Melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah
, terhitung mulai tanggal 1 Juli 2019 satuan kerja/instansi di Kementerian/Lembaga seluruh Indonesia diwajibkan menggunakan Kartu Kredit (corporate card) dalam transaksi belanja yang dilakukan satuan kerja, setelah selama tahun 2018 yang lalu cukup berhasil dalam pelaksanaan uji coba secara nasional.
Kewajiban penggunaan kartu kredit pemerintah pada tanggal 1 Juli 2019 dilakukan dengan pemotongan jumlah biaya operasional/UP satuan kerja. Pemotongan biaya operasional tersebut sebanyak empat puluh persen dari biaya operasional yang dikonversi ke dalam bentuk saldo kartu kredit pemerintah. Jadi, misalkan satuan kerja selama ini mendapatkan biaya operasional Rp100 juta, maka enam puluh persen atau Rp60 juta dalam bentuk tunai dan empat puluh persen atau Rp40 juta dalam bentuk saldo kartu kredit. Namun demikian, untuk daerah tertentu yang tidak terdapat penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan KKP dan memiliki alokasi jenis belanja yang dapat dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp2,4 Milyar dikecualikan dari kewajiban tersebut. Pengecualian tersebut, harus dengan izin dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan tempat domisili satuan kerja.
Kartu kredit Pemerintah (KKP) merupakan kartu kredit dalam bentuk corporate card bukan personal card yang dikeluarkan oleh bank yang menjadi mitra atau tempat disimpannya uang operasional/uang persediaan (UP) satuan kerja di Kementerian/Lembaga. Mengingat hampir semua bendahara satuan kerja memiliki rekening pada bank pemerintah, maka saat ini penerbitan kartu kredit pemerintah hanya dapat dilakukan di empat bank pemerintah yaitu PT BRI (Persero), PT BNI (Persero), dam PT Bank Mandiri (persero) serta PT BTN (Persero).
Sebagaimana fungsi kartu kredit, penggunaan kartu kredit pemerintah dilakukan untuk pembayaran atas belanja yang dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit kartu kredit pemerintah, dan satuan kerja berkewajiban untuk melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.
Untuk dapat menggunakan kartu kredit pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) satuan kerja harus membuat perjanjian kerjasama (PKS) penggunaan kartu kredit dengan pejabat bank penerbit KKP. Setelah mendapatkan kartu kredit dengan jumlah sesuai kebutuhan dari bank penerbit KKP, selanjutnya pemegang kartu kredit di satuan kerja dapat bertransaksi sesuai dengan ketentuan layaknya transaksi tunai yang dilakukan selama ini. Segala kewajiban dalam pelaksanaan pertanggungjawaban transaksi tunai juga berlaku dalam transaksi dengan menggunakan kartu kredit termasuk aspek perpajakan di setiap transaksi tersebut.
Dengan menggunakan kartu kredit dalam transaksi penerimaan negara, Pemerintah telah berperan nyata dalam mengurangi transaksi tunai (cashless). Selain itu, penggunaan kartu kredit juga membantu pengelola keuangan di satuan kerja lebih fleksibel bertransaksi karena dapat digunakan di merchant yang dapat menerima pembayaran melalui mesin electronic data capture (EDC) di manapun pemegang kartu berada, bertransaksi lebih aman sehingga akuntabilitas transaksi pemerintah pun lebih terjaga. Selain itu, segala manfaat yang melekat pada kartu kredit juga dapat dinikmati pemegang kartu kredit pemerintah seperti executive lounge di bandara, discount dan sebagainya.
Selain manfaat yang dirasakan oleh pengelola keuangan di satuan kerja, penggunaan kartu kredit juga dapat memberi manfaat bagi pemerintah dalam pengelolaan kas negara (cash managament). Dengan menggunakan kartu kredit, Pemerintah dapat mengkonsolidasikan uang operasional yang selama ini menganggur (idle cash) di rekening bendahara pengeluaran satuan kerja ke rekening kas umum negara. Uang kas yang ada di bendahara disebut menganggur dikarenakan uang tersebut tidak memberikan pengembalian (return) atau memberikan tingkat pengembalian, namun dalam jumlah yang sangat kecil melalui bunga bank.
