Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Inflasi merupakan kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. Menurut definisi klasik tersebut inflasi terjadi karena tingginya uang yang beredar di masyarakat dibanding yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan nilai uang turun. Penambahan jumlah uang yang beredar dapat terjadi misalnya pemerintah menerapkan sistem anggaran defisit, di mana kekurangan anggaran tersebut diatasi dengan mencetak uang baru. Namun, hal ini malah membuat jumlah uang yang beredar di masyarakat makin bertambah dan mengakibatkan inflasi.
Menurut Samuelson (2001), inflasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi. Menurut definisi tersebut inflasi merupakan kenaikan harga barang, jasa dan faktor produksi secara umum, kenaikan harga satu atau dua saja tidak dapat disebut inflasi kecuali jika kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kenaikan harga ini disebabkan karena tidak seimbangnya arus uang dan barang. Kenaikan faktor-faktor produksi pada akhirnya akan menyebabkan output dari hasil produksi tersebut yaitu harga barang dan jasa naik. Kenaikan harga-harga tersebut menyebabkan daya beli masyarakat menurun atau merosotnya nilai riil uang. Inflasi merupakan suatu gejala ekonomi yang tidak mungkin dihilangkan secara tuntas. Upaya yang bisa dilakukan hanya sebatas mengontrolnya atau mengendalikannya saja.
Menurut Badan Pusat Statistik, Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum. Indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Indeks tersebut adalah Indeks Harga Konsumen (IHK), merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa.
Disamping itu, inflasi terjadi pada saat permintaan (demand) lebih besar dari pada penawaran (supply). Menurut Wikipedia, teori penawaran dan permintaan adalah penggambaran atas hubungan-hubungan di pasar, antara para calon pembeli dan penjual dari suatu barang. Model ini sangat penting untuk melakukan analisis ekonomi makro terhadap perilaku serta interaksi para pembeli dan penjual. Model ini memperkirakan bahwa dalam suatu pasar yang kompetitif, harga akan berfungsi sebagai penyeimbang antara kuatitas yang diminta oleh konsumen dan kuantitas yang ditawarkan oleh produsen, sehingga terciptalah keseimbangan ekonomi antara harga dan kuantitas. Model ini mengakomodasi kemungkinan adanya faktor-faktor yang dapat mengubah keseimbangan, yang kemudian akan ditampilkan dalam bentuk terjadinya pergeseran dari permintaan dan penawaran. Definisi penawaran adalah jumlah barang dan jasa yang tersedia dan dapat dijual oleh penjual pada berbagai tingkat harga, dan pada waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempenaruhi penawaran:
- Harga barang itu sendiri;
- Harga sumber produksi;
- Tingkat produksi;
- Ekspektasi/perkiraan.
Sedangkan definisi permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang ingin dan mampu dibeli oleh konsumen, pada berbagai tingkat harga, dan pada waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan:
- Harga barang itu sendiri;
- Harga barang lain yang berkaitan;
- Tingkat pendapatan;
- Selera konsumen;
- Ekspektasi/perkiraan.
Inflasi menyebabkan turunnya daya beli terhadap barang dan jasa, besar kecil turunnya daya beli ditentukan oleh penawaran barang dan jasa. Faktor lain yang menentukan fluktuasi harga diantaranya kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi, dan lain-lain. Adapun penyebab inflasi sebagai berikut:
- Demand Pull Inflation
Demand Pull Inflation adalah kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh adanya gangguan (shock) pada sisi permintaan barang dan jasa. Kenaikan permintaan barang yang tidak seimbang dengan kenaikan penawaran akan mendorong harga naik sehingga terjadi inflasi. Dalam demand pull inflation, kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang input dan harga faktor produksi (misalnya tingkat upah). Peningkatan permintaan tersebut dapat terjadi karena peningkatan belanja pemerintah atau swasta, peningkatan permintaan ekspor dan peningkatan permintaan barang untuk kebutuhan konsumsi masyarakat seperti pada hari raya,
- Supply Side Inflation
Cost Push Inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya gangguan (shock) dari sisi penawaran barang dan jasa atau biasa disebut supply shock inflation, biasanya ditandai dengan kenaikan harga yang disertai oleh turunnya produksi atau output. Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini dimulai dengan adanya penurunan penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Faktor lain yang menyebabkan perubahan aggregate supply antara lain terjadinya kenaikan biaya produksi, kenaikan tingkat upah karena penerapan UMR baru atau tuntutan serikat buruh, kenaikan bahan bakar minyak, kenaikan bahan baku, harga barang di dalam negeri, dan harga barang impor atau karena kekakuan struktural. Kekakuan struktural terjadi karena anggapan bahwa sumber daya ekonomi tidak dapat dengan cepat diubah pemanfaatannya dan juga bahwa upah dan tingkat harga mudah naik tetapi sukar untuk turun kembali. Disamping itu, kelangkaan produksi dan/atau adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Berkurangnya produksi bisa terjadi akibat berbagai hal, seperti masalah pada sumber produksi, bencana alam, cuaca atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi sehingga memicu kelangkaan produksi.
