yoy. Realisasi PNBP mencapai Rp1,98 triliun (82,69% dari target), tumbuh 30,11% yoy yang disumbang oleh Pendapatan BLU yang tumbuh 30,25% dan PNBP Lainnya yang tumbuh 29,88% yoy. PPh mengalami growth yg cukup bagus, khususnya PPh Pasal 25/29 Badan, hal ini disebabkan semakin membaiknya kondisi perekonomian kemudian PPN mengalami growth yg cukup signifikan pasca berlakunya UU HPP diantaranya disebabkan karena kenaikan tarif PPN menjadi 11% dan pengenaan PPN atas penyerahan barang tambang. Penerimaan pada sektor cukai didorong telah aktif berproduksinya entitas baru Pabrik Rokok pada wilayah pengawasan KPPBC Makassar dan konsistensi realisasi penerimaan dari Pabrik Rokok pada wilayah pengawasan KPPBC Parepare. kemudian Sektor bea masuk mengalami peningkatan yang signifikan dari bulan-bulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh aktifitas impor dari entitas XL Axiata berupa submarine cable system dan yang terakhir kinerja bea keluar pada September 2022 hanya ditopang dari komoditi kakao saja.
- Kinerja belanja APBN:
Realisasi belanja negara di Sulawesi Selatan sampai dengan 30 September 2022 mencapai Rp34,54 triliun atau sekitar 68,99% dari pagu yang besarnya Rp50,07 triliun. Realisasi belanja tersebut lebih rendah sekitar 0,42% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp12,88 triliun (63,33% dari pagu), mengalami kontraksi 0,76% yoy terutama dipengaruhi oleh belanja modal yang mengalami kontraksi 19,14%. Realisasi Transfer ke Daerah sebesar Rp21,66 triliun (72,86% dari pagu), mengalami kontraksi 0,22% yoy. Jenis transfer yang mengalami kontraksi yaitu DBH, DID, DAK Non Fisik, dan Dana Desa masing-masing 13,93%, 53,76%, 0,84 dan 4,61%. Sementara DAU dan DAK Fisik tumbuh 0,66% dan 18,30%. Belanja pemerintah pusat on the track namun perlu diakslerasi guna meningkatkan pemulihan ekonomi hanya komponen belanja pegawai dan belanja barang tumbuh postif. Belanja barang dan modal terkontraksi akibat keterlambatan proses lelang, penundaan kegiatan dan automatic adjustment. Transfer ke daerah mengalami perlambatan akibat menurunnya alokasi pagu yang tersedia jika di bandingkan dengan tahun lalu
Realisasi Belanja Pegawai sampai dengan 30 September 2022 mencapai Rp6.363,27 M (74,32% dari pagu). Realisasi Belanja Pegawai tersebut mengalami peningkatan sekitar 1,52% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 yang besarnya Rp6.268,09 M. Belanja pegawai difokuskan untuk membayar gaji dan tunjangan melekat pada gaji, termasuk THR dan gaji ke-13 yang telah dibayarkan masing-masing sebesar Rp422,22 M dan Rp384,44 M. Tiga K/L dengan belanja pegawai terbesar memiliki nilai diatas Rp 1.000,00 M yakni Kemenham sebesar Rp1.737,91 M, Polri sebesar Rp1.085,33 M, dan Kemenag sebesar Rp1.267,86 M. Sementara K/L lainnya memiliki realisasi belanja pegawai dibawah Rp 1.000,0 M.
Realisasi belanja barang menunjukkan tren positif dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Realisasi Belanja Barang sampai dengan 30 September 2022 mencapai sebesar Rp4.837,06 M (58,55% dari pagu). Realisasi belanja barang tersebut meningkat sekitar 3,82 % dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 yang besarnya Rp 4.658,97 M. Lima K/L dengan realisasi belanja barang terbesar berturut-turut adalah Kemen. PUPR (Rp1.078,85 M), Kemenkes (Rp514,80 M), Kemenhub (Rp369,07 M), Polri (Rp582,57 M), dan Kemenham (Rp337,95 M). Sementara itu, total realisasi belanja barang untuk seluruh K/L lainnya sebesar Rp1.953,81 M. Realisasi belanja barang utama untuk penunjang operasional perkantoran, antara lain:
- Belanja barang operasional dan non operasional, belanja jasa, serta belanja perjalanan dinas negeri.
- Belanja pemeliharaan gedung bangunan, peralatan dan mesin serta pemeliharaan aset lainnya.
- Belanja barang sumber dana BLU dalam rangka layanan kepada masyarakat.
Belanja modal 2022 difokuskan untuk menyelesaikan proyek infrastruktur prioritas. Realisasi Belanja Modal sampai dengan tanggal 30 September 2022 sebesar Rp1.633,42 M (47,32% dari pagu). Realisasi belanja modal tersebut lebih rendah sekitar 19,14% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 yang besarnya mencapai Rp2.019,98 M. Kementerian PUPR merupakan K/L dengan realisasi belanja modal terbesar yakni mencapai Rp807,56 M, disusul oleh Kemehub sebesar Rp400,11 M, Kemenhan sebesar Rp73,09 M, dan Kemenparekraf sebesar Rp64,26 M. Sedangkan realisasi belanja modal K/L lainnya totalnya sebesar Rp288,39 M. Realisasi belanja modal beberapa proyek infratruktur prioritas antara lain:
- Pembangunan Bendungan dengan target 1 Unit dengan Pagu Rp259,11 M terealisasi hingga saat ini sebesar Rp183,78 M.
