Menanti KKP Walau Tak Pasti
Belanja keperluan kantor cukup dengan gesek kartu kredit, semudah itu! Siapa yang tidak tertarik? Tak lagi perlu membawa uang tunai seperti halnya belanja dengan kartu kredit pribadi. Konsep inilah yang diusung oleh pemerintah dalam menggalakkan transaksi non tunai melalui penerapan penggunaaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP).
KKP merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan satker untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja negara dalam penggunaan Uang Persediaan Kartu Kredit Pemerintah (UP KKP). Namun tidak semua belanja negara bisa menggunakan KKP, dibatasi hanya untuk 2 jenis belanja yaitu belanja barang dan belanja modal.
Penggunaan KKP ditetapkan dengan PMK No. 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mendukung modernisasi pelaksanaan anggaran. Melalui penggunaan KKP ini, pemerintah berharap dapat meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara, meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, mengurangi potensi fraud dari transaksi secara tunai, dan mengurangi cost of fund / idle cash dari penggunaan Uang Persediaan.
KPPN Sibolga selaku instansi vertikal DJPb di daerah memiliki mitra kerja sebanyak 54 satker yang tersebar di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. KPPN Sibolga berperan aktif dalam menggalakkan transaksi non tunai melalui penggunaan UP KKP. Beragam kegiatan dilakukan, mulai dari sosialisasi penggunaan KKP, menginisiasi penyusunan Perjanjian Kerja Sama (PKS), koordinasi dengan bank penerbit KKP, serta monitoring dan evaluasi implementasi KKP.
KPPN Sibolga melakukan sosialisasi dalam forum diskusi bersama, melalui surat maupun media sosial untuk menyampaikan mekanisme belanja dengan KKP sebagaimana tertuang dalam PMK196/2018 dan PER-653/PB/2018. Informasi yang disampaikan juga memuat benefit apa saja yang bisa diperoleh (baik oleh satker maupun pemerintah), permasalahan yang mungkin dihadapi, serta upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir permasalahan kedepannya.
Setelah melakukan sosialisasi, KPPN Sibolga menginisiasi penyusunan PKS antara satker dengan bank penerbit KKP, yaitu bank dimana tempat rekening Bendahara Pengeluaran satker tersebut berada. Untuk memastikan proses penerbitan KKP berjalan dengan lancar, KPPN Sibolga terus melakukan koordinasi dengan satker dan bank. Perkembangan dari pendampingan implementasi KKP ini dilaporkan secara rutin setiap triwulan ke Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara.
Kebijakan penerapan UP KKP ini disambut baik oleh satker KPPN Sibolga, terbukti dengan telah dilakukannya penandatanganan PKS antara 48 satker dengan bank penerbit KKP pada tahun 2019 lalu. Perlu diketahui bahwa jumlah satker KPPN Sibolga saat itu adalah 50 satker dan yang wajib KKP hanya 12 satker. Namun sangat disayangkan, antusiasme satker yang begitu besar tidak berbanding lurus dengan respon dari pihak bank. Proses penerbitan KKP memerlukan waktu yang cukup lama. Dan penantian yang lama tersebut tidak memberikan hasil yang menggembirakan. Menurut data Laporan Pemantauan Pembayaran dengan KKP Triwulan III Tahun 2020, dari total 48 satker yang mengajukan KKP baru 17 satker (35,41%) yang memperoleh KKP. Jumlah tersebut sangat kecil mengingat telah setahun lebih proses pengajuan disampaikan kepada bank.
Selama Triwulan III Tahun 2020, sebanyak 9 satker (52,94% dari satker yang telah menerima KKP) telah aktif melakukan transaksi dengan KKP dengan nilai transaksi sebesar 65,73 juta. Dengan kata lain, terdapat 8 satker yang belum melakukan transaksi. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah toko (merchant) yang memiliki mesin EDC. Diantara satker yang belum melakukan transaksi, ada beberapa yang sama sekali belum melakukan aktivasi KKP karena masalah administrasi dan kartu KKP baru diterima.
Berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak bank yang dilaksanakan bulan September lalu, kebijakan internal bank belum memungkinkan untuk menambah mesin EDC di beberapa wilayah. Penyebabnya nilai transaksi pada wilayah tersebut relatif kecil. Para pemilik toko (merchant) juga keberatan untuk memasang mesin EDC mengingat biaya operasional yang cukup tinggi, tidak sebanding dengan nilai transaksi yang akan dilakukan.
Menindaklanjuti keluhan soal KKP yang belum diterima, Bank BRI akan meminta satker untuk menyampaikan pengajuan KKP ulang dan berjanji untuk memantau dan memberikan prioritas terkait penerbitan KKP tersebut. Sementara itu, Bank BSM akan melakukan pengkajian ulang pengajuan KKP, dimana KKP dengan limit di bawah 10 juta tidak akan diproses. Seperti halnya BRI, Bank BSM juga berkomitmen untuk membantu dan memberikan prioritas khusus dalam penerbitan KKP ini.
Pada akhirnya, implementasi transaksi non tunai melalui KKP ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak agar berjalan sebagaimana mestinya. KPPN Sibolga perlu mengawal komitmen bersama antar satker dan bank. Sementara peran pemerintah pusat juga sangat diperlukan, mengingat penerbitan kartu kredit merupakan wewenang Kantor Pusat Bank yang bersangkutan.
Oleh: Khairul Syawal