- Demand Supply Inflation
Peningkatan permintaan total (aggregate demand) menyebabkan kenaikan harga yang diikuti oleh penurunan penawaran total (aggregate supply) sehingga menyebabkan kenaikan harga yang lebih tinggi lagi. Interaksi antara bertambahnya permintaan total dan berkurangnya penawaran total yang mendorong kenaikan harga ini merupakan akibat adanya ekspektasi bahwa tingkat harga dan tingkat upah akan meningkat atau dapat juga karena adanya inertia dari inflasi di masa lalu.
Menurut Sukirno (2015), jenis-jenis inflasi berdasarkan tingkatannya dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
- Inflasi ringan/merayap (creeping inflation)
Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada dibawah angka 10% setahun. Jenis-jenis inflasi ini ditandai dengan peningkatan laju inflasi yang rendah. Biasanya, kurang dari 10% setahun. Ciri inflasi ini adalah kenaikan harga yang relatif lambat dan berlangsung dengan lambat.
- Inflasi sedang (galloping inflation)
Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada antara 10%-30% setahun. Jenis-jenis inflasi ini sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi ringan. Lajunya berkisar antara 10%-30% per tahun. Jenis inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dalam waktu yang singkat.
- Inflasi berat (high inflation)
Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada antara 30%-100% setahun. Sesuai namanya, jenis inflasi ini adalah yang tergolong berat. Mencakup laju mulai dari 30%-100% setahun. Pada tingkat ini, harga kebutuhan masyarakat naik secara signifikan dan sulit dikendalikan.
- Inflasi sangat berat (hyperinflation)
Hyperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila kenaikan harga harga-harga kebutuhan pokok berada di atas 100% setahun. Jenis-jenis inflasi ini sangat dirasakan karena terjadi secara besar-besaran dan mencapai lebih dari 100 persen setahun.
Dikutip dari CNN Indonesia terdapat 3 cara untuk mengatasi inflasi, yaitu:
- Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran anggaran pemerintah (APBN). Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah untuk mencegah inflasi adalah dengan mengurangi pengeluaran pemerintah, meningkatkan tarif pajak, serta melakukan pinjaman.
- Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter bertujuan menjaga kestabilan moneter agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yakni kebijakan penetapan persediaan kas, kebijakan diskonto yaitu untuk meningkatkan nilai suku bunga, dan kebijakan operasi pasar terbuka. Kebijakan ini bisa dilakukan dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar.
- Kebijakan Non Fiskal dan Non Moneter
Selain kebijakan fiskal dan moneter, cara mengatasi inflasi oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan hasil produksi, mempermudah masuknya barang impor, menstabilkan pendapatan masyarakat (tingkat upah), menetapkan harga maksimum, serta melakukan pengawasan dan distribusi barang. Setidaknya terdapat 5 cara yang termasuk ke dalam kebijakan non-fiskal dan non moneter yang biasa dilakukan oleh pemerintah yaitu:
- Menambah hasil produksi
Pemerintah akan memberikan kebijakan-kebijakan yang bisa meringankan para pengusaha. Hal ini dilakukan pemerintah dengan harapan para pengusaha bisa menggenjot produksi agar lebih banyak lagi. Dengan banyaknya barang yang beredar di masyarakat, maka perputaran uang akan semakin cepat dan banyak, sehingga uang yang beredar menjadi kembali seimbang.
- Mempermudah masuknya barang impor
Tak semua barang bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri, untuk itu mempermudah masuknya barang barang impor menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menurunkan pajak dan juga mempermudah perizinan barang impor.
- Menstabilkan pendapatan masyarakat
Menjaga pendapatan masyarakat agar tidak naik juga bisa menjadi salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan inflasi yang tak terkendali.