- Pembangunan Daerah irigasi Baliase & Gilireng yang ditargetkan sepanjang 60 Km dengan pagu Rp208,85 M dan telah terealisasi sebesar Real Rp123,71 M.
- Pembangunan jalur Kereta Api yang ditargetkan sepanjang 60 Km dengan pagu Pagu Pagu Rp283,48 M telah terealisasi Rp194,91 M.
- Preservasi jalan yang meliputi kegiatan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rehabilitasi jalan, dan rekonstruksi jalan dengan target target 1.841 km, dengan pagu Pagu Rp357,88 M telah terealisasi Rp201,60 M dan pembangunan jalan dengan target 28,37 km dengan pagu sebesar Rp180,83 M, telah terealisasi sebesar Rp57,18 M.
- Preservasi jembatan dengan target 14,84 km dengan pagu sebesar Rp41,34 M telah terealisasi sebesar Rp24,24 M dan pembangunan jembatan dengan target 740 m dengan pagu Rp32,00 M telah teralisasi sebesar Rp12,52 M.
Realisasi Anggaran Belanja Bantuan Sosial s.d. 30 September 2022 sebesar Rp49,33 M (72,83% dari pagu). Realisasi tersebut lebih tinggi sekitar 43,87% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 yang besarnya Rp34,29 M. Besarnya realisasi tersebut, terutama dipengaruhi oleh realisasi belanja bansos untuk perlindungan sosial dalam bentuk uang untuk mahasiswa penerima Bidik Misi dan KIP Kuliah pada Satker lingkup Kementerian Agama, sebagai berikut.
- Mahasiswa Penerima Bidik Misi untuk sebanyak 483 org dengan pagu belanja sebesar Rp13,43 M telah terealisasi sebesar Rp12,53 M.
- Siswa Penerima PIP untuk 156 Org dengan pagu belanja sebesar Rp137,2 Jt, telah terealisasi sebesar Rp106,2 Jt.
- Mahasiswa Penerima KIP Kuliah untuk 172 Org dengan pagu belanja sebesar Rp45,61M telah terealisasi sebesar Rp33,52 M.
- Asistensi Rehabilitasi Sosial untuk sebanyak 8.211 Org dengan pagu Rp8,56 M, telah terealisasi Rp15,10 M.
Sementara itu, penyaluran KUR di Sulawesi Selatan sampai dengan 30 September 2022 mencapai Rp12,97T untuk 313.700 pelaku UMKM, tertinggi di Kota Makassar sebesar Rp1,48T disusul Kab. Bone Rp1,2T, Sektor Usaha pertanian mencapai 43,27 persen diikuti oleh Sektor Usaha Perdagangan Besar dan Eceran mencapai 36,46 persen. Sedangkan penyaluran Kredit Ultra Mikro (UMi) mencapai Rp142,90 miliar untuk 34.606 pelaku usaha ultra mikro, tertinggi di Kota Makassar Rp18,37miliar di susul Kab. Gowa Rp17,91 miliar.
Realisasi Pendapatan APBD Sulsel s.d 30 September 2022 sebesar Rp27,608 T didominasi oleh komponen TKDD sebesar Rp21,66T hal ini menunjukkan bahwa dukungan dana pusat melalui TKDD masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan pada provinsi Sulsel. Realisasi Belanja APBD Sulsel s.d 30 September 2022 sebesar Rp22,69T didominasi oleh komponen Belanja Pegawai sebesar Rp11,25T disusul kemudian Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp5T, hal ini menunjukan bahwa kegiatan kegiatan masih di dominasi kegiatan operasional. Komposisi penyaluran TKDD di dominasi oleh penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) 66 persen digunakan untuk horizontal mismatch (pemerataan wilayah);
Penyaluran TKDD s.d. 30 September 2022 sebesar 72,86% terhadap total Alokasi TKDD 2022 berdasarkan pagu awal (Perpres 104), capaian ini lebih tinggi dibandingkan TA 2021 sebesar 70,08%. Penyaluran DBH lebih rendah karena pada bulan Juni 2021 terdapat percepatan penyaluran Kurang Bayar DBH periode sebelumnya. Penyaluran DID lebih rendah karena pagu alokasi tidak sebesar periopde sebelumnya. DAK Fisik lebih tinggi dikarenakan percepatan penyaluran. Penyaluran DAK Nonfisik lebih rendah karena terdapat pergeseran pagu Alokasi PAUD antar daerah dan adanya proses valiadasi dan verifikasi sisa Dana BOS tahun 2020 dan 2021. Penyaluran Dana Desa lebih rendah karena pada tahun 2021 terdapat akslerasi penyaluran oleh KPPN Lingkup Sulsel dalam rangka penanganan pandemic.
Belanja wajib perlindungan sosial (2% dari DTU) lingkup Provinsi Sulawesi Selatan teralokasi sebesar Rp113,01 M dengan rincian dari DAU sebesar Rp99,3 M dan DBH sebesar Rp12,8 M. Alokasi sebesar Rp113,01 M tersebut setara dengan 2,3% dari DTU yang diperhitungkan yang diterima oleh pemda di wilayah provinsi Sulawesi Selatan yang besarnya Rp4,9 triliun. Peruntukan belanja wajib perlindungan sosial tersebut meliputi: a) Subsidi Sektor Transportasi sebesar Rp8,3 M, b) Penciptaan Lapangan Kerja sebesar Rp25,4 M, c) Bantuan Sosial sebesar Rp33,3 M, dan d) Perlinsos lainnya sebesar Rp45,9 M. Seluruh daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota diwilayah Sulawesi Selatan telah memenuhi kewajiban pemenuhan belanja wajib perlinsos (2% dari DTU).