Jl. Mayjen Sutoyo No. 34, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara

Oleh: Hariyatmoko Nurcahyo Nugroho – Kepala Bidang PPA 1

 

Indonesia adalah suatu negeri yang diciptakan penuh dengan keindahan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia memiliki berbagai tempat yang sedap dipandang mata, nyaman bagi tubuh dan menawarkan beragam pesona. Bali, siapa sih yang tidak kenal Bali. Suatu daerah yang menawarkan wisata budaya, alam dan berbagai kenikmatan dunia lainnya. Yogyakarta, siapa sih yang tidak kenal Yogyakarta. Daerah yang masih kental dengan tradisi leluhur Keraton Yogyakarta dan dikenal sebagai kota pelajar. Itu adalah dua contoh daerah populer di Indonesia yang bahkan dikenal dunia. Apa indikasinya? Mudah saja, di kedua daerah tersebut banyak turis asing yang datang untuk berlibur dan bukan untuk bekerja.

Nah, bagaimana dengan daerah lainnya yang juga memiliki potensi pariwisata menarik? Apakah popular juga? Sayangnya, ternyata tidak demikian. Ada beberapa daerah yang memiliki potensi wisata yang menarik tapi potensi itu tetap akan menjadi potensi dan bahkan mungkin tidak akan bergerak menjadi pusat wisata. Terkadang, bahkan pemerintah daerah sudah membangun suatu tempat wisata, tetapi ternyata pengunjungnya tidak banyak meskipun yang disasar adalah turis dalam negeri. Contoh, wisata laut Wakatobi di Sulawesi Tenggara. Sebelum Covid, kunjungan wisatawan pertahun bisa mencapai hampir 30 ribuan pengunjung. Dan setelah Covid yaitu di tahun 2022, mencapai 11 ribuan pengunjung. Berbeda dengan tempat wisata popular seperti Yogyakarta yang perbulannya saja bisa mendapatkan puluhan ribu lebih pengunjung.

Mengapa bisa begitu? Apakah karena fasilitasnya? Apakah karena jauhnya? Ada banyak hal yang menjadi hipotesis. Namun penulis melihat masalah fundamental dari sisi yang paling sederhana dan berusaha menyelami dari sisi komponen penduduk Indonesia yang terutama berasal dari kalangan menengah atas yang tentunya pendapatan mereka diatas pendapatan perkapita Indonesia saat ini yaitu diatas angka Rp 70 jutaan pertahun. Masalah fundamental yang perlu dibenahi ternyata ada pada satu titik. Yaitu harga tiket pesawat. Nah kok bisa demikian.

Berikut hasil investigasi penulis setelah berseluncur di aplikasi pertiketan online. Penulis berusaha mensimulasikan kalangan menengah yang mengalokasikan Rp 10 juta untuk berlibur. Tiket termurah Jakarta ke Yogyakarta, berada di kisaran Rp 700 ribuan hingga Rp 1 jutaan sekali berangkat. Lalu tiket  termurah Jakarta Denpasar sekali berangkat berada di kisaran Rp 800 ribuan hingga 1,2 jutaan. Mari kita bandingkan dengan ke daerah lain, Jakarta Kendari berada di kisaran Rp 2 jutaan hingga 2,3 jutaan. Lalu Jakarta Aceh berada di kisaran Rp 2 jutaan hingga 2,2 jutaan. Dari perbandingan sederhana ini, sudah jelas seseorang yang masuk kalangan menengah tentunya akan memilih berwisata ke Yogyakarta atau Bali daripada ke Aceh atau Kendari, atau bahkan ke Wakatobi.

Di atas baru perbandingan dalam negeri saja. Coba kita cek perbandingan dengan negeri sebelah. Tentu yang diperbandingkan adalah tiket termurah. Tiket Jakarta Singapura berada dikisaran Rp 500 ribuan hingga Rp1,2 jutaan. Tiket Jakarta Malaysia berada di kisaran Rp 600 ribuan hingga Rp1,5 jutaan. Tiket Jakarta Tokyo Rp 1,8 jutaan hingga 3 jutaan. Nah, dari sinilah tampak potensi masalah sesungguhnya bagi wisata lokal Indonesia. Sudah tentu dengan harga tiket pesawat yang demikian, penduduk kalangan menengah pasti akan memilih berlibur ke negara lain. Daripada ke Kendari atau Aceh, bisa saja ia memilih ke Tokyo.

Inilah masalah besar dunia pariwisata Indonesia yang harus dibenahi. Hanya daerah populer saja yang tiketnya murah dan terjangkau. Penerbangan memang banyak. Tidak seperti daerah non populer lainnya. Solusi yang terbaik adalah Pemerintah mampu membuat regulasi yang memudahkan industri penerbangan domestik tumbuh optimal sehingga persaingan angkutan udara domestik terarah menjadi persaingan sempurna. Solusi berikutnya yang mungkin beresiko tinggi bagi industry penerbangan domestik tetapi menambah ruang gerak wisatawan khususnya wisatawan domestik adalah menjalin kerjasama dengan industri penerbangan asing untuk melayani jalur penerbangan ke tempat yang memiliki potensi wisata.  Jadi sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa bagaimana mungkin wisatawan ingin tahu Wakatobi bila harga tiket pesawat ke Jepang lebih murah daripada ke Wakatobi.

 

Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi

 

 

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Kanwil DJPb Prov. Sultra
Jalan Mayjen Sutoyo No.34, Tipulu, Kendari Barat, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search