- Menetapkan harga maksimum
Pada saat terjadi inlasi, harga barang cenderung naik tak terkendali. Hal inilah yang membuat daya beli dari masyrakat menurun. Dengan menetapkan harga maksimum, pemerintah mengharap agar daya beli masyarakat menjadi lebih baik lagi.
- Pengawasan distribusi barang
Distribusi barang yang terhambat juga menjadi salah satu faktor naiknya harga di suatu wilayah. Permintaan yang besar tidak diimbangi dengan jumlah barang yang terbatas akibat terhambatnya proses distribusi barang. Dengan melakukan pengawasan sebagai salah satu cara mengatasi inflasi, diharapkan barang tersebut bisa cepat didistribusikan keada masyarakat.
Berdasarkan Berita Resmi Statisik yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung nomor 75/10/19/Th. II, tanggal 2 Oktober 2023, pada September 2023, gabungan 2 kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu Kota Pangkalpinang dan Kota Tanjungpandan, mengalami inflasi tahun ke tahun atau year on year (y-on-y) sebesar 3,55 persen dengan IHK 117,82. Tingkat inflasi bulanan atau month to month (m-to-m) sebesar 0,90 persen dan tingkat inflasi tahun kalender atau year to date (y-to-d) sebesar 3,05 persen. Inflasi y-on-y di Kota Pangkalpinang sebesar 2,70 persen dan inflasi m-to-m sebesar 0,61 persen, dengan IHK 115,72. Inflasi y-on-y di Kota Tangjungpandan sebesar 5,03 persen dan inflasi m-to-m sebesar 1,41 persen, dengan IHK 121,63.
Inflasi y-on-y gabungan 2 kota di Kepulauan Bangka Belitung terjadi karena adanya peningkatan indeks pada hampir seluruh kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 6,22 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,01 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,47 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,48 persen; kelompok kesehatan sebesar 10,49 persen; kelompok transportasi sebesar 5,14 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,69 persen; kelompok pendidikan sebesar 2,21 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 1,16 persen; serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 2,26 persen. Sementara itu kelompok yang mengalami penurunan indeks hanya pada kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,27 persen. Andil inflasi y-on-y Gabungan 2 Kota di Bangka Belitung ini utamanya disumbang oleh komoditas beras, angkutan udara, rokok kretek filter, ikan bulat, dan rokok putih. Sementara andil deflasi m-to-m utamanya disebabkan oleh komoditas cabai merah, bawang merah, ikan selar, cabai rawit, dan daging sapi.
Pada periode September 2023, inflasi tahunan (y-on-y) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 3,55 persen, menempatkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi di Indoneisa (tingkat inflasi nasional 2,28 persen). Inflasi y-on-y di Provinsi Kepualauan Bangka Belitung tersebut, terjadi kenaikan harga secara umum dan terus menerus pada barang dan jasa pada hampir seluruh kelompok pengeluaran, dengan 3 penyumbang inflasi tertinggi yaitu kelompok kesehatan sebesar 10,49 persen; kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 6,22 persen; dan kelompok transportasi sebesar 5,14 persen. Andil inflasi utamanya disumbang oleh komoditas beras, angkutan udara, rokok kretek filter, ikan bulat, dan rokok putih.
Inflasi 3,55 persen artinya barang atau jasa yang dapat diperoleh/dibeli berkurang 3,55 persen atau daya beli masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa tersebut berkurang 3,55 persen. Yang dapat dilakukan masyarakat diantaranya mengurangi jumlah pembelian/konsumsi barang atau jasa tersebut, mensubtitusi ke barang sejenis yang harganya lebih murah, mengurangi jumlah pembelian barang atau jasa lain yang kurang prioritas, meningkatkan pendapatan dan lain-lain.
Inflasi sebesar 3,55 persen, berdasarkan jenis-jenis inflasi menurut tingkatannya, termasuk kategori Inflasi ringan/merayap (creeping inflation) dimana kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tersebut berada dibawah angka 10% setahun. Walaupun termasuk kategori inflasi ringan, bagi masyarakat berpenghasilan “pas-pasan” pengaruhnya sangat terasa terhadap keuangan dan daya beli mereka, apalagi kalau inflasi tersebut mempunyai multi efek terhadap kenaikan harga barang dan jasa lainnya.
Penyumbang inflasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung utamanya adalah kenaikan harga komoditas beras. Penyebab naiknya harga beras adalah turunnya produksi beras sebagai dampak cuaca ekstrem, el nino, kemarau panjang, panjangnya proses distribusi pangan dari produsen ke konsumen, kondisi geografis Kepulauan Bangka Belitung, masalah transportasi ke Kepulauan Bangka Belitung, dan masalah swasembada pangan dimana kebutuhan beras di Bangka Belitung sebagian besar dipasok dari luar daerah.
