Mitigasi Risiko Pembiayaan Pemerintah: Upaya Mencapai Keberlanjutan Pembangunan

 

Indonesia sebagai negara berkembang berusaha terus menerus meningkatkan kualitas berbagai sektor kehidupan bermasyarakat melalui berbagai program dan kebijakan pemerintah yang mendukung pemerataan pembangunan serta mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk menjamin keberlangsungan program peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ketahanan pangan dan lainnya, diperlukan biaya yang tidak sedikit (DPR RI, 2024; Pribadi, 2023). Seringkali penerimaan negara tidak mencukupi untuk menutup semua pengeluaran negara, sehingga diperlukan sumber pembiayaan tambahan agar semua program dan pembangunan yang telah direncanakan dapat dijalankan dengan sumber daya yang mumpuni (Pribadi, 2023; DJPPR, 2023). Sumber pembiayaan yang digunakan pemerintah Indonesia terdiri dari 2 kelompok besar yaitu pinjaman dan penerbitan surat berharga (Satya, 2015). Tujuan dari pembiayaan yang dilakukan adalah untuk mengamankan defisit APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara dan mendukung upaya untuk menciptakan pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang dalam, aktif dan likuid (Harinowo, 2002). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengelolaan utang yang baik dan prudent agar utang dapat memberikan dampak positif terhadap pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pengelolaan yang buruk akan menyebabkan guncangan pada perekenomian karena risiko keuangan yang tidak terkendali (JDIH Kemenkeu, 2023).

Utang merupakan instrument fiskal yang tidak terlepas dari berbagai risiko pembiayaan yang mengikutinya, sehingga risiko-risiko tersebut harus dikelola dan diminimalisir agar tidak menyebabkan kerugian dan mengganggu kestabilan perekonomian di masa depan (JDIH Kemenkeu, 2023). Risiko utang yang dihadapi pemerintah dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar yaitu risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko refinancing. Pertama risiko nilai tukar yaitu potensi tambahan beban pembayaran kewajiban utang valas (bunga dan pokok utang) akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Indikator risiko nilai tukar diukur melalui porsi utang berdenominasi valas terhadap total utang, semakin tinggi porsing utang valas mengindikasikan semakin tingginya risiko nilai tukar. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi porsi utang valas yaitu kebijakan pemerintah dalam mengendalikan utang valas dengan menjaga jumlah pinjaman luar negeri dalam mata uang aslinya menurun, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap valas dan transaksi yang dapat mempengaruhi struktur portofolio utang. Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam mengelola risiko nilai tukar antara lain adalah memprioritaskan penerbitan SBN dalam mata uang rupiah, mengutamakan utang valas baru dengan mata uang yang kurang volatile dan memanfaatkan tawaran konversi pinjaman concessional (DJPPR, 2023). Melalui konversi ini, mata uang pinjaman yang sebelumnya terdiri dari sebelas mata uang dikonversi menjadi satu mata uang utama dalam bentuk Special Drawing Right (SDR). Kelebihan konversi ini adalah berkurangnya volatilitas nilai kewajiban pinjaman pemerintah dan berpotensi menurunkan biaya pinjaman secara umum (DJPPR, 2023).

Selain risiko nilai tukar, pemerintah juga dihadapkan pada risiko tingkat bunga yaitu potensi tambahan beban pembayaran bunga dan pokok utang akibat peningkatan suku bunga. Risiko tingkat bunga dapat diukur melalui porsi utang dengan tingkat bunga tetap terhadap total utang. Semakin tinggi porsi utang dengan tingkat bunga tetap menunjukkan semakin rendahnya risiko tingkat bunga. Untuk meminimalisir risiko tersebut upaya-upaya yang dilakukan pemerintah antara lain adalah memprioritaskan penerbitan/pengadaan utang baru dengan tingkat bunga tetap, melakukan program debt switch melalui penukaran utang dengan tingkat bunga mengambang dan menggantikannya dengan penerbitan utang dengan tingkat bunga tetap dan melakukan restrukturisasi beberapa pinjaman yang memiliki tingkat bunga mengambang dan menggantikannya dengan tingkat bunga tetap melalui amandemen perjanjian pinjaman (IFEMC, 2021).

Risiko refinancing merujuk pada kemungkinan ketidakmampuan pemerintah untuk membayar utang yang jatuh tempo dengan cara menerbitkan atau memperoleh utang baru dengan biaya dan risiko yang wajar. Dalam situasi ekstrem, di mana risiko refinancing sangat tinggi, pemerintah bisa saja gagal melakukan refinancing sama sekali, yang dapat menyebabkan peningkatan beban utang dan/atau ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan. Untuk mengukur risiko refinancing, beberapa indikator yang digunakan antara lain durasi portofolio utang, rata-rata waktu jatuh tempo utang (Average Time to Maturity), dan proporsi utang yang jatuh tempo dibandingkan dengan total utang (Pribadi, 2023). Risiko refinancing sering kali timbul akibat adanya utang yang jatuh tempo dalam jumlah besar pada periode tertentu, terutama utang jangka pendek, karena hal ini akan meningkatkan volume penerbitan utang pemerintah dan menyebabkan kenaikan yield yang diminta oleh investor. Beberapa langkah yang diambil pemerintah untuk mengurangi risiko refinancing termasuk mengutamakan penerbitan utang dengan tenor menengah hingga panjang guna menjaga keseimbangan portofolio utang, serta mengatur tenor penerbitan utang baru dan melakukan restrukturisasi utang lama secara terukur (DJPPR, 2023). Dengan menghitung dan mempertimbangkan berbagai risiko pembiayaan, pemerintah dapat lebih hati-hati dan terukur dalam melakukan pengelolaan utang serta dapat lebih optimal dalam memitigasi risiko pembiayaan.


REFERENSI:

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2023). Potret utang pemerintah periode 2015-2024. berkas.dpr.go.id. https://berkas.dpr.go.id

DJPPR. (2023). Sistem Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI).

Harinowo, C. (2002). Utang pemerintah: Perkembangan, prospek, dan pengelolaannya. Gramedia Pustaka Utama.

IFEMC. (2021). OJK-BI Webinar: Pengelolaan risiko suku bunga.

JDIH Kemenkeu. (2023). Mitigasi risiko dalam pembiayaan publik.

Satya, V. E. (2015). Analisis kebijakan pengelolaan utang negara: Manajemen utang pemerintah dan permasalahannya. Jurnal Kajian, 2(1), 1-10. https://doi.org/10.22212/kajian.v20i1.570

Yanuar, P. (2020). Pengelolaan Utang Negara. Tangerang Selatan: PKN STAN


Disclaimer: Tulisan merupakan pemikiran pribadi tidak mewakili instansi tempat penulis bertugas.

     

Ghulam Aly

Pelaksana Tugas Belajar DJPb, Kemenkeu

Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.