Jakarta, djpbn.kemenkeu.go.id, - "Pencapaian opini atas laporan keuangan itu bukan tujuan akhir. Keuangan negara, termasuk transfer ke daerah, adalah instrumen untuk mencapai tujuan negara, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kualitas SDM, juga mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan," sebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keynote speech-nya pada kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2018 di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Kamis (20/09).
Tahun ini, pemerintah pusat kembali mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang disematkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2017. Opini tertinggi atas laporan keuangan ini diraih untuk pertama kalinya pada tahun lalu, yang diberikan untuk LKPP Tahun 2016.
"Saya menyampaikan apresiasi karena capaian ini menunjukkan komitmen Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah," ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyebutkan, rata-rata jumlah pengangguran di delapan provinsi yang mendapatkan opini WTP atas laporan keuangannya sebanyak lima kali berturut-turut, lebih rendah dari rata-rata nasional. Demikian pula dengan rasio gininya. Indeks pembangunan nasional di delapan daerah tersebut pun lebih tinggi dari rata-rata nasional.
"Indikator WTP atas pengelolaan keuangan negara memang seharusnya memiliki korelasi dengan tujuan negara yang kita ingin capai," tegasnya dalam Rakernas yang mengusung tema "Pengelolaan Keuangan Negara yang Sehat untuk Indonesia Kuat" ini.
Sri Mulyani mengingatkan, bukan tidak boleh mensyukuri capaian opini WTP, tetapi jangan sampai terlena. "Saya mengucapkan terima kasih, tetapi ini bukan perjalanan akhir. Saya harap K/L dan Pemda terus melakukan follow-up terhadap temuan temuan BPK, terutama yang masih berulang," ujar Sri Mulyani. Ia mencontohkan PNBP dan pencatatan aset tetap sebagai sejumlah pekerjaan rumah yang masih perlu dibenahi.
"Banyak K/L berlomba seolah WTP adalah garis finish akhir. Padahal WTP adalah bagian dari garis awal atau start. Kalau kita punya WTP maka makin kita teliti, apakah kita sudah memakai untuk memperbaiki indikator pembangunan secara nyata. Kita juga berharap WTP juga menutup atau mengurangi potensi tata kelola yang buruk, termasuk dalam hal ini adalah korupsi," Sri Mulyani menekankan. "Bagaimana caranya agar status pengelolaan keuangan pusat dan daerah bisa juga menjadi batu pijakan untuk memperbaiki tata kelola dan mengurangi potensi korupsi."
Selain itu, Sri Mulyani menekankan bahwa laporan keuangan harus bisa digunakan sebagai alat feedback untuk perencanaan demi kinerja yang lebih baik lagi, dalam rangka mendesain dan mengeksekusi program secara lebih baik. Hal ini sesuai dengan tujuan dari pengelolaan keuangan negara yaitu untuk meningkatkan kualitas dalam menggunakan uang untuk mencapai tujuan dengan cara yang baik.
Sri Mulyani ingin, prestasi yang sudah diraih hendaknya menjadi pendorong agar bisa semakin baik lagi, demi rakyat Indonesia. "Indonesia yang baik itu dampaknya luar biasa, bukan hanya pada prestasi dan prestise tetapi juga memperbaiki kesejahteraan masyarakat," tutupnya.
Adapun Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono pada kegiatan yang sama menyampaikan bahwa terdapat berbagai gejolak yang harus dihadapi saat ini dan menjadi tantangan yang kompleks. "Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, kita sebagai bangsa yang besar harus mandiri dan memiliki daya saing yang tinggi. Hal ini juga harus didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik, terutama melalui pengelolaan keuangan yang sehat," ungkap Marwanto. [LRN]
Oleh: Media Center Ditjen Perbendaharaan