Dengan uang operasional satuan kerja yang terkonsolidasi di rekening kas umum negara, Pemerintah dapat mengoptimalkan tingkat pengembalian atas saldo kas negara tersebut. Optimalisasi pengelolaan kas dilaksanakan berdasarkan posisi saldo kas, dimana pada saat saldo kas di rekening kas negara berlebih, Pemerintah dapat melakukan investasi, seperti melalui penempatan uang negara baik di Bank Sentral maupun di Bank Umum, pembelian surat berharga negara (SBN) pada pasar sekunder maupun reverse repurchase agreement (reverse repo).
Sedangkan pada saat posisi saldo kas kekurangan, Pemerintah dapat melakukan penarikan kembali dari rekening penempatan, menjual surat berharga negara (SBN), melakukan repurchase agreement (repo) atau menerbitkan surat perbendaharaan negara (SPN) di pasar perdana. Melalui kegiatan optimalisasi kas tersebut, saldo kas Pemerintah yang terkonsilidasi memberikan manfaat/return lebih besar jika dibandingkan saldo kas tersebut menganggur di rekening bendahara satuan kerja.
Mekanisme kegiatan optimalisasi kas sebagaimana dijelaskan diatas dilaksanakan melalui treasury dealing room (TDR) yang dikelola oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Treasury Dealing Room adalah tempat pemilik dana (lender) dan peminjam dana (borrower) bertemu/berhubungan melalui sarana komunikasi baik secara langsung maupun melalui perantara (broker atau pialang) untuk melakukan transaksi pinjam meminjam dana atau bisa juga diartikan sebagai tempat terjadinya jual beli saham, obligasi, dan foreign exchange.
Dari penjelasan sebagaimana diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan kartu kredit di satuan kerja Pemerintah tidak hanya sekedar membawa pemanfaatan teknologi perbankan ke sektor publik namun lebih dari itu, karena penggunaan kartu kredit tersebut merupakan bagian dari strategi pengelolaan kas Pemerintah dalam mengoptimalkan saldo kas yang selama ini menganggur di rekening bendahara satuan kerja.
Untuk dapat berjalan dengan baik, penggunaan kartu kredit Pemerintah harus mendapat dukungan dari semua stakeholders terkait, terutama para pengelola keuangan satuan kerja di Kementerian/Lembaga dan dukungan pihak perbankan yang menjadi mitra Pemerintah serta pihak ketiga yang menjadi supplier/pemasok di satuan kerja.
Tantangan yang dihadapi satuan kerja di Kementerian/Lembaga dalam penggunaan kartu kredit pemerintah ini antara lain 1) melakukan kerjasama dengan pihak perbankan dalam penyiapan perjanjian kerja sama, 2) menyiapkan Surat Keputusan (SK) untuk pengelola internal dan pemegang kartu kredit di satuan kerja, 3) meningkatkan pemahaman terhadap setiap aspek transaksi penggunaan kartu kredit termasuk aspek perpajakan dan pertanggungjawaban transaksi kartu kredit, 4) berkoordinasi dengan KPPN dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan terdekat untuk konsultasi penggunaan kartu kredit pemerintah.
Sedangkan tantangan yang dihadapi pihak perbankan antara lain 1) meningkatkan kerjasama dengan pengelola keuangan di satuan kerja terkait penggunaan kartu kredit pemerintah, 2) memperluas jaringan merchant yang dapat melakukan pembayaran dengan electronic data capture (EDC) terutama untuk daerah-daerah yang belum terdapat akses perbankan digital, 3) bekerjasama dengan supplier/pemasok yang menjadi mitra satuan kerja terutama industri kecil dan menengah didaerah agar menggunakan alat electronic data capture (EDC) dalam bertransaksi.
Dengan dukungan dari semua stakeholders terkait, tujuan penggunaan kartu kredit pemerintah diharapkan dapat tercapai yaitu mewujudkan transaksi non tunai, fleksibel, aman dan akuntabel serta meningkatkan tingkat pengembalian (return) saldo kas pemerintah (cash management).
oleh : Toding Luther (Kepala KPPN Mamuju)