Jl. Yakut No. 19, Kotabaru – 72116

Berita

Seputar KPPN Kotabaru

BLUD dan Penyediaan Layanan Publik yang Unggul

Oleh: Aldo Maulana Andreti, Kepala Subbagian Umum KPPN Kotabaru

        Peningkatan layanan publik yang inklusif adalah sebuah keniscayaan untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah. Namun di tengah keterbatasan anggaran, peningkatan layanan publik masih menjadi problematika yang terus mendapat sorotan. Meskipun tidak mutlak, peningkatan layanan tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Lantas, bagaimana pemerintah dewasa ini menyikapinya?

        Tren yang berkembang saat ini, unit pemerintah yang tugas dan fungsinya memberi layanan kepada masyarakat didorong untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, atau dikenal sebagai PPK BLU. Pola pengelolaan keuangan BLU diharapkan menjadi solusi untuk peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat di tengah keterbatasan anggaran pemerintah. Namun demikian, tidaklah otomatis bahwa unit yang bertransformasi menjadi BLU/BLUD akan dapat meningkatkan kualitas layanannya. Banyak hal yang harus dilakukan, agar BLU benar-benar menjadi sentra layanan yang berkualitas dan mandiri.

       Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Layanan tersebut dalam bentuk penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. BLU dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola pengelolaan keuangan badan layanan umum pada instansi Pemerintah Pusat (K/L) disebut BLU, sedangkan instansi milik pemerintah daerah disebut BLUD. Antara BLU dan BLUD tidak terdapat perbedaan yang mendasar dalam pola pengelolaan keuangan.

          Tujuan utama dari penerapan PPK BLU pada unit layanan adalah peningkatan mutu layanan dengan tarif yang tetap terjangkau, terutama untuk masyarakat menengah ke bawah. Disamping itu, transformasi unit layanan menjadi BLU/BLUD agar bisa secara mandiri membiayai operasionalnya, sehingga secara berangsur dapat mengurangi ketergantungan pada transfer dana dari APBN/APBD.

      Untuk mencapai tujuan pendiriannya, BLU diberi fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara/daerah pada umumnya. Fleksibilitas adalah keleluasaan dalam pola pengelolaan keuangan dengan menerapkan praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan.

       Dengan adanya fleksibilitas ini, instansi yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK BLU) mempunyai berbagai benefit. Pertama, manajemen BLU mempunyai keleluasaan dalam mengelola keuangannya dan pendayagunaan pendapatannya. Pendapatan yang diperolehnya, dapat langsung digunakan tanpa harus terlebih dahulu disetor ke Kas Negara/Kas Daerah.

           Sedangkan belanjanya bersifat flexible sesuai dengan ambang batas budgetnya. Hal ini tentu memberikan dampak positif terhadap layanan, karena manajemen diberi kewenangan untuk melakukan langkah-langkah yang dapat menjamin keberlangsungan pelayanan serta mengembangkan strategi pelayanan.

         Kedua, manajemen BLU memiliki keleluasaan untuk mengatur SDM, baik dalam hal perekrutan pegawai maupun dalam penggajian pegawai BLU. Manajemen pada instansi PPK BLU dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan merekrut pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi yang diinginkan. Penempatan tenaga profesional tidak harus berdasarkan kepangkatan, penjenjangan dan sejenisnya tetapi lebih difokuskan pada profesionalisme SDM. Sedangkan untuk memacu kinerja serta memberikan rasa keadilan, manajemen berwenang untuk mengatur remunerasi pejabat pengelola BLU, dewan pengawas, dan pegawai BLU. Manajemen BLU bisa memberikan insentif pendapatan di luar ketentuan gaji, sesuai dengan kinerja, tingkat tanggungjawab, dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan pegawai.

           Ketiga, BLU mendapatkan fleksibilitas dalam hal optimalisasi aset, pengelolaan kas dan investasi, serta dikecualikan dari ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah pada umumnya.

          Fleksibilitas yang diberikan dalam rangka penerapan pola pengelolaan BLU merupakan sarana agar penyediaan layanan kepada masyarakat lebih cepat dan berkualitas. Namun perlu ditekan bahwa fleksibilitas tersebut bukanlah tujuan dari penerapan pengelolaan keuangan BLU.

      Dewasa ini, berdasarkan data dari Direktorat PPK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan, jumlah BLU Pusat mencapai 244 satuan kerja, sedangkan BLUDaerah mencapai 1.669 instansi pemda. Peningkatan jumlah instansi yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU merupakan sinyal positif dalam hal perbaikan layanan publik serta pengalokasian anggaran pada pemerintah. Meskipun demikian, terdapat beberapa penelitian dari akademisi menyimpulkan bahwa masih terdapat pekerjaan rumah atas kinerja BLU, terutama BLUD di pemda.

       Dari sisi peningkatan layanan, dampak dari penerapan pola pengelolaan BLUD kurang memberikan hasil yang menggembirakan. Meskipun tidak pada semua instansi, namun masih banyak ditemui unit layanan yang sudah menerapkan PPK BLUD namun belum terdapat perbaikan layanan yang signifikan. Atau bahkan tidak terdapat perbedaan nyata antara sebelum dan setelah penerapan PPK BLUD.

       Dari sisi kemandirian dalam pengelolaan keuangan, para akademisi menilai secara umum penerapan PPK BLUD cukup berhasil meningkatkan kinerja keuangan instansi. Namun perlu digaris bawahi, belum semua BLUD mampu memiliki kinerja keuangan yang sesuai harapan. Penerapan PPK BLU pada instansi berhasil meningkatkan kualitas penyediaan layanan fisik, seperti penyediaan peralatan dan sarana prasarana layanan. Disamping itu, banyak unit layanan perlahan mampu meningkatkan kemandirian dengan mengurangi ketergantungan atas transfer dana dari APBD.

     Sehingga dapat disimpulkan, perbaikan kinerja keuangan tidak mempunyai cukup korelasi pada perbaikan kinerja pelayanan publik. Perlu upaya yang kuat dari manajemen BLUD serta pemerintah daerah pemilik BLUD untuk menunjang keberhasilan implementasi PPK BLUD, antara lain: Pertama; Peningkatan Kapasitas SDM pengelola BLUD. Peningkatan kapasitas SDM dapat ditempuh dengan menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah lain atau pihak swasta yang memiliki kapabilitas sesuai kebutuhan.

      Kedua; Penguatan pemahaman serta perbaikan tata kelola mengenai Rencana Strategis (RENSTRA) Bisnis, Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), serta konsolidasian RBA dan laporan keuangan dengan APBD.

      Ketiga; Optimalisasi Pemanfaatan Aset BLU. Aset BLUD harus dimanfaatkan seoptimal dan seefisien mungkin untuk menunjang peningkatan pelayanan, dan Kempat: Pemanfaatan teknologi informasi untuk mendorong perbaikan proses bisnis BLUD dan peningkatan layanan kepada masyarakat.(*)

 

Referensi:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah;

https://jist.publikasiindonesia.id/index.php/jist/article/view/108/220

https://media.neliti.com/media/publications/160985-ID-evaluasi-kinerja-pelayanan-dan-keuangan.pdf

Handayani Tri Wijayanti, dan Sriyanto. Evaluasi Kinerja Pelayanan Dan Keuangan RSUD Yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD Di Subosukowonosraten. 2015. Jurnal Ekonomi, Bisnis & Perbankan.

Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul BLUD dan Penyediaan Layanan Publik yang Unggul, https://banjarmasin.tribunnews.com/2021/12/22/blud-dan-penyediaan-layanan-publik-yang-unggul?page=all.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

 

 

Search