Sibolga

Tinjauan Penggunaan IKPA Sebagai Standar Baru Pencapaian Kinerja Satker

 

Seluruh satuan kerja pada tahun 2021 mengimplementasikan Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) sebagai acuan untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja satker dari sisi kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan, kepatuhan terhadap regulasi, efektivitas pelaksanaan kegiatan, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan Data dari Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (Omspan) nilai IKPA Seluruh Satuan Kerja Tingkat KPPN bulan November 2021 sebesar 97,33. Dari data tersebut penulis dapat melihat bahwa bahwa kinerja satuan kerja bulan November memiliki kualitas kinerja yang sangat tinggi. Tingginya kualitas kinerja merupakan bukti keseriusan dan konsistensi satuan kerja dalam merealisasikan anggaran.

Satuan Kerja dalam menjalankan pelaksanaan anggaran selama 1 tahun anggaran, wajib mengetahui beberapa indikator yang menjadi bagian dari IKPA. Akan tetapi, pada kenyataanya terdapat beberapa satuan kerja yang tidak paham akan IKPA yang mengakibatkan kualitas kinerjanya menurun dan banyak yang beranggapan penyerapan anggaran tinggi menunjukkan kinerja yang bagus. Oleh sebab itu, Penulis ingin menganalisa beberapa unsur yang menjadi kriteria pada penilaian dalam IKPA. Kriteria yang dimaksud antara lain :

1. Kesesuaian Perencanaan Dengan Pelaksanaan.

Dalam hal sisi kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan, penulis dapat menjelaskan bahwa  intensitas pengajuan Revisi DIPA tingkat Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan dan Tingkat Direktorat Jenderal Anggaran khusus Eselon I masing-masing satuan kerja yang dibatasi dalam hal perubahan digital stamp setiap triwulannya. Apabila dalam hal Revisi DIPA yang tidak mengalami perubahan digital stamp seperti revisi POK dan Revisi Halaman III, maka satuan kerja dapat mengajukan revisi DIPA tanpa dibatasi. Dalam hal Revisi DIPA yang mengakibatkan perubahan digital stamp, satuan kerja hanya disarankan satu kali perubahan setiap triwulannya. Penulis melihat terdapat beberapa satuan kerja kurang memahami betapa pentingnya tahap perencanaan khususnya Revisi DIPA, dikarenakan apabila perencanaan yang tidak akurat maka satuan kerja dalam melaksanakan penyerapan anggaran tidak maksimal. Oleh karena itu, untuk menyiasatinya satuan kerja diharapkan bijaksana dalam merealisasikan anggaran agar sesuai perencanaan yang telah ditetapkan.

Apabila satuan kerja dalam hal penyerapan anggaran setiap bulannya tidak sesuai perencanaan yang mengakibatkan deviasi halaman III, maka satuan kerja dapat mengajukan revisi DIPA Halaman III sesuai jadwal open period yang ditetapkan. Revisi DIPA Halaman III sering dilupakan oleh satuan kerja, oleh karena itu banyak satuan kerja yang mengalami deviasi tinggi dikarenakan beberapa hal yaitu kurangnya pengetahuan tentang tata cara pengajuan revisi DIPA dan pelaksana/pejabat perencanaan yang berbeda pelaksana/pejabat pelaksanaan anggaran.

 Penulis juga mengamati beberapa satuan kerja yang mengalami pagi minus khusus belanja pegawai yang disebabkan bertambah dan berkurangnya jumlah pegawai. Penulis menyarankan kepada satuan kerja untuk mengintensifkan koordinasi dan komunikasi antar satker, antar kantor wilayah dan kantor eselon I yang mempunyai surplus atau minus belanja pegawainya agar dilakukan perpindahan sejumlah anggaran belanja pegawai tersebut.

2. Kepatuhan Terhadap Regulasi

Dalam hal sisi kepatuhan terhadap regulasi, penulis menitikberatkan pada peran serta satuan kerja dalam kepatuhan pengiriman ADK kontrak yang tepat waktu serta tidak boleh melebihi 5 hari kerja setelah kontrak ditandatangani. Satuan kerja kerap kali melupakan pengiriman ADK kontrak yang mengakibatkan berkurang nilai kualitas kinerja. Oleh karena itu, penulis mengharapkan satuan kerja langsung mengirimkan ADK kontrak setelah penandatanganan kontrak.

 Dalam hal pengelolaan UP dan TUP, terdapat beberapa satuan kerja yang tidak patuh melakukan revolving GUP dalam jangka waktu satu bulan. Hal tersebut dikarenakan karena kurangnya jumlah kuitansi yang belum dipertanggungjawabkan, jumlah uang persediaan yang terlalu besar dimiliki oleh satuan kerja serta tidak adanya pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM. Penulis mengharapkan satuan kerja dalam mengelola UP dan TUP apabila dalam satu bulan tidak memiliki kuitansi yang cukup, satuan kerja dapat mengajukan SPM dengan minimal transaksi 50% dari total UP yang dimiliki, atau membuat SPM sesuai kuitansi yang ada kemudian menyetorkan sisa UP yang tidak terpakai ke kas negara. Selanjutnya apabila sudah tidak memiliki UP, satuan kerja dapat mengajukan kembali permintaan UP pertama kali ke KPPN.

Peran serta satuan kerja dalam pengiriman LPJ Bendahara juga sangat penting untuk mencocokkan data dan transparansi informasi uang yang dikelola oleh bendahara. Penulis mengharapkan satuan kerja tepat waktu mengirimkan data yang diupload paling lambat 10 hari kerja.

Pengajuan Dispensasi SPM oleh satuan kerja akan mengurangi tingkat kepatuhan akan regulasi dikarenakan satuan kerja tidak memahami peraturan tentang batas-batas maupun tanggal maksimal pengajuan SPM ke KPPN, alhasil apabila melewati tanggal yang ditetapkan untuk mengajukan SPM maka satuan kerja dapat mengajukan dispensasi ke Kantor Wilayah DJPB.

3. Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan

Dalam Hal sisi efektivitas pelaksanaan kegiatan, Penulis melihat permasalahan terpenuhinya capaian output satuan kerja. Terdapat satuan kerja yang tidak merealisasikan anggaran sehingga tidak ada output yang dihasilkan mengakibatkan tidak efektifnya pelaksanaan anggaran. Nilai Kualitas Kinerja untuk Capaian Output memiliki nilai yang sangat tinggi dibandingkan kualitas kinerja yang lain. Dibutuhkan effort yang tinggi untuk satuan kerja yang belum merealisasikan anggarannya.

4. Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan

Tingkat Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan satuan kerja dapat diukur dengan banyaknya SPM yang diajukan dan mendapat penolakan oleh KPPN. Penulis melihat kesalahan SPM tersebut dikarenakan kesalahan supplier, nama dan nomor rekening penerima yang tertolak oleh sistem SPAN serta penolakan PMRT. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada satuan kerja agar memeriksa kembali supplier sebelum mengirimkan ke KPPN agar kejadian penolakan SPM tidak terulang kembali.

Tinjauan mengenai IKPA oleh penulis, menunjukkan arti pentingnya pemahaman satuan kerja dalam hal ini pengetahuan dan sumber daya manusia yang dimiliki satuan kerja untuk mengenal IKPA secara keseluruhan. Setelah Satuan kerja memahaminya, maka dapat dengan mudah menjalankan kinerja dan pelaksanaan anggaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.

 

 

Penulis : Sabilal Muhtadi

Pejabat Pengawas Pada KPPN Sibolga

(Tulisan merupakan opini pribadi dan tidak terkait dengan kebijakan organisasi tempat tugas penulis)

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search