Menurut teori inflasi, kenaikan harga beras di Bangka Belitung tersebut, disebabkan oleh Supply Side Inflation, dimana adanya gangguan (shock) dari sisi penawaran komoditas beras, yang ditandai dengan kenaikan harga beras yang disertai oleh turunnya produksi atau output beras atau sesuai dengan hukum ekonomi bila penawaran turun dan permintaan tetap, maka harga akan meningkat.
Upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk mengendalikan kenaikan harga beras, dikutip dari situs babelprov.go.id, diantaranya: menggencarkan sidak pasar, operasi pasar murah, mengoptimalkan gerakan pangan murah, fasilitasi distribusi pangan, bantuan pangan, menerbitkan surat edaran agar para distributor dan penjual tidak menjual beras di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), melibatkan Bulog dalam operasi pasar, pemasangan papan informasi di pasar-pasar agar harga beras sesuai HET.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam mengendalikan inflasi tersebut yaitu melalui Kebijakan Non Fiskal dan Non Moneter. Kebijakan Non Fiskal dan Non Moneter yang telah dilakukan yaitu mempermudah masuknya barang melalui fasilitas distribusi; menstabilkan pendapatan masyarakat melalui operasi pasar murah, pangan murah, dan bantuan pangan; menetapkan harga maksimum melalui HET; dan pengawasan distribusi barang atau beras melalui sidak pasar. Kebijakan Non Fiskal dan Non Moneter lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan hasil produksi beras lokal dimana Bangka Belitung kebutuhan berasnya sebagian besar masih dipasok dari luar daerah. Kebijakan meningkatkan produksi beras merupakan kebijakan jangka panjang dimana hasilnya tidak bisa dirasakan langsung/instan oleh masyarakat untuk menurunkan kenaikan harga beras (inflasi).
Disamping itu, Pemerintah Daerah dapat mengendalikan inflasi melalui kebijakan fiskal melalui belanja APBD diantaranya menstabilkan harga beras, meningkatkan hasil produksi pertanian dengan berbagai kebijakan, pemberian subsidi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyediaan beras, pemberian ganti rugi bagi petani yang mengalami gagal panen akibat cuaca ekstrim, bantuan langsung benih padi, bantuan langsung pupuk, dan bantuan alat pertanian.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum, lebih dari satu atau dua produk, secara terus menerus, dan menurunkan daya beli masyarakat;
- Inflasi di Bangka Belitung terjadi pada komoditas beras, angkutan udara, rokok kretek filter, ikan bulat, dan rokok putih;
- Pengendalian harga beras menjadi prioritas utama karena merupakan kebutuhan pokok masyrarkat yang dampaknya dirasakan langsung dan mempunyai multi efek terhadap harga barang dan jasa lainnya.
- Kenaikan harga beras disebabkan oleh berkurangnya pasokan beras atau turunnya produksi beras sebagai dampak iklim ekstrem (supply side inflation);
- Telah dilakukan upaya cepat dan terarah untuk mengendalikan kenaikan harga beras melalui kebijakan non fiskal dan non moneter.
Disamping melalui kebijakan non fiskal dan non moneter, beberapa saran yang dapat disampaikan untuk mengendalikan kenaikan harga beras sebagai berikut:
- Meningkatkan produksi beras lokal melalui swasembada pangan dalam jangka pendek dan panjang;
- Kebijakan fiskal, melalui belanja ABPD, diantaranya: menstabilkan harga beras, pemberian subsidi, meningkatkan belanja ketahanan pangan, penyusunan strategi swasembada beras, menciptakan lapangan kerja, pemberian bantuan langsung kepada petani berupa pupuk, benih padi dan alat pertanian;
- Meningkatkan koordinasi dan sinergi lintas sektoral secara terintegrasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Satgas Pangan, Forkopimda dan dukungan pemerintah pusat.
Dalam perekonomian inflasi tidak bisa dihilangkan tetapi dikendalikan agar tetap berada pada posisi aman, tetap seimbang antara penawaran dan permintaan, tidak mengganggu perekonomian, dan tetap berada dalam daya beli masyarakat luas. Inflasi terkendali, kesejahteraan masyarakat tetap terjaga dan meningkat.
Oleh:
Asep Sugianto, Kepala Seksi Bank KPPN Pangkalpinang